Studi: Kenaikan Suhu Sebabkan Peningkatan Masalah Neurologis

Studi menunjukkan kenaikan suhu akibat pemanasan global meningkatkan gangguan neurologis

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Nov 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2022, 10:00 WIB
Perubahan iklim
Ilustrasi: akibat perubahan iklim dan pemanasan global (sumber: wisdominnature.org)

Liputan6.com, Jakarta - Pemanasan global membuat suhu bumi semakin panas. Tak hanya berdampak pada bumi dan alam, panasnya suhu bumi berdampak pada kondisi tubuh manusia.

Meningkatnya suhu yang disebabkan oleh perubahan iklim berkontribusi pada peningkatan migrain dan gangguan neurologis, menurut situs New York Post.

Menurut American Academy of Neurology, terjadi peningkatan gejala penyakit Parkinson, demensia, dan multiple sclerosis—suatu kondisi ketika sistem kekebalan tubuh mengeluarkan reaksi abnormal dan menyerang sistem saraf pusat, terutama otak dan saraf tulang belakang atau spinal cord.

American Academy of Neurology memasukkan hasil penelitian tersebut dalam jurnal medisnya, Neurology.

Penelitian ini juga menggarisbawahi efek buruk dari peningkatan suhu di seluruh dunia. Menurut penelitian ini, cuaca yang lebih hangat meningkatkan penularan infeksi oleh serangga.

Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) mengklaim suhu telah meningkat 0,32 derajat setiap dekade sejak 1980.

Para peneliti menilik ratusan studi tentang polutan, perubahan iklim dan suhu serta penyakit neurologis pada orang dewasa sejak tahun 1990.

Mereka menemukan musim panas yang lebih hangat dan peristiwa lebih parah yang diakibatkan oleh cuaca dapat membuat jantung stres sebab ia bekerja lebih keras untuk memompa darah dan menjaga suhu tubuh agar tetap dingin.

Sejumlah kondisi medis yang terdampak juga diperburuk oleh dehidrasi yang semakin umum di iklim panas. Dehidrasi atau ekurangan cairan dalam tubuh dapat menyebabkan jaringan otak menyusut serta memberi tekanan pada saraf.

Kenaikan Suhu Sebabkan Berbagai Penyakit

iklim panas
Karbon dioksida bukan penyebab utama pemanasan global, menurut Dr Evans. (foto: Express)

Studi yang tidak ditinjau sejawat menemukan nitrat di udara dan partikel polutan halus yang disebabkan oleh perubahan iklim juga diserap ke dalam aliran darah. Ini dapat meningkatkan risiko gangguan otak dan penyakit neurologis.

"Meskipun komunitas internasional berusaha mengurangi kenaikan suhu global hingga di bawah 2,7 derajat fahrenheit sebelum tahun 2100, perubahan lingkungan yang tidak dapat dikembalikan telah terjadi, dan ketika planet ini menghangat, perubahan ini akan terus terjadi," kata anggota American Academy of Neurology dan penulis ulasan dari Cleveland Clinic di Ohio Andrew Dhawan, MD, DPhil.

"Saat kita menyaksikan efek planet yang menghangat pada kesehatan manusia, sangat penting bagi ahli saraf untuk mengantisipasi bagaimana penyakit neurologis dapat berubah."

Studi ini menemukan bahwa perubahan iklim memperluas area di mana kondisi cuaca membuat lebih banyak orang terpapar virus West Nile, meningitis meningokokus, dan tick-borne encephalitis—peradangan pada otak yang disebabkan virus yang menyebar melalui gigitan kutu yang terinfeksi.

Pemanasan Global Ganggu Penanganan Medis

Jakarta Diprediksi Tenggelam
Aktivitas masyarakat di kawasan Cilincing, Jakarta, Selasa (2/8/2021). Lembaga Antariksa Amerika Serikat (NASA) memperkirakan wilayah Jakarta bagian Utara akan tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut imbas pemanasan global dan pencairan lapisan es. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Selain itu, bencana alam lebih kuat dan lebih sering yang disebabkan oleh pemanasan global mengakibatkan gangguan dalam penanganan medis. Para peneliti mengatakan ada kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam perencanaan untuk perawatan neurologis dalam menghadapi ketidakstabilan ekologis.

Meskipun perubahan iklim jelas memengaruhi kesehatan, tetap sulit untuk secara akurat memperkirakan skala dan dampak dari risiko kesehatan yang sensitif terhadap iklim.

"Perubahan iklim menimbulkan banyak tantangan bagi umat manusia, beberapa di antaranya tidak dipelajari dengan baik," kata Dhawan, penulis utama studi tersebut.

"Misalnya, ulasan kami tidak menemukan artikel apa pun yang terkait dengan efek dari kerawanan pangan dan air terhadap kesehatan neurologis. Akan tetapi, ini jelas berhubungan dengan kesehatan neurologis dan perubahan iklim."

Risiko kesehatan paling banyak dirasakan oleh mereka yang rentan seperti perempuan, anak-anak, etnis minoritas, komunitas miskin, imigran atau orang terlantar, lansia, dan mereka yang memiliki riwayat penyakit.

Dampak Jangka Pendek dan Panjang

WHO: Jutaan Nyawa Dapat Terselamatkan Bila Pemanasan Global Dikendalikan
Ilustrasi polusi udara. (dok.Maxim Tolchinskiy/Unsplash.com)

Menurut Organisasi Kesehatan Dunis (WHO), perubahan iklim telah menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan.

Ini termasuk menyebabkan kematian serta penyakit akibat peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering, seperti gelombang panas, badai dan banjir, gangguan sistem pangan, peningkatan zoonosis dan penyakit yang ditularkan melalui makanan, air dan vektor, juga masalah kesehatan mental.

Selain itu, perubahan iklim merusak banyak faktor sosial yang memengaruhi pelayanan kesehatan yang didapatkan, misalnya mata pencaharian, serta kesetaraan dan akses ke perawatan kesehatan.

Dalam jangka pendek hingga menengah, dampak kesehatan dari perubahan iklim akan ditentukan terutama oleh kerentanan populasi, ketahanannya terhadap tingkat perubahan iklim saat ini dan tingkat serta kecepatan adaptasi.

Dalam jangka panjang, efeknya akan semakin bergantung pada sejauh mana tindakan transformasional yang dilakukan saat ini untuk mengurangi emisi.

Oleh karena itu, Dhawan mengatakan diperlukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana polusi udara mempengaruhi sistem saraf dan bagaimana mengurangi serta mengobati penyebaran penyakit terkait iklim.

 

(Adelina Wahyu Martanti)

Infografis 4 Vaksin Covid-19 Sudah Bersertifikat Halal. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 4 Vaksin Covid-19 Sudah Bersertifikat Halal. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya