Program EMAS Turunkan Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi

Program Expanding Maternal and Neonatal Survival (Prorgam EMAS) oleh Kementerian Kesehatan RI untuk turunkan angka kematian ibu dan bayi.

oleh Bella Jufita Putri diperbarui 07 Mei 2017, 16:00 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2017, 16:00 WIB
Mengapa Angka Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan Masih Tinggi?
Mengapa Angka Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan Masih Tinggi?

Liputan6.com, Jakarta Peluncuran buku berjudul Bekerja dengan Hati oleh Rumah Sakit Ibu dan Anak Budi Kemuliaan (RSIA BK) merupakan buah kerja selama menjalankan program Expanding Maternal and Neonatal Survival (Program EMAS) yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak 2011 hingga 2016 silam.

Ada lebih dari 20 kisah inspiratif tentang menyelamatkan ibu melahirkan dan bayi baru lahir yang dituangkan oleh tenaga medis di Indonesia. Program EMAS yang didanai oleh United States Agency for International Development (USAID) telah membantu 150 rumah sakit dan 300 puskesmas di enam provinsi dan 30 kabupaten.

"Ada di Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Sumatera. Itu merupakan enam provinsi tertinggi kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir," ujar dr. Dwirani Amelia, Sp.OG dari RSIA BK kepada Health-Liputan6.com, di RSIA Budi Kemuliaan, Gambir, Jakarta Pusat, Minggu (7/5/2017).

Ada tiga sektor yang difokuskan dalam menjalani program EMAS ini, lanjut Dwirani, salah satunya berfokus pada bidang clinical yang tugasnya meningkatkan kualitas pelayanan baik puskesmas dan rumah sakit. Kedua, sektor referral untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi rujukan; serta terakhir, sektor akuntabilitas.

RSIA BK sendiri mencanangkan program pendampingan selama menjalankan program EMAS ini. Sebab menurut Dwirani, pelatihan saja tidak cukup untuk meningkatkan kualitas fasilitas layanan kesehatan, apalagi menurunkan angka kematian ibu dan anak.

"Pelatihan ini, kita belajar bertahun-tahun. Tapi, sudah dilatih begitu, dapat kasus kok enggak bisa juga? Ya karena yang dilatih itu kondisi yang enggak ditemukan setiap hari. Padahal kasus emergensi ibu melahirkan yang jadi gawat itu cuma 15 sampai 20 persen. Jadi banyak karena ketidaksiapan. Akhirnya kita memilih pendampingan untuk berubah (caranya), itu kita menggalinya dari hati," kata Dwirani.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya