Liputan6.com, Jakarta 10 November dikenal sebagai Hari Pahlawan Nasional di Indonesia. Pahlawan, bukan sekedar mereka yang berperang menggunakan bambu runcing saja, namun lebih dari itu Pahlawan adalah sosok yang mampu membawa perubahan kepada banyak orang.
Di bidang kesehatan, banyak sekali sosok yang layak disebut sebagai Pahlawan. Berkat jasa dan tindakan yang telah mereka lakukan untuk bangsa Indonesia, wajar bila nama mereka patut untuk dikenang.
Berikut daftar nama-nama Pahlawan di bidang kesehatan yang berhasil tim Health-Liputan6.com kumpulkan dari berbagai sumber pada Senin (10/11/2014);
Siwabessy
1. Prof. Dr. Gerrit A. Siwabessy
Pria kelahiran Desa Ullath, Pulau Saparua, pada 19 Agustus 1914 merupakan lulusan Sekolah Kedokteran NIAS di Surabaya pada 1942. Selepas itu, Siwabessy ditempatkan pada rumah sakit Siampang di Surabaya pada bagian radiologi sampai 1945.
Pria yang pada zaman Jepang sempat dianiaya dan hampir meninggal dunia, dipercayai menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia selama 8 tahun, sejak 25 Juli 1966 sampai 28 Maret 1973. Jabatan ini diemban oleh dia selama empat periode, Kabinet Ampera I, Ampera II, Pembangunan I, dan Pembangungan II.
Siwabessy layak disebut sebagai Pahlawan. Sebab, setelah mendalami ilmu Radiologi dan Kedokteran Nuklir di London University pada 1949, lalu diangkat sebagai Kepala Bagian Radiologi (Ilmu Sinar) di RSCM pada 1962, Siwabessy mendirikan Sekolah Asisten Rontgen di RSCM, melatih para dokter penyakit paru-paru, mengatur dan membina sejumlah kegiatan klinis dalam bidang radiologi di rumah sakit pemerintah maupun swasta.Â
Advertisement
Abdulrachman Saleh
2. Abdulrachman Saleh
Pria yang menamatkan pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School), MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middelbare School), STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen) merupakan sosok dokter yang mendalami pengetahuan ilmu faal. Karena ilmu faal yang dikembangkan oleh Abdulrachman Saleh diterima dengan baik, maka pada 5 Desember 1958 Universitas Indonesia menetapkan dia sebagai Bapak Ilmu Faal di Indonesia.
Meski seorang dokter, tapi dia mampu menciptkan satu pemancar yang dinamakan Siaran Radio Indonesia Merdekat, yang berfungsi untuk menyiarkan seluruh berita mengenai Indonesia terutama tentang proklamasi Indonesia, dan dapat didengar hingga mancanegara.
Pada 11 September 1945, anak dari Mohammad Saleh turut berperan dalam mendirikan Radio Republik Indonesia.
Sardjito
3. Prof. Dr. Sardjito
Rektor pertama Universitas Gadja Mada (UGM) patut disebut sebagai Pahlawan. Sebab, semasa hidupnya Sardjito merupakan perintis lahirnya Palang Merah Indonesia.
Semasa perang dahulu, Sardjito berupaya sekuat tenaga agar ketersedian obat-obatan dan vitamin bagi para prajurit atau tentara Indonesia selalu terpenuhi. Bahkan, pria kelahiran 13 Agustus 1889 di Desa Purwodadi, Magetan, Jawa Timur, sempat mendirikan pos kesehatan tentara di Yogyakarta dan sekitarnya.
Kini, namanya telah menjadi nama satu Rumah Sakit (RS) di Yogyakarta.
Advertisement
Hasri Ainun Habibie
4. Hasri Ainun Habibie
Semasa hidup, mendiang Hasri Ainun Habibie membangun bank mata yang memiliki manfaat cukup besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia. Dan tindakan mulia ini mendapat apresiasi begitu besar dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila F Moeloek.
Dalam rangkaian acara Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-50 di Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Kalibata pada Selasa (4/11/2014) lalu, kuburan istri BJ. Habibie ini menjadi pusara pertama yang ditaburi bunga oleh Menkes.
Atas nama Bangsa Indonesia, Menkes mengucapkan terimakasih kepada almarhumah, karena jasa yang begitu luar biasa yang diberikan semasa hidup.
"Meski beliau seorang dokter anak, tapi ketika beliau tidak menjadi istri Presiden lagi, justru membangun bank mata yang bermanfaat besar bagi masyarakat Indonesia," kata Nila.
Dr. Moewardi
5. Dr. Moewardi
Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (RSCM) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pernah ditunjuk sebagai Ketua Umum Barisan Pelopor menggantikan Bung Karno setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Atas perintah Dr. Moewardi, Barisan Pelopor mempersiapkan pelaksanaan Acara Pembacaan Teks Proklamasi yang dilaksanakan di Pegangsaan Timur pada 16 Agustus 1945.
Sempat melawan sejumlah aksi anti pemerintah yang dilancarkan oleh Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang merupakan onderbouw PKI, Dr. Moewardi pun diculik oleh sekelompok orang tak dikenal pada 13 September 1948. Saat diculik, dia tengah melakukan praktik sebagai dokter di RS Jebres, Solo.
Melalui SK Presiden RI no. 190 tahun 1964, beliau dianugrahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Nama beliau kemudian diabadikan sebagai nama rumah sakit di Solo, RSUD DR. Moewardi.
Advertisement