Cegah Penyalahgunaan Antibiotik, Pasien Harus Bertanya dan Dokter pun Wajib Jelaskan

Dokter dan apoteker punya kewajiban untuk menjelaskan obat yang diberikan kepada pasien, selain itu, pasien juga harus bertanya mengenai obat yang diterimanya, termasuk apakah itu antibiotik atau bukan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 20 Nov 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2020, 09:00 WIB
Amoxylin
Ilustrasi pil antibiotik jenis amoxylin. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Penyalahgunaan antibiotik dapat menimbulkan ancaman bakteri resistensi antimikroba di masa depan. Untuk itu, pasien dan dokter haruslah saling mengkomunikasikan soal pengobatan yang diterima ketika berobat.

"Dulu kita selalu mendengar bahwa dokter itu anti kalau ditanya, tetapi sekarang pasien sebagai konsumen malah harus bertanya kepada dokternya," kata Nani Widodo, Kepala Sub Direktorat Pelayanan Medik dan Keperawatan, Direktorat Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Dalam temu media virtual pada Rabu (19/11/2020), Nani mengatakan bahwa pasien saat ini harus berani untuk bertanya mengenai pengobatan apa yang diterima untuk menangani penyakitnya, salah satunya terkait pemberian antibiotik.

"Dokter pun juga harus memberikan informasi tersebut. Tidak boleh tidak mau bicara, setelah menulis resep pasien disuruh keluar, sudah tidak laku dokter seperti itu," kata Nani.

Terkait pemberian antibiotik, dokter pun diminta untuk menjelaskan dengan baik kepada pasien soal hal tersebut. "Kalau dokternya tidak menjelaskan, kita sebagai pasien harus bertanya," kata Nani.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Kewajiban Apoteker untuk Menjelaskan

Ilustrasi Apotek
Ilustrasi Apotek (pixabay.com)

Selain itu, pasien pun juga harus bertanya kepada apoteker ketika melakukan pengambilan resep di apotek.

"Mereka pun punya kewajiban untuk menjelaskan obat yang diberikan oleh dokter tersebut. Bagaimana cara pemakaiannya atau berapa hari harus dihabiskan," kata Nani.

Berbagai penyalahgunaan antibiotik di masyarakat sendiri berkontribusi pada meningkatnya risiko resistensi antimikroba.

"Bisa jadi penggunaan antimikroba yang tidak tepat bisa disebabkan karena pemberian resep yang berlebihan, jadi mestinya antibiotik itu diberikan sesuai dengan indikasi, tetapi diberikan secara berlebihan," katanya.

"Atau resep antibiotiknya diberikan untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya bukan penyakit karena bakteri," ujarnya.

Ia menambahkan, tidak diselesaikannya pengobatan oleh pasien karena dirasa sudah sembuh, juga dapat meningkatkan risiko resistensi antimikroba.

Yang tak kalah penting, meski saat ini sudah banyak berkurang karena gencarnya kampanye, masyarakat yang membeli antibiotik tanpa resep secara bebas juga dapat meningkatkan risiko resistensi antimikroba.

"Saat ini teman-teman dari farmasi sudah giat juga, sehingga penggunaan antibiotik tanpa resep sudah jauh berkurang walaupun mungkin masih ada di beberapa tempat."

INFOGRAFIS: Deretan Kandidat Obat Covid-19

INFOGRAFIS: Deretan Kandidat Obat Covid-19
INFOGRAFIS: Deretan Kandidat Obat Covid-19
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya