Jokowi: 60 Persen Orang dari Jakarta Berobat ke Luar Negeri, Ya Memang Kaya-Kaya

Sebanyak 60 persen orang berasal dari Jakarta berobat ke luar negeri, yang dinilai Jokowi termasuk kaya-kaya.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 15 Jun 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2023, 11:00 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan 60 persen orang berasal dari Jakarta berobat ke luar negeri saat peresmian Rumah Sakit Tzu Chi pada Rabu (14/6/2023) di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. (Dok Sekretariat Kabinet RI/Jay)

Liputan6.com, Jakarta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, sebanyak 60 persen orang berasal dari Jakarta yang berobat ke luar negeri. Menurutnya, mereka termasuk kaya-kaya dengan pendapatan sangat besar, mengingat biaya pengobatan di luar negeri mahal.

Maraknya Warga Negara Indonesia (WNI) yang berobat ke luar negeri diingatkan Jokowi perlu dikurangi. Ia berpesan, sebaiknya pengobatan dapat dicari di dalam negeri sendiri, tak perlu jauh ke luar negeri.

"Tadi yang berobat ke luar negeri itu, 60 persen itu berasal dari Jakarta. Nah, 60 persen berasal dari Jakarta yang berobat ke luar negeri. Ya, memang kaya-kaya orang Jakarta," ungkap Jokowi saat meresmikan Rumah Sakit Tzu Chi pada Rabu (14/6/2023) di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

"Tapi sekarang, jangan bawa uang keluar (berobat ke luar negeri), jangan ada capital outflow (aliran modal), jangan."

Sisa 15 Persen dari Surabaya

Selain dari Jakarta, Jokowi menyebut, sisanya lebih banyak dari Surabaya, Medan, dan Batam yang berobat ke luar negeri. Meski begitu, ia tetap mengimbau masyarakat sebisa mungkin harus menjaga kesehatan.

"Yang dari Surabaya 15 persen, sisanya dari Medan, dari Batam," ucapnya.

"Tapi yang paling banyak tadi 60 persen dari Jakarta. Yang paling penting memang jangan sakit."

Devisa Hilang Rp170 Triliun

Jokowi juga menyentil dampak dari banyaknya Warga Negara Indonesia (WNI) yang berobat ke luar negeri. Fenomena ini berujung pada devisa Indonesia yang hilang sampai USD11,5 miliar atau setara Rp170 triliun per tahun.

"Kita kehilangan devisa, karena bayarnya ke luar negeri, kehilangan devisa USD11,5 miliar, Rp170 triliun (per tahun) hilang gara-gara berobat ke luar negeri," ungkap Jokowi.

Pergi Saja ke Tzu Chi Hospital!

Kehadiran Rumah Sakit Tzu Chi, menurut Jokowi dapat membantu meningkatkan layanan kesehatan masyarakat di Indonesia. Akses fasilitas kesehatan dengan sumber daya manusia (SDM), yakni dokter dan tenaga kesehatan bisa diperoleh masyarakat.

Ia pun mengingatkan kepada masyarakat bila membutuhkan pelayanan kesehatan, tak perlu jauh-jauh ke negara tetangga.

"Sekarang, setop! Pergi saja ke Tzu Chi Hospital. Masa kita sakit harus ke Singapura, harus ke Malaysia, harus ke Thailand, harus ke Jepang," terang Jokowi.

"Dokter-dokter kita ini enggak kalah pintarnya dengan mereka, tapi alatnya memang kalah."

Antrean Pasien Panjang dan Lama

Antusiasme Warga Lansia Ikuti Vaksinasi COVID-19
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa salah satu faktor warga berbondong-bondong berobat ke luar negeri terkait dengan antrean pasien. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa salah satu faktor warga berbondong-bondong berobat ke luar negeri terkait dengan antrean pasien. Menurutnya, antrean untuk berobat di rumah sakit (RS) Rujukan kerap kali panjang dan lama.

Upaya demi memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, Budi Gunadi Sadikin akan memperbaiki pelayanan kesehatan rujukan. Hal ini sejalan dengan pilar transformasi kesehatan yang sedang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI di bidang pelayanan kesehatan rujukan. 

"Kami mau memperbaiki layanan rujukan ya supaya rumah sakit-rumah sakit kita ini bener-bener aksesnya merata, kualitasnya sama. Jangan orang-orang sebentar-sebentar harus dibawa ke Jakarta," kata Budi Gunadi saat sesi ‘Public Hearing RUU Kesehatan Bersama Dinkes Seluruh Indonesia, IDI dan PDGI’ di Gedung Kemenkes RI Jakarta, belum lama ini.

"(Layanan rujukan) itu harus terjangkau, jangan mahal sehingga orang malah ke luar negeri gara-gara antreannya panjang dan mahal. Itu sesuatu yang kita menghindari supaya masyarakat kita benar-benar dapat akses dan negara harus hadir karena itu adalah tanggung jawab negara untuk memastikan bahwa layanan kesehatan bagi masyarakatnya."

Tingkatkan Layanan Kesehatan ke Masyarakat

Perbaikan layanan rujukan ini masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan atau RUU Kesehatan. Kemenkes sedang menghimpun Daftar Isian Masukan (DIM) dari partisipasi publik.

Masukan-masukan partisipasi publik akan ditampung dan ditindak lanjuti, apakah dapat masuk ke dalam pembahasan RUU Kesehatan atau tidak. Meski masukan diproses dengan seleksi, arah kebijakan RUU Kesehatan bertujuan agar pelayanan kesehatan menjadi lebih baik.

"Nah, buat kami di pemerintahan sendiri, arahnya kita cuma dua, yaitu pertama, apapun yang kita lakukan harus lebih baik buat masyarakat dan kata-kata ‘masyarakat’ ini penting. Jadi semuanya dikembalikan ke masyarakat, bukan buat Menkesnya, bukan buat perguruan tingginya, bukan buat kolegium, bukan buat organisasi profesinya," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.

"Tapi yuk kita bawa ke tatanan masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan layanan kesehatan ke masyarakat, karena itu memang yang diwajibkan oleh UUD 1945 Pasal 28."

Upaya Pemenuhan Dokter dan Obat-obatan

Dari segi peningkatan layanan rujukan, Budi Gunadi juga berfokus melakukan upaya pemenuhan kebutuhan dokter, alat kesehatan, dan obat-obatan. Dalam hal obat-obatan, pandemi COVID-19 memberikan pelajaran bahwa kemandirian obat itu penting.

“Itu akan diberesin semua rumah sakit-rumah sakit, kita itu butuh alat, butuh dokter, butuh segala macam untuk kualitas dan terjaga obat-obatnya agar terjangkau. Ya supaya tadi itu agar layanan rumah sakit menjadi baik,” katanya.

Infografis Orang Terkaya di Indonesia
Infografis Orang Terkaya di Indonesia (liputan6.com/desi)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya