China Bangun Istana Presiden Vanuatu, Picu Kekhawatiran soal Utang?

China belakangan kian gencar menargetkan pembangunan di Kepulauan Pasifik.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 08 Agu 2024, 15:13 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2024, 15:06 WIB
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Liputan6.com, Port Vila - Bertengger di atas Port Vila, ibu kota Vanuatu di tepi laut, berdiri sebuah bangunan merah dan putih, yang dihadiahkan kepada negara Pasifik itu oleh China bulan lalu. Istana presiden yang baru itu disebut menempati posisi yang didambakan, tinggi di atas bukit dan menghadap kantor perdana Menteri.

Sebuah bangunan juga direnovasi berkat sumbangan besar China hampir satu dekade lalu.

Kompleks bernilai jutaan dolar itu adalah yang terbaru dari serangkaian panjang hadiah dan proyek infrastruktur yang ditawarkan China kepada Vanuatu, yang mengubah beberapa kota dan desa di negara kepulauan kecil berpenduduk lebih dari 300.000 orang itu. Proyek-proyek itu meliputi serangkaian gedung kementerian baru, gedung parlemen, proyek pembangunan jalan di beberapa pulau, pembangunan kembali stadion olahraga, dermaga baru, dan pusat konvensi besar.

Menteri Keuangan Vanuatu John Salong mengatakan bahwa proyek-proyek tersebut telah menjadi berkah bagi negaranya, yang sering kali kesulitan soal pendanaan pembangunan. Lowy Institute memperkirakan istana presiden dan gedung-gedung pemerintahan baru menelan biaya USD 20 juta.

"Kami menggunakan diplomasi sebagai sarana bagi kami untuk memanfaatkan sumber daya yang kami miliki, sehingga kami dapat membangun lembaga-lembaga yang kami butuhkan," kata Salong, seperti dilansir The Guardian, Kamis (8/8/2024).

Konstruksi-konstruksi besar ini dinilai menjadi monumen nyata bagi pengaruh China yang semakin dalam di kawasan, tidak hanya sebagai mitra pembangunan, namun juga sebagai pemain politik yang sedang berkembang. Pekerjaan-pekerjaan besar yang didanai oleh China telah dilakukan di hampir setiap negara Kepulauan Pasifik, bertepatan dengan perluasan kesepakatan keamanan dan kepolisian China di kawasan tersebut dan penguatan hubungan diplomatik antara China dan pemerintah-pemerintah Pasifik.

Beberapa hari setelah Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai menghadiri pembukaan istana presiden yang baru, dia terbang ke China bersama sejumlah pejabatnya untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Dalam pernyataan bersama yang dirilis kemudian, China mengatakan pihaknya menyambut baik partisipasi aktif Vanuatu dalam Belt and Road Initiative (BRI), proyek China bernilai miliaran dolar untuk menghubungkan dunia melalui serangkaian pembangunan infrastruktur.

"China telah memberikan bantuan kepada Vanuatu tanpa ikatan politik," kata Duta Besar China untuk Vanuatu Li Minggang dalam pidato yang disiarkan oleh media pemerintah China, tidak lama setelah penyerahan istana baru.

Namun, beberapa warga Kepulauan Pasifik dilaporkan telah menyuarakan kritik atas maraknya proyek infrastruktur yang didukung China di negara mereka.

Jean Pascal Wahe, seorang pemimpin masyarakat dari Pulau Tanna di Vanuatu, menuturkan meskipun jaringan jalan yang didanai China telah memberi warganya akses penting ke pasar, layanan kesehatan, dan bandara lokal, dia khawatir tentang keberadaan China Civil Engineering Construction Corporation (CCECC) selama lebih dari satu dekade di pulaunya. CCECC sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah China.

Wahe mengatakan, "CCECC kini telah memenangkan setiap subkontrak lainnya untuk pekerjaan jalan yang bahkan bukan bagian dari proyek jalan asli."

China Bukan Donor Terbesar

Menurut Peta Bantuan Lowy Institute, pengeluaran bantuan China di Pasifik jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara lain, yang diperkirakan hanya mencapai 9 persen dari total pengeluaran pembangunan di kawasan tersebut. Sebaliknya, pengeluaran bantuan oleh Australia, yang tetap menjadi pembelanja terbesar di kawasan tersebut dengan selisih yang signifikan, mencapai 40 persen dari total pendapatan pembangunan Pasifik - setara dengan sekitar USD 15 miliar pada tahun 2021.

Namun, investasi China dalam pembangunan infrastruktur terkemuka, yang sering kali diperkenalkan kepada pemerintah Pasifik melalui upacara mewah, telah mendistorsi opini publik mengenai besarnya kontribusi China.

"Australia memberikan bantuan empat kali lebih banyak di Pasifik," kata Graeme Smith, peneliti senior dari Universitas Nasional Australia yang telah menyelidiki bantuan China dan pembangunan infrastruktur di seluruh Pasifik.

"Namun, persepsi di Pasifik, saat Anda melakukan survei ini, orang-orang berpikir bahwa China adalah donor utama karena Anda memiliki simbol fisik pemberian mereka."

Ketakutan Tidak Mampu Membayar

Yang banyak mengkhawatirkan dilaporkan adalah beban ekonomi berat yang ditimbulkan oleh beberapa proyek infrastruktur China pada negara-negara berkembang di Pasifik. China adalah pemberi pinjaman terbesar di kawasan dan meskipun banyak gedung pemerintahan di Pasifik disumbangkan sebagai hadiah, sebagian besar pembangunan infrastrukturnya dimungkinkan oleh pinjaman besar dari Bank Exim.

"Saya takut dengan pinjaman ini dan ragu tentang bagaimana kami akan membayarnya kembali," kata Wahe, yang tahu pemerintah telah mengambil pinjaman besar dari China untuk membiayai proyek-proyek di pulau miliknya.

"Proyeknya bagus, tetapi saya terus mengingatkan para pemimpin kita bahwa di dunia ini, tidak ada yang namanya makan siang gratis."

Tonga tahun ini memulai proses sulit untuk membayar kembali pinjamannya sebesar USD 119 juta kepada China, sementara ada kekhawatiran Vanuatu akan menghadapi tekanan utang karena kesulitan membayar China untuk proyek jalan dan infrastruktur lainnya yang ekstensif.

"Keberlanjutan utang kita mungkin akan berubah dari tekanan utang sedang menjadi tinggi," tutur Salong.

"Kita harus ... memastikan bahwa infrastruktur bukan hanya demi infrastruktur, tetapi infrastrukturlah yang akan membantu memperluas basis ekonomi sehingga kita dapat terus mengelola negara."

Seiring dengan terus berubahnya lanskap investasi China di banyak negara Pasifik, mitra pembangunan lainnya juga meningkatkan bantuan di kawasan tersebut. Beberapa minggu setelah istana buatan China di Vanuatu diresmikan, Amerika Serikat (AS) membuka kedutaan besarnya di Port Vila.

AS baru-baru ini juga mengumumkan pendanaan tambahan sebesar USD 10 juta untuk kawasan tersebut melalui Prakarsa Infrastruktur Kepulauan Pasifik.

Salong mengatakan bantuan tersebut disambut baik, namun pemerintahnya pada akhirnya akan memutuskan proyek apa yang akan disetujui.

"Kami membuat keputusan kami sendiri dan kami tahu kami menentukan prioritas kami sendiri," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya