Epidemiolog UI: Kasus Positif COVID-19 di Indonesia Bisa Capai 500 Ribu pada Akhir Tahun

Tarik rem yang dilakukan Anies Baswedan guna mencegah penularan COVID-19 seharusnya bisa berjalan efektif

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 14 Sep 2020, 13:54 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2020, 10:00 WIB
FOTO: Pemprov DKI Bagi Sif Kerja di Masa PSBB Transisi
Suasana jam pulang kerja di jalur pedestrian kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (22/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan perubahan sif kerja dengan waktu jeda tiga jam, yaitu pukul 07.00-16.00 pada sif pertama dan pukul 10.00-19.00 pada sif kedua. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Syahrizal Syarif tertawa saat menanggapi soal Anies Baswedan yang mengetatkan PSBB atau pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar di DKI Jakarta.

"Paling dampaknya 50 persen. Yang lalu saja penurunnya sedikit, enggak banyak," kata Syahrizal.

"Saya pikir biar kelihatan saja. Kalau nanti angkanya tak terkendali, Pak Anies bilang 'Saya sudah terapkan PSBB tapi masyarakatnya tidak disiplin'. Biar ada alasan saja bahwa dia sudah melakukan sesuatu," kata Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) saat dihubungi Health Liputan6.com pada Kamis, 10 September 2020.

Menurut Syahrizal, jika benar-benar serius ingin menurunkan kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta, Anies harus memastikan bahwa seluruh warganya taat menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan cuci tangan.

"Yang paling pokok saat ini adalah kita kan menunggu vaksin COVID-19. Vaksin itu kalau diterapkan di 70 persen populasi saja, bisa melindungi seluruh populasi," katanya.

"Sebetulnya, kalau saat ini masyarakat (80 sampai 90 persen populasi) bisa dipaksa menggunakan masker dan jaga jarak, daya perlindungannya akan sama," Syahrizal menekankan.

 

Simak Video Berikut Ini

Infografis Kasus COVID-19 di DKI Jakarta

Infografis Jakarta Tertinggi se-Indonesia Kasus Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jakarta Tertinggi se-Indonesia Kasus Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Pakai Masker dan Jaga Jarak Punya Efek yang Sama Kayak Vaksinasi

Banner Infografis Pembukaan Mal Vs Tingginya Kasus Covid-19 di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Banner Infografis Pembukaan Mal Vs Tingginya Kasus Covid-19 di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)

Syahrizal, menjelaskan, menggunakan masker dan menjaga jarak punya efek yang sama seperti vaksinasi,"Kalau vaksin biologik, kalau pakai masker dan jaga jarak ini kekebalan sosial.".

Oleh sebab itu, Anies harus bisa menjamin seluruh warga di DKI Jakarta punya dan pakai masker saat harus keluar dari rumah.

Anies, kata Syahrizal, harus menggandeng tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk mengampanyekan pakai masker dan jaga jarak, meskipun tindakan ini terlambat.

"Kalau PSBB sebelumnya portal-portal ditutup, sekarang di setiap portal ada spanduk besar berisi ajakan memakai masker dan jaga jarak. Semua harus ikut kampanye," katanya.

"Termasuk paslon yang ikut Pilkada. Ini bisa dijadikan tema sebenarnya 'Menyelamatkan Indonesia Dari COVID-19'. Temanya satu itu saja," ujarnya.

Alasan Syahrizal mengimbau Anies untuk melakukan kampanye pakai masker, lantaran masih ada 11 sektor yang diizinkan beroperasi. Itu berarti masih ada pergerakan manusia di DKI Jakarta.

"Jadi, yang berada di luar harus dipastikan, kalau bisa 90 persen mereka yang berada di luar betul-betul pakai masker," katanya.

"Kampanye 3M bolehlah, tapi yang paling pokok adalah jaga jarak dan pakai masker," ujarnya.

 

Pasien Positif COVID-19 Gejala Ringan Sebaiknya Jangan Isolasi Mandiri di Rumah

Wisma Atlet
Wisma Atlet Kemayoran disulap menjadi RS Darurat Penanganan COVID-19. (Dok Kementerian PUPR)

Selain itu, Syahrizal, mengatakan, sebaiknya pasien positif COVID-19 dengan gejala ringan sekalipun agar ditempatkan di pusat karantina saja, jangan lagi isolasi mandiri di rumah.

Isolasi mandiri di rumah justru memperbesar peluang terjadinya klaster penularan COVID-19 di keluarga.

"Kalau kata Pak Anies kapasitas rumah sakit sangat berat, ya memang sangat berat," katanya.

Kalau langkah itu tidak dilakukan, lanjut Syahrizal, kasus positif COVID-19 di Indonesia bisa mencapai 500ribu pada akhir tahun.

"Sebetulnya itu bukan prediksi matematika, tapi prediksi sederhana saja bahwa saat ini setiap 15 hari kita akan mendapatkan 50ribu kasus baru. Dalam tiga bulan ke depan kita akan dapat 300ribu kasus baru," katanya.

Syahrizal, menekankan, angka-angka itu bukan prediksi matematika yang canggih, melainkan perhitungan sederhana yang bahkan bisa diketahui hanya dengan logika saja.

"DKI Jakarta harus menerapkan sanksi yang bikin jera. Kita kalau jalan di pinggiran DKI, banyak yang nggak pakai masker. Harus ada denda yang bikin jera," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya