Liputan6.com, Jakarta Burnout atau kelelahan kronis menjadi salah satu masalah bagi kesehatan mental, yang berisiko dialami di masa pandemi COVID-19.
Liza Marielly Djaprie, psikolog klinis dan hipnoterapis menjelaskan bahwa burnout bukanlah gangguan kesehatan jiwa. Namun, kondisi itu jika dibiarkan bisa memicu gangguan psikologis.
Baca Juga
"Siapa pun pasti pernah mengalami burnout," kata Liza dalam sebuah diskusi virtual dari Graha BNPB beberapa waktu lalu, ditulis Rabu (24/2/2021).
Advertisement
Ia menambahkan, burnout tidak selalu berkaitan dengan kondisi bekerja.
"Ibu rumah tangga yang di rumah saja, tapi karena terus mengalami tumpukan tanggung jawab yang tidak selesai-selesai, merasa tidak punya support system, dia merasa lelah, capek, bosan, bisa mengalami burnout," kata Liza.
Bahkan, seseorang bisa mengalami kelelahan kronis dengan pasangannya.
"Jadi, burnout itu adalah kondisi dimana ada satu keadaan masalah yang tidak selesai-selesai, tanggung jawab datang terus, dan kita tidak mampu mengolahnya dengan baik, sehingga tercapailah kelelahan kronis tersebut."
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Gejala Burnout
Liza mengatakan, gejala burnout bisa terlihat baik dari segi fisik, emosi, hingga perilaku.
Dari segi fisik, gejala kelelahan kronis seperti mudah sakit-sakitan atau daya tahan tubuh menurun. Liza mengatakan, masalah yang sering dikeluhkan mulai dari sakit kepala, sakit perut, hingga nyeri tulang.
Masalah fisik lain yang juga kerap dikeluhkan saat burnout adalah sakit pada tengkuk yang mengeras. Hal ini disebabkan oleh otot yang tertarik saat seseorang berpikir keras terus menerus.
"Dari sisi emosi biasanya jadi meledak-ledak. Tidak hanya marah tetapi juga bisa menangis tiba-tiba, sensitif, atau tiba-tiba takut tetapi tidak jelas takutnya kenapa," kata Liza.
Sementara dari sisi perilaku, masalah burnout dapat membuat seseorang menjadi menarik atau mengisolasi diri dari orang lain, serta kehilangan minat pada hobinya.
Advertisement