Liputan6.com, Jakarta - Selama pandemi COVID-19 konsumsi masyarakat akan obat tradisional maupun jamu meningkat. Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mencatat ada segilintir pihak yang menggunakan momen tersebut dengan klaim manfaat berlebihan.
"Di masa pandemi ini kan memang ada peningkatan demand obat tradisional karena tren back to natural ya. Di sisi lain dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab dengan membuat klaim berlebihan terhadap produknya seperti jamu, obat tradisional, dan suplemen kesehatan," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Reri Indriani.
Baca Juga
Reri mencontohkan di media sosial maupun media elektronik ada banyak produk jamu maupun obat tradisional dengan klaim luar biasa. Seperti kalau minum jamu atau suplemen kesehatan itu bisa membuat Virus Corona penyebab COVID-19 mental.
Advertisement
Begitu juga dengan beberapa produk sabun, hand sanitizer, hand gel yang dalam iklannya menyebutkan manfaat produk secara berlebihan.
"Ibaratnya, dalam iklan itu, kalau sudah cuci tangan pakai sabun tertentu atau hand gel tertentu virus COVID-19 mental. Padahal tidak begitu klaim yang disetujui BPOM," kata Reri dalam Advance Training Duta dalam Program BPOM Goes to School/Campus di Bekasi, Rabu, 13 Juli 2022.
Klaim berlebihan seperti itu tentu berdampak negatif mengingat masih ada sebagian masyarakat kita yang mempercayai klaim-klaim seperti itu. Padahal hingga kini BPOM belum pernah mengeluarkan rekomendasi jamu atau obat tradisional sebagai obat COVID-19.
"Padahal, belum ada obat tradisional, jamu untuk obat COVID-19," kata dia lagi.
Pengawasan 3 Pilar, Apa Saja?
Melihat masih ada banyak klaim berlebihan terhadap produk obat tradisional, jamu dan suplemen kesehatan, BPOM meningkatkan pengawasan tiga pilar. Hal ini dengan melibatkan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.
"Di masyarakat kita melalui program pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini ada duta jamu dan duta kosmetik dari kalangan pelajar seperti saat ini," katanya di hadapan para anak sekolah duta jamu dan duta kosmetik itu.
"BPOM enggak mungkin ya bekerja sendiri karena sumber daya pemerintah juga terbatas. Maka juga mengajak pelajar yang merupakan generasi penerus," tutur Reri.
Advertisement
Waspadai Jamu Mengandung BKO
Di kesempatan yang sama Reri juga mengingatkan bahaya jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO). Seseorang yang harusnya sehat jadi alami gagal ginjal karena ada produsen nakal menambahkan BKO dalam jamu buatan mereka.
"Kita tahu BKO tidak boleh digunakan secara terus menerus," kata Reri.
Berdasarkan studi yang dilakukan BPOM bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) hasil penelitian awal menunjukkan bahwa risiko orang tersebut alami gagal ginjal hanya sedikit. Namun, setelah ditelusuri ada kebiasaan mengonsumsi jamu mengandung BKO yang berimbas pada kerusakan ginjal.
Maka dari itu, lewat edukasi yang tepat diharapkan saat Indonesia meraih bonus demografi pada 2030 dalam kondisi sehat karena menjalani perilaku sehat juga sejak muda.
"Bonus demografi harus dikawal jangan sampai yang terjadi usia produktif tapi malah cuci darah karena dulu-dulunya menggunakan jamu menggunakan BKO," pesan Reri.
Tangkal COVID-19 dengan Prokes dan Imunisasi
Selain meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan nutrisi yang baik, dalam menangkal COVID-19 juga perlu disiplin protokol kesehatan. Mulai dari memakai masker saat berada di ruang publik atau bertemu dengan orang berisiko menularkan, lalu mencuci tangan menggunakan sabun, menjaga jarak, hingga menjauhi kerumunan.
Selain itu, vaksinasi COVID-19 juga perlu dilakukan. Di Indonesia, yang boleh divaksin adalah enam tahun ke atas.
Ketika tubuh seseorang disuntikkan vaksin, akan merangsang antibodi untuk belajar dan mengenali virus yang telah dilemahkan tersebut. Alhasil, ketika terpapar risiko perburukan dan meninggal turun drastis.
Advertisement