Liputan6.com, Jakarta Saat sekelompok remaja bersama-sama menjalankan motor sambil mengacung-acungkan senjata tajam, orang akan merasa prihatin. Belum lagi jika kemudian timbul korban jiwa dari orang-orang di sekitar mereka. Korbannya acak dan sangat mungkin tidak kenal sebelumnya dengan para pelaku yang melukai mereka. Inilah fenomena geng motor yang marak di berbagai daerah. Beberapa kasus terakhir diberitakan terjadi di Yogyakarta.
Ada banyak hal yang dapat menjadi faktor penyebab munculnya geng motor remaja. Meskipun demikian, jika ingin melihat yang paling awal, faktor keluarga menjadi faktor yang cukup penting dilihat. Dari keluargalah, anak mendapatkan berbagai warna dalam perilaku di masa-masa perkembangan hidup selanjutnya. Baik perilaku yang dapat dikaterigorikan adaptif maupun yang tidak.
Baca Juga
Anak-anak yang memutuskan untuk mengikuti geng motor yang melakukan perilaku meresahkan acapkali dibesarkan dalam keluarga yang cenderung abai terhadap perkembangan anak. Orangtua dalam keluarga semacam ini pada umumnya tidak memiliki cukup waktu untuk menciptakan ruang-ruang kebersamaan dengan anak. Pengabaian terhadap anak tersebut antara lain dapat disebabkan oleh dua hal:
Advertisement
- Kesibukan orangtua
Mengumpulkan materi dan uang menjadi sebuah tujuan penting dalam banyak keluarga di zaman sekarang. Tujuan ini kemudian mendorong para orangtua menghabiskan banyak waktu untuk bekerja. Fenomena bekerja dari pagi-pagi buta hingga larut malam banyak ditemui di berbagai daerah khususnya di kota-kota besar. Belum lagi fenomena orangtua bekerja jauh dari keluarga bahkan hingga keluar negeri. Akibatnya, banyak anak yang tidak memiliki waktu bersama orangtuanya. Mereka kemudian relatif akan berjuang dan berkembang sendiri dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran orangtua yang sebenarnya dapat menemaninya dalam kehidupan sehari-hari, anak akan berpotensi melakukan berbagai perilaku tidak adaptif.
Dari pihak orang tua sendiri, mereka seringkali sadar bahwa karena kesibukannya mereka kurang memberi perhatian pada anak. Akibatnya, dalam banyak kasus, mereka berusaha melakukan kompensasi demi mengurangi rasa bersalahnya dengan memenuhi berbagai keinginan anak akan materi. Hal ini sebenarnya hanya akan membuat perasaan orangtua menjadi lebih baik namun kurang memiliki pengaruh positif pada anak. Anak justru akan tumbuh menjadi pribadi yang konsumtif dengan memandang pemenuhan keinginan akan materi sebagai hal yang paling penting dalam hidupnya.
- Adanya masalah relasi interpersonal dalam keluarga
Pengabaian pada anak dapat juga disebabkan oleh munculnya berbagai masalah relasi interpersonal dalam keluarga. Masalah yang dimaksud misalnya pertengkaran bahkan perceraian di antara kedua orangtuanya. Selain itu, masalah juga bisa muncul dalam relasi interpersonal antara orangtua dengan anak, anak dengan anak, atau bisa juga dalam konteks keluarga besar adalah konflik dengan anggota keluarga di luar keluarga inti (kakek, nenek, paman, bibi, dsb). Konflik yang dampaknya paling besar memang adalah konflik yang melibatkan orangtua sebagai orang yang umumnya berperan paling penting dalam perkembangan hidup anak. Konflik-konflik tersebut akan merampas waktu yang sebenarnya penting untuk perkembangan anak. Selain itu, konflik semacam ini akan menimbulkan tekanan psikologis pada anak. Kedua hal ini selanjutnya akan berpotensi mendorong anak melakukan berbagai perilaku tidak adaptif.
Antisipasi
Untuk mengantisipasi hal ini, yang dapat dilakukan oleh orangtua antara lain:
- Sesulit apapun, tetap memberikan waktu untuk anak
Waktu untuk anak adalah kunci pertama. Mungkin banyak orangtua yang berpikir bahwa segala kerja keras dengan menghabiskan waktu setiap harinya adalah untuk kepentingan anak. Akan tetapi, jika dilihat secara lebih mendalam lagi, bukan itu yang lebih dibutuhkan anak. Anak lebih membutuhkan waktu bersama dengan orangtua. Materi dan uang memang penting bagi anak, namun lebih penting adalah melewati banyak waktu bersama orangtua yang dia sayangi. Bersama dengan kedua orangtuanya anak akan merasa lebih aman dan lebih percaya diri menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Dia tidak perlu lagi mencari sandaran yang bisa saja menjerumuskannya karena sandaran yang paling aman dan tidak akan menjerumuskan dirinya sudah dia temukan, kedua orangtuanya sendiri
- Menjaga keterhubungan dengan anak hari demi hari
Selalu bersama dengan anak adalah hal yang paling ideal. Meskipun demikian, orangtua bisa saja menghadapi situasi sulit karena banyaknya waktu yang harus dialokasikan bagi pekerjaannya. Dalam kasus semacam ini, selain tetap harus menyediakan waktu untuk anak di sela-sela kesibukannya dan tentunya juga diikuti kelelahan fisik yang dialaminya, orangtua perlu tetap menjaga keterhubungan dengan anak. Hal ini dapat dilakukan lewat ngobrol dengan anak, mendengarkan apa yang dilakukan anak hari itu, atau dapat juga dengan orangtua yang juga bercerita mengenai kehidupannya hari itu. Secara praktis hal ini dapat dilakukan secara rutin misalnya saat makan malam bersama dan kemudian dapat lebih intensif lagi saat week end. Haruslah dihindari kesan mengawasi bahkan mencari-cari kesalahan anak saat melakukan obrolan bersama anak.
- Mewaspadai para “perampas waktu”
Selain kesibukan orangtua dan juga anak, orangtua perlu mewaspadai hal-hal yang dapat merampas waktu orangtua dan anak. Mereka di masa lalu adalah radio atau televisi. Saat ini, “perampas waktu” yang sangat sulit disaingi adalah penggunaan internet lewat berbagai medianya seperti komputer, gadget, smartphone, dsb. Alat-alat ini memang ada gunanya namun jika digunakan secara berlebihan menjadi berbahaya. Mereka saat ini bisa masuk begitu dekat bahkan dalam privasi kehidupan kita. Saat bekerja, di jalan, bahkan saat akan tidur dan bangun tidur merekalah benda-benda yang banyak dicari. Orangtua dan anak bisa saja ada dalam satu ruangan secara fisik namun perhatian masing-masing adalah pada gadget atau smartphone di tangan masing-masing. Jika diperlukan, orangtua bisa membuat aturan untuk tidak menggunakan peralatan tersebut di waktu-waktu tertentu untuk menjaga kualitas relasi anak dan orangtua
Y Heri Widodo, M.Psi, Psikolog
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Pemilik Taman Bermain dan Belajar Kerang Mutiara Yogyakarta
Advertisement