[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Batuk Kronik dan ICLIME

Penyebutan batuk akut atau kronik adalah sesuai dengan lamanya keluhan atau gejala, bukan karena berat ringannya gejala.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 24 Sep 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2022, 13:00 WIB
Southeast Asian Ministers of Education Organization Tropical Medicine (SEAMEO TROPMED) menunjuk Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menjadi Chair of Governing Board Meeting.
Southeast Asian Ministers of Education Organization Tropical Medicine (SEAMEO TROPMED) menunjuk Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menjadi Chair of Governing Board Meeting. Foto: Dok Pribadi.

Liputan6.com, Jakarta Pada 24 September 2022 saya menjadi pembicara pada "the 2nd Indonesian Chronic Lung Disease International Meeting (ICLIME)", tepat sesudah acara pembukaan resmi oleh Gubernur DKI Jakarta.

Saya menyampaikan "Introduction lecture" tentang "Chronic Cough". Per definisi, batuk kronik adalah batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu, batuk akut kalau terjadi sampai 3 minggu, sementara kalau batuknya antara 3 sampai 8 minggu disebut batuk sub akut. Jadi, penyebutan batuk akut atau kronik adalah sesuai dengan lamanya keluhan atau gejala, bukan karena berat ringannya gejala.

Kemudian saya sampaikan tentang bagaimana penanganan batuk kronik, mulai dari analisa mendalam tentang sebabnya dan berbagai pemeriksaan yang dilakukan dokter, serta pengobatan yang diperlukan. Hanya saja perlu diketahui bahwa sebagian cukup besar batuk kronik dapat ditangani dengan menghindari faktor risiko seperti berhenti merokok, menghindari polusi udara, menghindari alergi tertentu dll.

Kalau memang dengan menghindari faktor risiko maka batuk kronik masih saja terjadi maka perlu ditangani sesuai penyakitnya, bisa misalnya asma bronkial atau penyakit yang berhubungan dengannya, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), infeksi virus dan atau bakteri, penyakit paru interstitial, sampai ke kemungkinan kanker paru, gastroesofageal reflux, sarkoidosis dll.

Pengobatannya tentu tergantung bagaimana akuratnya diagnosis ditegakkan.Sementara itu, pada sebagian keadaan memang dapat juga ditemukan yang disebut sebagai batuk kronik yang refrakter, tetap saja batuk walaupun berbagai upaya pengobatan sudah dilakukan. Pada keadaan ini maka ada peran hipersensitifitas yang perlu ditangani secara khusus.

 

Batuk adalah Mekanisme Pertahanan Tubuh

Di bagian akhir presentasi saya sampaikan tentang batuk dan COVID-19, dimana batuk kronik sampai beberapa bulan dapat saja terjadi pada sebagian pasien "Long COVID-19" atau "COVID-19 berkepanjangan".

Sebagai penutup, batuk pada dasarnya adalah mekanisme pertahanan tubuh yang menunjukkan ada "gangguan" di paru dan saluran napas.

Adalah salah kalau ada yang menyebut "batuk biasa", semua batuk itu "luar biasa", orang yang sepenuhnya sehat tidaklah batuk. Keluhan batuk, apalagi kalau kronik, menunjukkan ada masalah kesehatan di paru dan saluran napas kita, yang perlu kita ketahui sebabnya dan ditangani dengan baik agar tidak jadi masalah berkepanjangan

 

 

**Penulis adalah Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI.

Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya