Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini peneliti China mempublikasikan hasil temuan terkait efikasi vaksin inaktif (Sinovac dan Sinopharm) untuk melawan varian Delta di Guangzhou.
Penelitian berjudul Efficacy of Inactivated SARS-CoV-2 Vaccines Against the Delta Variant Infection in Guangzhou: A Test-Negative Case-Control Real-World Study menunjukkan bahwa vaksin Sinovac dan Sinopharm efektif terhadap varian Delta.
Hasil penelitian, menunjukkan, kedua vaksin inaktif 59,0 persen dapat mencegah COVID-19 bergejala, 70,2 persen mencegah COVID-19 gejala sedang, dan 100 persen mencegah COVID-19 gejala berat.
Advertisement
Baca Juga
Vaksin Sinovac yang digunakan pada penelitian tersebut sebanyak 61,3 persen dan Sinopharm sebanyak 27,5 persen.
Penelitian Lain Terkait Efektivitas Vaksin Sinovac dan Sinopharm Dalam Melawan Varian Delta
Selain penelitian di atas, ada pula satu penelitian lain yang menunjukkan efektivitas vaksin Sinovac dan Sinopharm dalam melawan varian Delta.
Penelitian tersebut berjudul Effectiveness of Inactivated COVID-19 Vaccines Against COVID-19 Pneumonia and Severe Illness Caused by the B.1.617.2 (Delta) Variant: Evidence from an Outbreak in Guangdong, China.
Penelitian yang dipublikasikan pada 5 Agustus 2021 di laman papers.ssrn.com menunjukkan bahwa efektivitas vaksin Sinovac dan Sinopharm mencapai 69.5 persen dalam mencegah pneumonia akibat COVID-19. Serta, 100 persen mencegah COVID-19 gejala berat.
Peneliti juga menuliskan persentase vaksin Sinovac dan Sinopharm yang digunakan pada penelitian tersebut. Yakni, Sinovac sebanyak 51,29 persen dan Sinopharm sebanyak 48,69 persen.
Advertisement
Sebelumnya
Sebelumnya, Ahli Epidemiologi di Griffith University Australia, Dicky Budiman menyampaikan bahwa pada tingkat tertentu vaksin Sinovac memiliki keefektifan terhadap varian Delta.
“Kami masih melihat banyak (petugas kesehatan) bertahan hidup dan memiliki gejala ringan. Ini memberi kami keyakinan bahwa sampai tingkat tertentu Sinovac memiliki keefektifan terhadap varian baru, itulah sebabnya kami merekomendasikan orang untuk mendapatkannya,” kata Dicky yang bekerja sama dengan LaporCovid-19 mengutip South China Morning Post, Jumat (20/8/2021).
Salah satu pendiri LaporCovid-19 Irma Hidayana mengatakan diperlukan lebih banyak verifikasi data karena perbedaan regional. Namun, sebagian besar kematian terjadi di daerah yang juga memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi untuk petugas kesehatan.
Sayangnya, pada Rabu (7/7), ilmuwan utama dalam uji coba vaksin Sinovac China di Indonesia, Novilia Sjafri Bachtiar, telah meninggal karena dugaan infeksi COVID-19.
Ketidakpastian terhadap efikasi dan efektivitas vaksin inaktif tersebut kemudian terjawab oleh dua penelitian di atas.
Infografis Perbandingan Vaksin COVID-19 Sinovac dengan AstraZeneca
Advertisement