Skrining Hormon Tiroid pada Bayi Baru Lahir Bisa Cegah Gangguan Tumbuh Kembang Anak

Jika hipotiroid kongenital terdeteksi lebih cepat, keterlamabtan pertumbuhan dan keterbelakangan secara kognitif pada anak bisa dicegah.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Okt 2022, 08:13 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2022, 08:00 WIB
Ilustrasi bayi baru lahir
Ilustrasi bayi baru lahir. Foto: Freepik.

Liputan6.com, Jakarta - Gangguan tumbuh kembang anak bisa disebabkan oleh hipotiroid kongenital atau kondisi kekurangan hormon tiroid. Kondisi ini dapat diwaspadai melalui skrining pada bayi baru lahir.

Jika hipotiroid kongenital terdeteksi lebih cepat, keterlamatan pertumbuhan dan keterbelakangan secara kognitif pada anak bisa dicegah.

Mengacu prevalensi global 1 : 3.000 kelahiran, menunjukkan bahwa 1.500 dari 4,4 juta bayi baru lahir Indonesia diperkirakan lahir dengan hipotiroid kongenital. Dengan demikian skrining hipotiroid kongenital perlu dilakukan.

Gejala dan tanda yang dapat diobservasi setelah 1 bulan bayi lahir antara lain tubuh pendek, lunglai, kurang aktif, bayi kuning, lidah besar, mudah tersedak, suara serak, pusar bodong, dan ubun-ubun melebar.

Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes dr. Ni Made Diah PLD, MKM mengatakan skrining hipotiroid kongenital dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita hipotiroid kongenital. Dengan demikian, kecacatan atau gangguan tumbuh kembang dapat dicegah. 

“Dengan skrining, diharapkan bayi yang menderita hipotiroid kongenital dapat diberikan tatalaksana dengan segera sehingga dapat terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang, keterbelakangan mental dan kognitif,” ujar Diah pada konferensi pers virtual, Jumat, 7 Oktober 2022 di Jakarta.

Pemeriksaan skrining hipotiroid kongenital menggunakan sampel darah tumit pada bayi usia 48 jam sampai 72 jam yang diambil oleh tenaga kesehatan. Semua bayi baru lahir berhak mendapatkan pemeriksaan tersebut melalui pelayanan di Puskesmas hingga rumah sakit. 

 

Daftar Laboratorium untuk Cek Kadar Hormon Tiroid

Pemeriksaan sampel darah tumit dilakukan melalui laboratorium di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito dan RSUD dr. Soetomo, sesuai dengan regionalisasi berikut:

1. Laboratorium RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, mengampu wilayah DKI Jakarta, Banten, Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan sebagian Jawa Barat (Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi).

2. Laboratorium RSUP Dr. Hasan Sadikin, mengampu wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Jawa Barat.

3. Laboratorium RSUP Dr. Sardjito, mengampu wilayah DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Jawa Tengah, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah.

4. Laboratorium RSUD Dr. Soetomo, mengampu wilayah Jawa Timur.

Bila pada skrining ditemukan hipotiroid kongenital, maka dilakukan pengobatan segera dalam periode emas (kurang dari 1 bulan). Dengan pengobatan yang dimulai tepat waktu, penderita Hipotiroid Kongenital dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Peluncuran Ulang Skrining Hipotiroid

 

Kementerian Kesehatan meluncurkan ulang program Skrining Hipotiroid Kongenital sejak akhir Agustus 2022. Skrining dilakukan pada bayi baru lahir di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. 

Pencanangan dilaksanakan di Puskesmas Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat pada Rabu, 31 Agustus 2022 dengan dihadiri Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono. 

Dante menyebutkan bahwa dengan pencanangan tersebut, kedepan pemeriksaan SHK atau pemeriksaan kekurangan hormon tiroid bawaan wajib dilakukan kepada semua bayi baru lahir.

Ini merupakan implementasi dari transformasi layanan primer yang menekankan pada upaya promotif preventif mengingat sebagian besar kasus kekurangan Hipotiroid Kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga tidak disadari oleh orang tua. Gejala khas baru muncul seiring bertambahnya usia anak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya