Kemlu RI: Myanmar Selalu Jadi Bagian ASEAN, Penetapan Sanksi Bukan Solusi

Pemerintah Indonesia terus mengedepankan Lima Poin Konsensus (5PCs) sebagai mekanisme penyelesaian krisis Myanmar.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 16 Des 2024, 18:39 WIB
Diterbitkan 16 Des 2024, 18:39 WIB
Juru Bicara Kemlu RI Rolliansyah Soemirat dalam pernyataan pers di Kemlu RI, Senin (16/12/2024). (Liputan6.com/Benedikta Miranti)
Juru Bicara Kemlu RI Rolliansyah Soemirat dalam pernyataan pers di Kemlu RI, Senin (16/12/2024). (Liputan6.com/Benedikta Miranti)

Liputan6.com, Jakarta - Pertemuan negara-negara ASEAN untuk membahas krisis Myanmar kembali menekankan pentingnya pendekatan berbasis dialog dan implementasi Five-Point Consensus atau Lima Poin Konsensus (5PCs) yang telah disepakati sebelumnya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) Rolliansyah (Roy) Soemirat, menegaskan bahwa pembatasan yang diberlakukan terhadap Myanmar, seperti tidak diundangnya perwakilan junta militer dalam pertemuan tingkat tinggi ASEAN, bukanlah bentuk sanksi melainkan tekanan moral untuk mendorong penyelesaian krisis internal di negara tersebut.

Roy juga menyebut keputusan ASEAN pada tahun 2023 terkait pemegang keketuaan. Setelah Malaysia, keketuaan ASEAN pada tahun 2026 akan dipegang oleh Filipina, bukan Myanmar, karena situasi dalam negeri yang masih belum stabil.

"Lagi-lagi ini bukan saksi, ini justru kesempatan yang diberikan kepada Myanmar oleh negara-negara ASEAN untuk segera menyelesaikan situasi internalnya sebelum dapat melakukan kegiatannya secara regular, secara business as usual," ujar Roy dalam pernyataan pers di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Di bawah pemerintahan Prabowo Subianto, Roy menekankan bahwa Indonesia akan terus mendorong dialog dalam penyelesaian isu Myanmar dan melanjutkan komitmen yang selama ini telah dilakukan oleh Indonesia maupun ASEAN.

"Ini bukan masalah apa yang baru, apa yang lama, tapi bagaimana seluruh approach, seluruh pemikiran, ide-ide yang ada saat ini baik itu di bawah administrasi Bapak Presiden Joko Widodo atau pun yang sekarang sedang mulai dikembangkan lebih lanjut di bawah administrasi Bapak Presiden Prabowo Subianto dapat terjalin sebuah sinergitas yang sangat tinggi untuk memberikan bantuan yang all out, bagaimana seluruh pendekatan bersinergi untuk memberi solusi konkret," ungkap dia.

"Bagaimanapun juga untuk Indonesia, jelas Myanmar adalah bagian dari ASEAN, dia akan selalu menjadi bagian dari ASEAN, menjadi anggota ASEAN yang harus kita bantu."

Pertemuan Troika ASEAN

Bendera Myanmar. (Unsplash/ugurhan)
Bendera Myanmar. (Unsplash/ugurhan)

Negara anggota Troika ASEAN, Indonesia, Laos dan Malaysia, juga akan melanjutkan pembahasan masalah Myanmar dengan pedoman 5PCs.

Sementara negara anggota ASEAN lainnya seperti, Thailand, Singapura, Kamboja dan Filipina juga menunjukkan ketertarikannya untuk hadir dalam pertemuan tersebut.

"Ini menunjukkan adanya perhatian yang besar secara proper dari negara-negara ASEAN. Bukan berarti yang tidak terlibat tidak memperhatikan, tapi paling tidak ada ketertarikan khusus terutama dari negara-negara yang mungkin soon akan juga masuk ke dalam format Troika," ungkap Roy.

Indonesia, sebutnya, akan terus mengedepankan 5Pcs sebagai satu-satunya mekanisme penyelesaian krisis Myanmar.

"Untuk Indonesia sendiri, meeting ini akan sangat penting untuk terus menyuarakan urgensi, menekankan pentingnya penyelesaian krisis Myanmar yang sudah berlangsung sekian lama dan juga kita akan terus menekankan pentingnya Five Point Consensus (5PCs) sebagai satu-satunya, saya repeat, satu-satunya referensi utama dalam penyelesaian krisis Myanmar, sebagaimana sudah disepakati oleh seluruh pemimpin ASEAN termasuk perwakilan dari militer Myanmar pada saat pertemuan bulan April 2021," imbuh Roy.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya