Dipecat dari IDI, Petisi “Save dr. Terawan dari Sanksi Pemecatan” Kembali Ramai

Muncul petisi Save dr Terawan dari Sanksi Pemacatan

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Mar 2022, 13:34 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2022, 09:15 WIB
Menkes Terawan Tinjau Kondisi Dua Pasien Positif Corona di RSPI Saroso
Menkes Terawan Agus Putranto memberikan keterangan usai menjenguk dua pasien positif terinfeksi Corona di RSPI Prof. DR. Saroso, Sunter, Jakarta, Senin (2/3/2020). Kedua pasien merupakan ibu (64) dan anak (31), kini mereka dirawat di ruangan khusus. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Kabar pemecatan Mantan Menteri Kesehatan Dr dr Terawan Agus Putranto oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memicu reaksi masyarakat.

Seorang warga yang mengaku sempat menjadi pasien Terawan, Mirna Lestari, membuat petisi “Save dr. Terawan dari Sanksi Pemecatan” pada 2018. Petisi ini kembali ditandatangani oleh warganet yang setuju dengan Mirna.

Hingga Senin 28 Maret 2022 pukul 8.25 WIB, petisi ini sudah ditandatangani oleh 21.822 orang, angka ini terus bertambah dalam hitungan detik.

Sebelum kabar pemecatan permanen mencuat, pada 2018 Terawan juga sempat dijatuhi sanksi pemecatan sementara per 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019.

“Beliau dipecat karena dianggap melakukan pelanggaran etika kedokteran karena praktik kedokteran yang dilakukannya,” tulis Mirna dalam keterangan petisi melansir Change.org, Senin (28/3/2022).

“Bukan hanya itu, MKEK PB IDI juga mencabut izin praktiknya yang ditandatangani ketua MKEK IDI Prio Sidipratomo dalam surat PB IDI yang diperuntukkan ke Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Seluruh Indonesia (PDSRI) tanggal 23 Maret 2018.”

Simak Video Berikut Ini

Kesaksian Mirna

Menurut Mirna, salah satu alasan pemecatan Terawan dari IDI pada 2018 adalah pelanggaran kode etik dokter akibat metode cuci otak untuk mengatasi penyumbatan pembuluh darah.

“Metode Cuci Otak untuk mengatasi penyumbatan dalam pembuluh darah sudah teruji secara Ilmiah dan tidak melanggar Kode Etik, metode briliannya sudah menyelamatkan hidup banyak orang termasuk saya,” kata Mirna.

MKEK menduga, dokter yang identik dengan terapi Brain Washing melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA) itu sudah berlebihan dalam mengiklankan diri.

Menurut MKEK, tidak sepatutnya Terawan mengklaim tindakan cuci otak itu sebagai tindakan pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif) stroke iskemik.

Alasan lain yang memperkuat MKEK menjatuhkan sanksi itu karena Terawan melakukan dugaan menarik bayaran dengan nominal yang tidak sedikit.

Selain itu, janji-janji Terawan akan kesembuhan setelah menjalankan tindakan cuci otak (brain washing). Padahal, terapi tersebut belum ada bukti ilmiah atau Evidence Based (EBM), seperti melansir News Liputan6.com.

Komentar Warganet

Petisi ini kemudian mendapat komentar dari warganet yang mengatakan bahwa IDI adalah ormas, bukan lembaga negara dan tidak boleh memberi sanksi tersebut.

“Tidak boleh memberi sanksi yang membunuh saatnya DPR mencabut kewenangan IDI dan menyerahkan kepada Kementerian Kesehatan! Sehingga kewenangan dan ‘pesanan’ kebijakan bisa dicegah.”

Warganet lain pun berkomentar senada terkait pemecatan Terawan. Ia mengemukakan alasan penandatanganan petisi tersebut.

“Dari Nama aja IDI: Ikatan Dokter Indonesia. Harusnya semua yang bergelar dokter, otomatis berada dalam ikatan ini dan tidak bisa dipecat. Kalau tidak setuju dengan cara atau teknik pengobatan, maka cara atau teknik pengobatannya yang dilarang,” katanya.

Ia menambahkan, pemecatan Terawan sepatutnya disertai alasan medis, data medis, bahayanya, efek sampingnya dan hal lain yang menunjang alasan pelarangan.

“Pemecatan dokter dari IDI sudah salah kaprah. Bubarin aja organisasi yang melenceng menjadi penguasa dokter-dokter. Percuma kuliah dan lulus jadi dokter kalau tidak diakui sebagai dokter,” pungkasnya.

Infografis Dr Terawan

Infografis Dr Terawan
Infografis Dr Terawan
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya