Balitbang Kemenkes: Penelitian Bajakah untuk Obat Kanker Masih Sangat Awal

Kayu bajakah sudah digunakan masyarakat untuk pengobatan tradisional tapi masih butuh penelitian panjang untuk membuktikan bisa jadi obat kanker.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 16 Agu 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2019, 13:00 WIB
20160205-Kanker Paru Paru-iStockphoto
Ilustrasi Kanker Paru Paru (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia turut berkomentar mengenai kayu Bajakah yang diklaim mampu menyembuhkan kanker.

Kepala Balitbang Kemenkes Siswanto mengatakan bahwa penelitian kayu Bajakah sebagai obat kanker masih sangat awal.

"Langkah pengembangan berikutnya masih panjang dan harus urut," kata Siswanto ketika dihubungi Health Liputan6.com, ditulis Jumat (16/8/2019).

Siswanto mengatakan, untuk mengetahui bajakah mampu menghambat sel kanker, harus terlebih dulu dicari bahan kimia aktif yang berperan dalam proses tersebut. Kemudian, zat aktif tersebut haruslah diisolasi dan harus dilakukan uji in-vitro terhadap sel kanker.

Tahap berikutnya adalah menguji bahan aktif penghambar kanker itu dalam percobaan pada hewan yang diberikan kanker. Jika berhasil, barulah peneliti boleh melakukan uji klinis pada manusia.

"Untuk uji pada manusia, harus gandeng industri farmasi, supaya bahan uji diproduksi secara CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Baru lakukan uji fase satu, uji farmakokinetik dan farmakodinamik," Siswanto menambahkan.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Uji Klinis Manusia Harus Gandeng Perusahaan Farmasi

Kayu Bajakah yang diklaim mampu menyembuhkan kanker
Kayu Bajakah yang diklaim mampu menyembuhkan kanker (Tangkapan Layar Liputan6.com)

Setelah uji klinis pada manusia pun penelitian belum selesati. Jika sudah terbukti terdistribusi menuju jaringan dan mampu menghambat kanker, uji klinis memasuki tahap kedua. Gunanya adalah untuk pembuktian efikasi pada sampel pasien kanker dengan jumlah terbatas.

"Setelah uji fase dua terbukti, baru masuk uji fase tiga untuk melihat efektivitas pada jumlah pasien yang lebih banyak. Kalau fase tiga sudah lolos, barulah bisa diproduksi secara ekonomi untuk dimintakan izin edar BPOM," Siswanto menjelaskan.

Lebih lanjut, Siswanto mengakui bahwa bajakah memang dipakai untuk berbagai keperluan, termasuk pengobatan tradisional.

"Bajakah dalam bahasa Dayak artinya akar-akaran. Jadi bajakah bukan nama spesies tanaman. Bajakah atau akar-akaran secara indigenous dipakai untuk berbagai keperluan, termasuk pengobatan secara tradisional," ujarnya.

"Kami tidak tahu Bajakah spesies yang mana yang diteliti dua siswa SMA yang menang di Korea Selatan itu."

Maka dari itu, Siswanto meminta masyarakat untuk tidak secara beramai-ramai mengonsumsi bajakah untuk mengobati kanker. Sementara bagi pasien, diminta untuk tetap berkonsultasi dengan dokter yang sudah ahli di bidangnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya