2 Penyebab Orang dengan HIV di Bandung Putus Konsumsi Obat ARV

Guna menekan virus yang ada di tubuh orang dengan HIV harus mengonsumsi obat ARV seumur hidup. Namun, sekitar 20 persen orang dengan HIV di Bandung putus obat ARV.

oleh Arie Nugraha diperbarui 30 Agu 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2022, 20:00 WIB
Obat AIDS Produksi Dalam Negeri, Harapan Baru bagi ODHA
Saat ini orang dengan HIV atau biasa disebut ODHA di Indonesia sudah bisa mengonsumsi obat ARV buatan dalam negeri

Liputan6.com, Bandung Sebesar 20 hingga 25 persen pengidap HIV/AIDS ditemukan tidak lagi melanjutkan pengobatan antiretroviral (ARV). Hal ini didapatkan dari data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung.

Kondisi tersebut amat disayangkan dan bertolak belakang dengan target tahun 2030 Kota Bandung bebas HIV/AIDS.

Menurut Ketua Sekretariat KPA Kota Bandung Sis Silvia Dewi, banyak faktor yang berpotensi mempengaruhi putusnya konsumsi ARV oleh pengidap HIV/AIDS.

"Itu artinya lost to follow up, jadi minum ARV itu seumur hidup. Jadi, mungkin ada yang bosan, ada mungkin pindah dan datanya berubah. Nah itu yang menyebabkan lost to follow up di Kota Bandung," ujar Silvia ditulis Bandung, Selasa, 30 Agustus 2022.

Silvia menjelaskan metode pengobatan ARV itu berfungsi untuk menekan virus yang ada di dalam tubuh pengidap menjadi tidak terdeteksi saat dilakukan pemeriksaan.

Hal itu turut mengurangi risiko penularan HIV/AIDS dari pengidap. Silvia menjelaskan jika pengidap sudah berobat minimal 6 bulan, keberadaan virus akan hilang.

"Akan mengurangi penularan HIV. Tapi masalahnya di kota Bandung lost follow up lumayan ada 20 sampai 25 persen itu yang menyebabkan bisa jadi penularan lagi," kata Silvia.

 

Tidak Boleh Putus Konsumsi ARV

Kementerian Kesehatan memaparkan obat antiretroviral (ARV) aman hingga 2017.
Kementerian Kesehatan memaparkan obat antiretroviral (ARV).

Silvia menyebutkan otoritasnya akan melakukan pelacakan dan penyisiran pengidap HIV/AIDS yang belum dan tidak terdeteksi keberadaannya.

Pengidap HIV yang sudah mendapatkan pengobatan dikatakan oleh Silvia akan sehat. Hanya satu syaratnya tidak boleh putus sepanjang hidup minum ARV setiap hari.

"Insyaallah stoknya ada. Berapa jumlahnya ? Harus langsung tanya ke Dinas Kesehatan. Obatnya gratis dibayar pemerintah, di Puskesmas cuma bayar Rp 3.000 atau di rumah sakit harganya gimana harga retribusi. Kalau beli sendiri mah mahal kan sejuta lebih," ungkap Silvia.

Mengosumsi obat ARV tanpa putus oleh pengidap HIV/AIDS ini, dianggap sebagai langkah mendukung kampanye 3 Zero Kota Bandung.

Kampanye 3 Zero Kota Bandung antara zero kasus baru, zero kematian dan zero diskriminasi. Tujuannya agar paparan penyakit infeksi menular khusus ini tidak terus meluas.

"Sekarang kan masyarakat dengar kata - kata HIV di mahasiswa ada 400 orang, heboh gitu. Mereka enggak tahu bahwa HIV bisa diobatin dengan ARV sehat - sehat saja, nggak ada gejala segala macam," tukas Silvia.

Penularan Tertinggi: Aktivitas Seksual Berisiko

Hubungan Intim/Seks
ilustrasi/copyright unsplash.com/HOP DESIGN

Silvia menerangkan agar tidak timbul kasus baru HIV/AIDS otoritasnya gencar melakukan penyuluhan dan menyebarkan informasi akurat ke seluruh kelompok masyarakat, salah satunya media massa.

Intinya agar masyarakat tahu bahwa HIV tidak mudah menular. Medium penularan efektif virus ini hanya ada beberapa cara khusus.

"Paling tinggi paparannya melalui perilaku seksual berisiko dan penggunaan jarum suntik. Paling tinggi di Kota Bandung adalah perilaku seksual berisiko," ungkap Silvia.

Berikut data penyebaran HIV/AIDS di Kota Bandung periode 1991 - Desember 2021 dari 5.943 pengidap HIV/AIDS dengan KTP Kota Bandung:

- Swasta: 31.01 persen

- Wiraswasta: 15.32 persen

- Tidak bekerja: 12.44 persen

- Ibu rumah tangga: 11.18 persen

- Lain-lain: 9.45 persen

- Mahasiswa: 6.96 persen

- Tidak diketahui: 6.49 persen

- Pekerja seks: 2.53 persen

- PNS 1.99 persen

- Tenaga medis: 0.56 persen

- Napi: 0.50 persen

- Sopir: 0.46 persen

- TNI Polri: 0.43 persen

- Buruh kasar: 0 persen

Data penyebaran HIV/AIDS di Kota Bandung hingga Desember 2021 berdasarkan umur dari 5.943 pengidap HIV/AIDS dengan KTP Kota Bandung:

- 0-14 tahun: 2,76 persen

- 15-19 tahun: 2.09 persen

- 20-29 tahun: 44.84 persen

- 30-39 tahun: 34.16 persen

- 40-49 tahun: 10.17 persen

- 50 tahun ke atas: 4.21 persen

- Tidak diketahui: 1.78 persen.

Infografis Ciri-Ciri Orang Miliki Gangguan Kesehatan Mental
Infografis Ciri-Ciri Orang Miliki Gangguan Kesehatan Mental. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya