Liputan6.com, Jakarta Para peneliti Inggris Raya dari University of Bristol memeriksa semua hal ilmiah dari pemanis buatan dalam rangka menentukan secara pasti apakah penggunaannya membantu untuk menekan kalori dan menurunkan berat badan seseorang. Studi yang dipublikasikan dalam International Journal of Obesity ini adalah studi terbesar yang membandingkan asupan pemanis rendah energi ini pada anak-anak dan orang dewasa.
Untuk penelitian ini, para peneliti mempelajari 240 penelitian jangka panjang dan pendek tentang manusia, dan tambahan 90 penelitian pada binatang, yang termasuk juga penggunaan pemanis buatan seperti saccharine, aspartame, sucralose, dan stevia. Beberapa penelitian membandingkan pemanis buatan dengan gula biasa, sementara studi lainnya membandingkan pemanis buatan dengan air putih biasa.
Para peneliti menemukan bahwa ketika pemanis buatan menggantikan gula pada menu diet, anak-anak dan orang dewasa mengalami penurunan kalori dan berat badan. Ketika minuman diberikan pemanis buatan, dan menggantikan asupan air putih, menurut temuan, pemanis buatan mengurangi lebih banyak kalori dan berat badan.
Advertisement
Tim peneliti berkeyakinan ini mengindikasikan bahwa pemanis buatan tidak meningkatkan nafsu makan seseorang, atau keinginan pada gula asli. Rata-rata orang Amerika mengkonsumsi 350 kalori dari tambahan gula, yang mana jumlah tersebut 2 kali jumlah untuk seorang pria, dan 3 kali jumlah untuk wanita dalam hal kadar asupan kalori harian, dil;ansir dari laman Medicaldaily, Jumat (13/11/2015).
Mengurangi beberapa ratus kalori dalam sehari dapat membantu tubuh menuju level tertentu pada penurunan berat badan, namun pemanis buatan telah berada dalam pengawasan ketat selama beberapa dekade terakhir ini. Menurut Harvard School of Public Health, minuman yang menggunakan pemanis buatan dikaitkan dengan meningkatnya risiko diabetes tipe 2, dan telah menunjukkan pengaruh terhadap kemampuan tubuh untuk mengukur seberapa banyak kalori yang dikonsumsi. Beberapa penelitian juga telah menunjukkan pemanis buatan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap otak dibandingkan dengan gula biasa.
"Kami percaya bahwa kami harus mengganti pertanyaan dari, apakah pemanis buatan `baik` atau `buruk`,” ujar penggagas studi, Peter Rogers, seorang profesor dari university of Bristol dalam siaran persnya. "Dan lebih memfokuskan kepada bagaimana pemanis buatan dapat digunakan sebaik-baiknya untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan kesehatan public, seperti pengurangan asupan gula,” tandasnya. (Melodia)