Ini Untungnya Memilah Sampah Organik dan Non Organik

Kalau kita bisa memilahnya dengan baik, setidaknya kita bisa mengurangi sampah hingga 80 persen

oleh Fitri Syarifah diperbarui 16 Mar 2015, 08:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2015, 08:00 WIB
Tumpukan Sampah Menggunung di Waduk Pluit
Tumpukan sampah bercampur dengan eceng gondok menggunung di Waduk Pluit, Jakarta, Jumat (13/2/2015). Sampah tersebut berasal dari warga sekitar.(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Sebagian dari Anda mungkin sering melihat di sekitar ada tempat sampah bertuliskan Organik dan Non Organik. Tapi Anda yakin telah memilahnya dengan benar. Karena sebagian orang menganggap semua sampah sama, saat ini Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengklaim sampah di DKI Jakarta mencapai 6.000-6.500 ton per hari. Mengerikan, bukan?

Menanggapi hal tersebut, Head of Green Comitte Nutrifood sekaligus Head of Marketing Division, Angelique Dewi Permatasari berbagi informasi seputar aspek-aspek yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan termasuk cara memilah sampah yang benar.

"Rata-rata orang menghasilkan sampah 600 gram per hari. 55 persen sampah organik, 15 persen sampah kertas, 15 persen plastik, sisanya kayu, baterai dan lain-lain. Kalau kita bisa memilahnya dengan baik, setidaknya kita bisa mengurangi sampah hingga 80 persen," katanya pada wartawan, ditulis Sabtu (14/3/2015).

Untuk mengetahui mana sampah mana yang bisa diolah kembali atau organik dan yang tidak bisa diolah kembali atau non-organik, ada cara mudah. Pertama, pilah sampah mulai dari yang terurai semisal kulit pisang, dedaunan, kemudian kertas, plastik, botol plastik hingga yang paling sulit terurai yaitu styrofoam. Setelah itu pisahkan sampah organik dan non-organik.

"Kulit pisang, dedaunan dan sampah organik lainnya mudah terurai oleh media tanah. Tapi kalau plastik, butuh waktu 2-5 tahun untuk bisa terurai. Sedangkan botol plastik yang memiliki polimer tebal membutuhkan waktu hingga puluhan tahun. Dan yang paling parah, styrofoam yang baru terurai 500 tahun," jelasnya.

Lantas, apa yang harus dilakukan? menurut Anglique, untuk mengurangi sampah, kita bisa mengkompos sampah organik kita sendiri. Sedangkan sampah non organik seperti plastik dapat diberikan kepada pemulung untuk diolah kembali. Dan yang paling penting adalah perubahan pola pikir.

"Kurangnya sosialisasi pemilahan sampah membuat masyarakat sering keliru. Biasanya sampah yang sudah dipilah organik atau non organik ketika diberikan kepada tukang sampah disatukan kembali. Ini juga salah satu kendala. Pola pikir kita masih belum banyak berubah seperti negara maju," tukasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya