Dokter Mulai Batasi Penggunaan Ventilator pada Pasien Covid-19, Kenapa?

Beberapa dokter saat ini mempertimbangkan untuk membatasi ventilator pada pasien virus corona COVID-19. Kenapa?

oleh Fitri Syarifah diperbarui 09 Apr 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2020, 20:00 WIB
Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Petugas medis dari Provinsi Jiangsu bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Liputan6.com, Jakarta Jika sebelumnya setiap rumah sakit berebut untuk mendapatkan ventilator yang cukup untuk merawat pasien Covid-19, saat ini kebanyakan dokter justru mempertimbangkan untuk membatasi ventilator. Hal tersebut karena beberapa rumah sakit melaporkan tingkat kematian yang sangat tinggi pada pasien Covid-19 dengan ventilator.

Seperti dikutip Foxnews, penggunaan ventilator dilakukan untuk mendorong oksigen ke paru-paru pasien. Namun di ventilator tersebut ada semacam selang yang harus dimasukkan ke tenggorokan dengan benar agar kebutuhan oksigen pasien terpenuhi.

Namun, pasien dengan gangguan pernapasan parah yang dipasangkan ventilator, sekitar 40-50% dari mereka meninggal, menurut para ahli. Di New York saja, kematian pasien Covid-19 yang dipasangkan ventilator hampir mencapai 80%.

Kematian yang tinggi juga dilaporkan di negara lain, selain Amerika. Salah satunya Inggris yang mencapai 66%, sedangkan pada studi kecil di Wuhan, mencapai 86% orang meninggal.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Penyebab kematian

FOTO: Melihat Alat Pendukung Perawatan Pasien di RS Darurat COVID-19
Petugas memeriksa alat pendukung perawatan pasien virus corona COVID-19 di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Minggu (22/3/2020). RS Darurat Penanganan COVID-19 dilengkapi dengan ruang isolasi, laboratorium, radiologi, dan ICU. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Penyebab kematian masih belum jelas, bisa karena kondisi kesehatan pasien sebelumya (bawaan), atau karena keparahan kondisi pasien hingga akhirnya dipasangkan ventilator.

Namun ada pula ahli medis yang berspekulasi jika pemasangan ventilator kemungkinan akan memperburuk keadaan beberapa pasien karena memicu atau memperparah reaksi sistem imun tubuh.

Beberapa minggu yang lalu, di New York, pasien Covid-19 yang datang dalam keadaan sakit parah dipasangkan ventilator agar ia tetap bernapas. Tetapi pada umumnya, para dokter memilih alternatif lain.

"Jika kami dapat membuat pasien membaik tanpa perlu mengintubasi, hasilnya mungkin akan lebih baik," kata Habboushe, menenangkan mereka yang tidak memiliki ventilator yang mamadai.

Terdapat laporan yang tersebar luas jika pasien Covid-19 yang dipasang ventilator dirawat lebih lama daripada pasien lainnya. Misalnya pada pasien dengan pneumonia, mungkin menggunakan ventilator tidak lebih dari sehari atau dua hari, sedangkan pasien Covid-19 menggunakan ventilator selama 2 minggu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya