[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Pandemi, PHEIC dan Bagaimana Akhir Pandemi

Mengenai transisi pandemi menjadi endemi COVID-19, berikut tiga hal yang penting untuk dipahami.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 11 Mar 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2022, 16:00 WIB
Prof Tjandra Yoga Aditama, Varian Omicron, Omicron
Penulis 'Omicron, Penularan di Masyarakat dan Kombinasi Berbagai Mutasi' adalah Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit Kemenkes RI (Foto: Dokumen Pribadi Prof Tjandra Yoga Aditama)

Liputan6.com, Jakarta Mengenai pemberitaan pandemi COVID-19 dan transisi menjadi endemi, maka ada tiga hal yang dapat disampaikan.

Pertama adalah pengertian Pandemi. “Pan” artinya adalah semua, atau setidaknya banyak. Jadi, pandemi COVID-19 artinya ada epidemi di banyak sekali negara di dunia. Karena menyangkut situasi di banyak negara maka yang menyatakan pandemi adalah badan dunia (dalam hal ini World Health Organization/WHO), tidak mungkin satu dua atau beberapa negara saja.

Contohnya, Pandemi COVID-19 dinyatakan oleh Direktur Jenderal WHO Dr Tedros pada 11 Maret 2020. Sebelum ini, Pandemi H1N1-2009 yang dinyatakan bermula pada 11 Juni 2009 juga oleh Direktur Jenderal WHO ketika itu, Dr Margaret Chan.

Kedua, seperti juga memulai maka pernyataan pandemi selesai juga akan dinyatakan oleh Direktur Jenderal WHO.

Contohnya, pada 10 Agustus 2010 Dirjen WHO Margaret Chan menyatakan dunia sudah memasuki masa pasca pandemi H1N1-2009. Istilah yang digunakan ketika itu untuk menyatakan pandemi selesai adalah dunia memasuki periode pasca pandemi (post pandemic period), bukan mengatakan dunia sudah endemi.

Nanti, kalau pandemi COVID-19 sudah usai maka akan ada lagi pernyataan resmi dari Direktur Jenderal WHO sesuai keadaan dunia ketika itu, yang kita belum tahu kapan akan terjadi, dan kita belum tahu istilah apa yang akan digunakan nanti. Apakah 1) pandemi COVID-19 sudah selesai, atau 2) COVID-19 sudah menjadi endemi, atau mungkin juga 3) dunia memasuki periode pasca pandemi COVID-19

Ketiga, sebelum pandemi maka Dirjen WHO akan menyatakan bahwa suatu penyakit ada dalam status “Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)” yang waktu saya masih bertugas di Kementerian Kesehatan saya terjemahkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMD).

Ada tiga hal juga tentang PHEIC ini. Pertama, PHEIC memang tertera dalam “International Health Regulation (IHR)” yang dipatuhi seluruh anggota WHO, dan keputusannya berdasar kajian “Emergency Committee”.

Kedua, saya pernah menjadi “Emergency Committee” untuk penyakit MERS CoV pada 2013-2015, dan kami waktu itu menyatakan MERS CoV belum memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai PHEIC.

Ketiga, dari PHEIC, “Emergency Committee” yang dibentuk pada Januari 2020 menyampaikan bahwa penyakit yang waktu itu masih bernama 2019-nCOV (sekarang kita kenal sebagai COVID-19) sebagai PHEIC. Hal tersebut secara resmi menjadi pernyataan Dirjen WHO pada 30 Januari 2020.

Keempat, ada beberapa pertimbangan untuk dinyatakan sebagai PHEIC:

1) Suatu penyakit baru, atau setidaknya mikroorganisme penyebabnya adalah varian baru

2) Kasus sudah dilaporkan di dua region WHO atau lebih

3) Penyakitnya cukup berat dan memberi dampak pada kesehatan manusia

 

 

Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Mantan Kabalitbangkes 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya