Liputan6.com, Jakarta Permasalahan asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tak dimungkiri bisa mencapai negara tetangga sebelah, yakni Malaysia dan Singapura. Bagi warga Singapura yang biasa menghirup udara segar, asap karhutla tentu mengganggu.
Namun, poin yang perlu diperhatikan adalah dampak asap karhutla itu menyasar penduduk setempat. Sebagian masyarakat pun mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Baca Juga
"Yang paling menderita dari asap kebakaran hutan itu ya penduduk setempat. Bukan masyarakat Singapura dan Malaysia," ujar Advisor Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Program Kebakaran Hutan dan Lahan Dedi Hariri dalam diskusi "Ongkos Kesehatan dari Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan 2019" di Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Advertisement
Walaupun begitu, Dedi mengakui, permasalahan asap memang ikut memengaruhi hubungan diplomatik antarnegara. Ada persetujuan terkait kabut asap lintas batas yang sudah diratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dalam persetujuan kabut asap lintas batas, Indonesia berkomitmen meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan kabut asap lintas batas, terutama pada musim kemarau. Salah satu upaya yang dilakukan yakni pengelolaan lahan gambut agar tidak mudah terbakar dengan membuat sekat kanal.
Sekat kanal itu berfungsi mengatur tata kelola air dan kelembapan kawasan gambut. Cara ini untuk mengendalikan kebakaran.
Tren Kebakaran Hutan
Dedi menambahkan, tren karhutla termasuk unik. Pertama, karhutla terjadi setiap tahun dalam skala yang bervariasi.
"Kedua, karhutla yang terjadi pada musim kemarau musim menjadi fokus utama publik. Sementara itu, saat musim hujan, publik seakan lupa dengan karhutla," tambahnya.
Ketiga, aspek pengendalian dan penekanan penanggulangan yang lebih diprioritaskan. Aspek pencegahan kadangkala tertinggal.
"Padahal, aspek pencegahan itu yang paling murah, mudah, dan efektif dilakukan," Dedi melanjutkan.
Advertisement