Tes Antibodi Usai Vaksinasi COVID-19, Perlukah?

Kemenkes mengatakan bahwa masyarakat tak perlu melakukan tes antibodi secara mandiri usai vaksinasi COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 13 Mei 2021, 13:00 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2021, 13:00 WIB
FOTO: Puskesmas di Jakarta Mulai Lakukan Vaksinasi Virus Corona COVID-19
Dokter memeriksa kondisi seorang wanita sebelum melakukan vaksinasi virus corona COVID-19 produksi Sinovac di Puskemas Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (14/1/2020). Sejumlah Puskesmas di Jabodetabek mulai melakukan vaksinasi COVID-19 pada hari ini. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak merekomendasikan masyarakat umum dan tenaga kesehatan untuk melakukan tes antibodi secara mandiri usai mendapatkan vaksinasi COVID-19.

Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes mengatakan bahwa pengukuran antibodi yang dilakukan dengan tujuan studi terkait kemanjuran vaksin berbeda dengan tes antibodi yang dilakukan masyarakat.

Dalam konferensi pers daring pada Rabu (13/5/2021), Nadia mengakui bahwa memang banyak masyarakat dan tenaga kesehatan yang melakukan tes antibodi di laboratorium-laboratorium swasta secara mandiri setelah divaksinasi.

"Kami selalu sampaikan bahwa pengukuran antibodi itu berbeda, karena pengukuran pasca pemberian vaksinasi itu belum jadi rekomendasi WHO," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes itu.

"Kedua, belum ada kesepakatan yang menentukan cut off point, berapa angka antibodi yang memberikan proteksi," kata Nadia.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Studi Efektivitas Vaksin Sinovac

Vaksinasi Covid-19 Nakes Lansia Tahap Pertama
Dokter menunjukkan Kartu Vaksinasi Covid-19 usai divaksin di Puskesmas Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (9/2/2021). Vaksinasi Sinovac yang dilakukan secara paralel untuk tenaga kesehatan di atas 60 tahun dilakukan karena mereka rentan tertular virus Covid-19. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Nadia pun merujuk pada hasil kajian cepat yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes terkait efektivitas vaksin Sinovac di kelompok tenaga kesehatan (nakes).

Dalam studi tersebut, dilaporkan bahwa dosis lengkap vaksin COVID-19 Sinovac menurunkan risiko gejala parah hingga 94 persen, 96 persen menurunkan risiko perawatan, dan 98 persen mencegah kematian.

"Ini sudah membuktikan bahwa kita tidak perlu periksa-periksa antibodi. Karena ternyata melalui data yang ada pada nakes yang sudah mendapatkan vaksinasi, efek proteksinya sudah kita bisa lihat," ujarnya.

Menurut Nadia, justru dengan studi pada nakes yang merupakan kelompok paling rentan, vaksin CoronaVac yang efikasinya di Indonesia hanya 65 persen, malah menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi.

"Kita bisa lihat memberikan perlindungan sampai 95 persen. Berarti cuma 5 persen risiko kita untuk menjadi sakit. Bahkan kalau kita berbicara untuk menjadi kejadian yang berat atau kematian malah jauh lebih tinggi," katanya.

Selain itu, Nadia juga menegaskan bahwa pengukuran antibodi terkait efektivitas vaksin sendiri juga berbeda dengan studi untuk melihat berapa lama kadar antibodi dalam tubuh bisa bertahan usai diberikan vaksinasi COVID-19.

Infografis Vaksin Sinovac Boleh Digunakan dan Halal

Infografis Vaksin Sinovac Boleh Digunakan dan Halal. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Vaksin Sinovac Boleh Digunakan dan Halal. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya