Satgas: Kasus COVID-19 di Indonesia Naik tapi Masih Rendah Dibanding Negara Lain

Ketua Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyampaikan kenaikan kasus Corona di Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 20 Des 2022, 18:07 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2022, 09:00 WIB
Wiku Adisasmito
Pada konferensi pers Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7 di Media Center GPDRR di Bali, Jumat (27/5/2022), Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menekankan situasi COVID-19 di Indonesia yang terkendali harus dapat dijaga dan dipertahankan. (Dok Officer GPDRR 2022)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyampaikan kenaikan kasus Corona di Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain.

"Sebagai perbandingan per tanggal 11 juni lalu jumlah kasus harian di Indonesia sebesar 574 kasus sedangkan di Malaysia sebesar 1.709 kasus sedangkan Thailand 2.474 kasus Singapura 3.128 kasus India 8.582 kasus bahkan di Australia sebesar 16.360 tiga kasus," katanya dalam konferensi pers, ditulis Kamis (16/6/2022).

Wiku menerangkan, sejumlah faktor memang mempengaruhi kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia. Salah satunya, dipengaruhi dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar dibandingkan dengan negara lainnya.

"Sampai dengan saat ini belum dapat disimpulkan penyebab pasti terjadinya kenaikan pada tren kasus positif dan kasus aktif namun beberapa potensi penyebab dapat diidentifikasi seperti mobilitas penduduk yang terus mengalami kenaikan," jelasnya.

Jika dibandingkan dengan sepanjang 2021, kata Wiku, melandainya kasus COVID-19 dapat berpotensi meningkatkan interaksi antarmasyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya.

"Aktivitas masyarakat yang sudah kembali normal di tempat publik dan juga kegiatan-kegiatan berskala besar yang dihadiri oleh banyak orang berpotensi meningkatkan interaksi antarmasyarakat yang juga dapat meningkatkan potensi penularan," ujarnya.

Yang berikutnya lagi adalah kedisiplinan protokol kesehatan yang mulai terlihat longgar di tengah masyarakat seiring dengan melandainya kasus, lanjut Wiku.

"Di tempat-tempat umum dan juga di lingkungan pemukiman, penggunaan masker sudah mulai longgar dan tidak sedisiplin saat kasus mengalami peningkatan yang lalu," katanya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Waspada varian BA.4 dan BA.5

Wiku juga mengingatkan pentingnya mewaspadai ancaman mutasi virus baru varian BA.4 dan BA.5 yang sudah masuk ke Indonesia.

"Varian ini pertama kali dilaporkan di Indonesia tanggal 6 Juni 2022 saat ini sebanyak delapan kasus telah teridentifikasi," kata Wiku.

Lebih lanjut ia menjelaskan, secara epidemiologi varian BA.4 sudah diidentifikasi di 61 negara melalui 7.524 sequence yang telah dilaporkan melalui Gisaid paling banyak teridentifikasi di Afrika Selatan, Amerika Serikat, Inggris dan Israel.

"Sedangkan untuk varian BA.5 sudah diidentifikasi di 65 negara melalui 10.440 sequence yang telah dilaporkan paling banyak teridentifikasi di Amerika Serikat, Portugal, Jerman, Inggris dan Afrika Selatan," ujar Wiku.

 

Kemampuan virus menyebar lebih cepat

Menurut Wiku, kemampuan transmisi dari varian ini memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dengan tidak ada indikasi menyebabkan kesakitan lebih parah dibanding varian omicron lainnya.

"Penyebab kenaikan kasus penting untuk diperhatikan selama setidaknya 2-4 Minggu ke depan mengingat perlu waktu untuk melihat dampak dari suatu kejadian atau faktor penyebab terhadap kenaikan kasus," kata Wiku lagi.

Namun terlepas dari apapun penyebab kenaikan kasus saat ini, Wiku tetap mengingatkan masyarakat untuk gotong royong menekan kembali kasus positif.

Selain itu, ia menekankan disiplin protokol kesehatan. "Karena pada dasarnya mobilitas yang tinggi dan kembali normalnya aktivitas masyarakat tidak akan menyebabkan kenaikan kasus apabila setiap orang yang terlibat bertanggungjawab untuk menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar, termasuk penggunaan masker wajib bagi semua orang dan rajin mencuci tangan."

"Saya kembali mengulang imbauan pentingnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat diharapkan imbauan ini dapat menguatkan upaya mobilisasi masyarakat yang lebih sehat walau nanti COVID-19 berakhir," katanya.

 

Prokes dan Vaksinasi masif

Penerapan protokol kesehatan, kata Wiku, yang disempurnakan dengan upaya 3t dan vaksinasi yang masif secara efektif dapat melandaikan kasus.

"Tidak hanya itu bahkan kenaikan kasus COVID-19 yang tinggi atau gelombang baru pada beberapa periode lalu dapat terjadi akibat upaya kita bersama memotong rantai penularan virus," jelasnya.

"Dengan kecenderungan kenaikan kasus saat ini maka kita harus mengendalikan diri dan menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat mengingat dinamika varian yang cukup sulit untuk dikendalikan kemunculannya maka kita dapat menangkalnya dengan proteksi yang lebih baik tidak hanya 3M saja yang sudah kita biasakan selama dua tahun terakhir," katanya.

"PHBS atau perilaku hidup bersih dan sehat secara keseluruhan telah terbukti efektif juga udah penularan penyakit menular lainnya jika tidak maka berdampak pada penambahan beban kesehatan selama masa proses transisi COVID-19," pungkasnya.

 

Epidemiolog Sebut Tak Bisa Serta Merta Membandingkan Angka Kasus dengan Negara Lain

Epidemiolog Dicky Budiman Soal Cacar Monyet atau Monkeypox
Epidemiolog Dicky Budiman. Foto: Dokumentasi Pribadi.

Ahli epidemiologi Dicky Budiman mengatakan jika ingin membandingkan data atau indikator antar negara maka yang dilihat bukan hanya angka absolutnya. Namun, juga perlu dilihat dari sistem kesehatan, kualitas, kekuatan manajemen data, dan kapasitas testing serta tracing-nya

“Jadi tidak bisa misalnya angka kasus kita dibandingkan dengan negara lain, karena ini tidak apple to apple,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com.

Dicky juga mengatakan bahwa strategi testing di Indonesia terbilang pasif, artinya mayoritas masyarakat tidak akan terdeteksi.

“Strategi testing kita (Indonesia) kan pasif jadi ya mayoritas memang tidak akan terdeteksi memang. Jadi tidak bisa dibandingkan langsung. Tidak bisa langsung disimpulkan seperti itu.”

 

Infografis Waspada Covid-19 Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 Terdeteksi di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Waspada Covid-19 Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 Terdeteksi di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya