Laboratorium, Kunci Penanggulangan Ancaman Kesehatan Bersumber Hewan

Peran kunci untuk melindungi Indonesia dari wabah penyakit infeksi baru yang berasal dari hewan terletak juga pada laboratorium.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 07 Nov 2018, 14:00 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2018, 14:00 WIB
Peneliti Laboratorium
Ilustrasi Foto Peneliti (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Peran kunci untuk melindungi Indonesia dari wabah penyakit infeksi baru yang berasal dari hewan terletak juga pada laboratorium.

"Karena sifatnya ini adalah penyakit infeksi yang baru muncul, untuk menentukan apakah seseorang benar-benar menderita penyakit itu, harus konfirmasi terlebih dulu ke laboratorium," kata DR Siswanto MPH DTM pada acara The 5th Global Health Security Agenda (GHSA) di Bali Nusa Dua Convention Center 2 pada Rabu, 7 November 2018.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mencontohkan, saat jamaah haji atau umrah diketahui mengalami batuk-batuk yang disertai panas tinggi sebelum tiba di tanah air, pihak bandara boleh menaruh curiga bahwa pasien tersebut bisa jadi terkena MERS-CoV atau flu unta.

"Untuk menentukan orang tersebut flu unta atau tidak, perlu dicek laboratorium dengan pemeriksaan PCR," kata dia menjelaskan.

PCR atau reaksi berantai polimerase, terang Siswanto merupakan teknik atau metode untuk menggandakan (memperbanyak) DNA,"Gunanya, untuk memastikan itu benar-benar MERS-CoV."

Sehingga menurut Siswanto peran laboratorium sangat penting untuk menangani ancaman penyakit yang baru muncul tersebut. Sebagai garda terdepan dalam menjaga keselamatan hayati (BioSecurity), diperlukan penguatan simpul-simpul laboratorium.

"Dan di dalam simpul laboratorium di Indonesia ini, laboratorium rujukan penyakit infeksi berada di bawah Litbangkes Kesehatan," kata Siswanto.

 

Pembinaan Laboratorium

Tempat yang disebut dengan laboratorium penyakit infeksi, yang terletak di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, turut melakukan pembinaan terhadap laboratorium-laboratorium yang ada di provinsi. "Termasuk juga laboratorium rumah sakit, dan di beberapa fakultas," ujarnya.

Lebih lanjut, kebanyakan penyakit yang baru muncul itu berada di risiko 3 atau sifatnya berisiko tinggi, Siswanto mengatakan, harus menggunakan laboratorium yang standar penanganannya dalam menanggulangi permasalahan tersebut.

"Risiko 3 itu, meskipun risikonya tinggi tapi sebenarnya masih ada obatnya, seperti MERS-CoV, flu burung, dan SARS," kata dia.

Sementara Ebola, masuk ke dalam risiko empat, yang artinya belum ditemukan obatnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya