Liputan6.com, Jakarta Gagal ginjal akut pada 241 anak Indonesia diduga terjadi akibat adanya cemaran senyawa kimia dalam obat sirop yang dikonsumsi. Alhasil, berdasarkan imbauan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, penggunaan obat sirop sementara dihentikan penjualan dan konsumsinya.
Tak sedikit masyarakat yang mempertanyakan bagaimana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyeleksi obat-obatan tersebut. Namun, ada pula yang menyalahkan produsen lantaran dianggap proses produksinya tidak berjalan dengan baik.
Baca Juga
Berkaitan dengan hal ini, Profesor Kimia Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI), Dr Apt Yahdiana Harahap mengungkapkan bahwa sebenarnya cemaran yang ditemukan dalam obat tak berarti proses produksinya berjalan dengan tidak baik.
Advertisement
"Etilen glikol itu strukturnya kecil, tetapi dia bisa berubah di metabolisme menjadi berbagai macam senyawa. Tentu tergantung pada enzim yang ada pada tubuh kita," ujar Yahdiana dalam talkshow 'Menjawab Kepanikan Etilen Glikol, Parasetamol Sirup, dan Gagal Ginjal Akut Anak' pada Sabtu, (22/10/2022).
Sehingga menurut Yahdiana, cemaran dalam obat itu memang tidak boleh ada. Akan tetapi, munculnya cemaran terkadang tidak bisa dihindari. Itulah yang menyebabkan seringkali tertulis bahwa cemaran diperbolehkan, asal tidak melebihi ambang batas.
"Boleh ada, tetapi batasnya 0,1 persen kalau dia digunakan untuk sediaan larutan. Nah, misalnya etilen glikol, dia ada 0,1 persen. Kenapa muncul cemaran? Karena zat kimia itu disintesis, dibuat," kata Yahdiana.
"Dalam proses sintesisnya, ada yang panjang, ada yang pendek. Di situ ada macam-macam senyawa yang ditambahkan. Itulah kemudian yang diprediksi mungkin akan cemaran."
Pentingnya Ada Pemurnian dalam Proses Produksi
Lebih lanjut Yahdiana mengungkapkan bahwa itulah mengapa ada proses pemurnian. Proses tersebut berfungsi untuk mencari tahu cemaran yang mungkin muncul pada produk obat tertentu, yang bila pun muncul, harus sesuai ambang batas.
Artinya, ada cemaran dalam obat bukan berarti proses produksi obatnya yang tidak baik. Melainkan dalam proses sintesis kimia obat, ada kemungkinan untuk zat berbahaya atau cemaran itu untuk muncul.
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Profesor Farmasi Klinis FFUI, Dr Apt Retnosari Andrajati, MS. Menurut Retno, ketika membeli obat tanpa resep dokter dan bisa secara mandiri menggunakannya, penting untuk selalu membaca aturan yang berlaku untuk obat yang hendak digunakan.
"Meskipun itu obat bebas, tetap itu adalah obat yang punya dosis. Jadi tidak bisa seenaknya dimakan semaunya berapa saja, karena dia tetap saja punya batasan maksimum boleh dipakai," kata Retno.
"Itu juga punya batasan minimum. Kalau dia tidak mencapai dosis, dia tidak punya efek. Tapi kalau melebihi dosis, dia punya efek toksik juga."
Advertisement
Ikuti Aturan Penggunaan Obat
Retno mengungkapkan bahwa penting untuk mengikuti aturan penggunaan obat dengan baik. Obat apapun itu, termasuk paracetamol sirop ataupun tablet. Biasanya aturan pakai selalu tertera dalam kemasan obat atau lembaran yang ada di dalam produk obat.
"Kalau misalnya tidak diberikan oleh apotek, minta. Jadi di brosur tadi, di situ ada penjelasan tentang aturan penggunaan. Maksimum dia boleh digunakan, dosis untuk orang dewasa, dosis untuk anak, dosis untuk bayi. Itu semua tertera," ujar Retno.
Selain itu, Retno menjelaskan, orangtua sebenarnya tetap bisa melakukan intervensi tanpa menggunakan obat saat menghadapi demam, pilek, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompres.
"Barangkali kalau putranya panas atau demam, kita bisa kompres dengan air hangat. Supaya ada pemindahan panas dari tubuh ke kompresnya. Bisa kemudian diberi minum air yang sering. Lebih sering diberi air minum seperti kompres dari dalam," kata Retno.
Alternatif Obat Sirop
Sedangkan menurut dokter spesialis anak RSUI, dr Fahreza Aditya Neldy, normal bagi anak berusia dibawah 5 tahun untuk mengalami batuk, pilek, demam hingga delapan kali dalam setahun.
"Sebelum obat-obatan, memang ada tatalaksana non-obat yang bisa dicoba di rumah. Bisa dengan kompres, bisa dilakukan dengan memberikan air hangat. Serta memberikan cukup hidrasi," kata Reza.
"Terkait dengan larangan sementara sampai kita bisa memetakan bahaya yang ada di mungkin obat-obat yang beredar, kita mendapatkan imbauan untuk tidak meresepkan obat sirup. Dalam imbauannya, kita bisa beralih ke beberapa bentuk obat seperti puyer. Kalau memang obat itu perlu diberikan."
Reza menjelaskan, memang dalam kondisi saat ini, dokter harus berkorban lebih dulu untuk tidak memberikan obat sirup. Meskipun biasanya obat sirup lebih mudah diberikan.
Para orangtua pun bisa berkonsultasi dengan dokter anak masing-masing soal upaya terbaik apa yang bisa diberikan pada anak yang sakit. Namun umumnya dapat dimulai dengan memberikan hidrasi yang cukup.
Advertisement