Liputan6.com, Jakarta - Gangguan tidur dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan kebugaran. Salah satunya adalah obstructive sleep apnea (OSA), yaitu gangguan fungsi pernapasan yang terus-menerus selama tidur.
Berdasarkan sebuah rilis yang dikeluarkan World Sleep Society, obstructive sleep apnea dialami sekitar empat persen dari populasi orang dewasa. Gangguan tidur ini disebabkan oleh penyumbatan saluran pernapasan bagian atas.
Baca Juga
Hal tersebut dapat terjadi karena faktor-faktor seperti lidah yang besar, jaringan ekstra, atau penurunan tonus otot yang menahan jalan nafas terbuka.
Advertisement
Setiap jeda pernapasan dapat berlangsung dari 10 detik hingga lebih dari satu menit dan disertai dengan penurunan oksigen. Frekuensi jeda pernapasan terjadi sekitar lima hingga 50 kali atau lebih setiap jam. Hal ini membuat jantung tegang dan dapat menyebabkan sejumlah kondisi kesehatan yang serius.
Dalam jangka pendek, OSA menyebabkan kantuk dan kelelahan di siang hari. Namun, pada kasus yang ekstrem Obstructive Sleep Apnea dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, dan diabetes.
Simak juga video berikut
Perlu segera ditangani
Mengingat bahwa komorbiditas pasien OSA sama dengan pasien COVID-19, sangat penting untuk memastikan pasien OSA menerima terapi continous positive airway pressure atau CPAP yang efektif jika dihadapkan dengan infeksi COVID-19.Â
CPAP umum dilakukan dalam penanganan pasien OSA. Pada kasus tertentu dokter dapat melakukan pembedahan untuk mengangkat jaringan yang berlebihan di orofaring.
Mengatasi gangguan tidur OSA dapat meningkatkan kualitas tidur yang pada akhirnya mengembalikan kesehatan fisik dan mental. Studi terbaru menunjukkan bahwa hormon tidur melatonin bermanfaat untuk menurunkan stres oksidatif, peradangan, dan respon imun.
Â
Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi
Advertisement