Punya Keunggulan di Bahan Baku, Indonesia Miliki Potensi Besar dalam Industrialisasi Obat Herbal

Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan obat herbal. Dari sisi bahan baku, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara tropis dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia yang sangat kaya dengan bahan baku obat-obatan berbahan alami.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 12 Mar 2023, 15:41 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2023, 15:41 WIB
Daun Putri Malu Bisa Jadi Obat Insomnia
Tiga mahasiswa meneliti teh herbal berbahan daun putri malu itu bisa berefek mendatangkan kantuk maksimal satu jam setelah dikonsumsi. (Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan obat herbal.  Dari sisi bahan baku, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara tropis dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia yang sangat kaya dengan bahan baku obat-obatan berbahan alami.

Merujuk pada data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ada 30 ribu spesies tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat. Dari 30 ribu itu, sedikitnya ada 7.500 jenis tanaman yang diketahui berkhasiat obat. Bahkan, 800 di antaranya telah digunakan sebagai bahan pembuatan jamu.

Dari ekosistem laut, Indonesia juga memiliki spesies yang bisa dikembangkan sebagai tanaman obat seperti terumbu karang, rumput laut, dan seagrass (padang lamun).

Menurut anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak, pengembangan inovasi dan teknologi di bidang obat herbal, terutama fitofarmaka harus berujung pada industrialisasi. Dengan begitu, Indonesia bisa mengurangi bahkan lepas dari ketergantungan terhadap bahan baku obat yang saat ini 90 persen masih impor.

Jika industri farmasi berbasis fitofarmaka lokal dikembangkan, bukan hanya melepaskan diri dari ketergantungan impor bahan baku, tapi Indonesia bisa menjadi salah satu eksportir obat herbal terbesar di dunia.

“Saat ini, Indonesia baru menguasai kurang dari 1 persen pasar herbal dunia. Sehingga, pendekatan industrialisasi fitofarmaka dan modernisasi pengolahan obat tradisional seperti jamu menjadi keharusan agar obat herbal Indonesia mampu bersaing di pasar global,” kata Amin dalam keterangan pers, Minggu (12/3/2023).

Manfaat Ekonomi

Jika industrialisasi fitofarmaka di Indonesia sudah maju, maka industri obat herbal bisa menciptakan lapangan kerja. Mulai dari produsen tanaman dan bahan baku herbal, industri pengolahan, hingga pemasarannya.

Amin menambahkan, devisa yang dihasilkan sektor ini juga sangat menjanjikan. Ia memberi contoh, obat masuk angin yang pangsa pasarnya di dalam negeri bisa mencapai Rp2,5 triliun per tahun.

“Indonesia memerlukan fasilitas uji praklinis dan uji klinis agar obat herbal Indonesia bisa diakui di pasar global. Fasilitas uji tersebut harus dikembangkan di berbagai daerah, tidak terpusat di Jakarta ataupun Jawa saja,” kata Amin.

“BRIN bisa berkolaborasi baik dengan Perguruan Tinggi maupun kementerian teknis dan pemerintah daerah, baik dari sisi riset dan pengembangan maupun pengujian obat,” tambahnya.

Bagian dari Budaya Masyarakat

Senada dengan Amin, Direktur Utama PT Phapros Tbk Hadi Kardoko menyampaikan bahwa produk-produk fitofarmaka dan turunannya merupakan bagian dari budaya masyarakat Indonesia.

Masyarakat Tanah Air sejak dulu gemar meramu dan meracik bahan-bahan tradisional sebagai bagian dari upaya penyembuhan.

Di era industri seperti saat ini, teknologi mampu beradaptasi terhadap warisan lokal tersebut tanpa menghilangkan cita rasa aslinya.

“Phapros sendiri telah lama mengembangkan dan memiliki produk fitofarmaka, bahkan menjadi salah satu inisiator produk fitofarmaka di kalangan industri farmasi di Indonesia,” kata Hadi.

Warisan Leluhur Bangsa

Hadi menambahkan, obat tradisional sudah akrab dengan masyarakat Indonesia karena merupakan bagian dari warisan leluhur bangsa sejak ratusan tahun lalu. Sehingga, penetrasinya diharapkan lebih mudah.

Sebagai bagian dari Holding BUMN Farmasi, lanjut Hadi, Phapros ingin memajukan industri obat tradisional dan herbal di Indonesia dengan terus berinovasi sehingga dapat diterima dengan baik oleh pasar lokal dan mancanegara.

Produk fitofarmaka telah melewati proses penelitian yang panjang dan teruji secara klinis baik dari sisi khasiat maupun keamanan bagi penggunanya.

“Saat ini Phapros telah memiliki dua produk fitofarmaka di Indonesia yakni Tensigard untuk hipertensi dan X-Gra untuk stamina serta daya tahan tubuh.”

“Kami berharap produk herbal kami yang lain ke depannya akan tumbuh dengan pesat dan semakin diterima oleh masyarakat,” tutup Hadi.

Infografis Jamu Populer di Indonesia
Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya