Liputan6.com, Jakarta Organisasi profesi kesehatan menilai bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan cacat secara formil.
Hal ini melatarbelakangi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), serta Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggugat UU Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga
“Hari ini, Selasa, 19 September 2023 telah mendaftarkan melalui kuasa hukum kami yaitu Joni Tanamas. Pak Joni mendampingi kami terkait dengan uji formil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Alhamdulillah hari ini sudah terdaftar uji formil,” ujar Juru Bicara Sekretariat Bersama 5 Organisasi Profesi Kesehatan Dr Mahesa Paranadipa Maikel, MH saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023).
Advertisement
Dia menambahkan, pendaftaran uji formil ini adalah salah satu hak konstitusional yang dilindungi konstitusi terhadap proses pembentukan undang-undang.
“Khususnya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, di mana proses mulai dari penyusunan hingga pembahasan kami melihat adanya cacat formil dalam pembentukan UU ini,” ucap Mahesa.
Cacat formil yang dimaksud Mahesa adalah tidak adanya meaningful participation atau pelibatan bermakna pihak organisasi profesi dalam pembuatan UU ini. Meaningful participation seharusnya melibatkan tiga hak yakni hak untuk didengar, hak dijelaskan, dan hak dipertimbangkan.
“Nah ini yang akan kami uji di Mahkamah Konstitusi. Kami organisasi profesi kesehatan sangat-sangat yakin bahwa hakim konstitusi akan memproses ini seadil-adilnya,” jelas Mahesa.
Untuk Kepentingan Rakyat
Mahesa menekankan, upaya organisasi profesi dalam mengajukan uji formil UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dilakukan semata untuk kepentingan rakyat.
“Lima organisasi profesi terpanggil untuk mengajukan uji formil ini karena semata-mata terkait dengan kepentingan bangsa dan negara.”
“Jadi tidak hanya kepentingan organisasi profesi tapi yang terpenting adalah kepentingan seluruh rakyat karena UU ini mengatur hak yang fundamental bagi seluruh rakyat yaitu hak untuk sehat,” katanya.
Advertisement
Alasan Permohonan Uji Formil
Dalam kesempatan yang sama, Kuasa hukum lima organisasi profesi kesehatan Joni Tanamas menjelaskan alasan diajukannya permohonan uji formil UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan ke MK.
“Ada beberapa alasan, yang pertama adalah prosesnya ini tidak melibatkan ketentuan sebagaimana pasal 22 D ayat 2 UUD 1945 karena prosesnya harus melibatkan pihak-pihak DPR, Presiden dan DPD RI,” ujar Joni.
Alasan kedua adalah tidak terpenuhinya meaningful participation. Menurut Joni, meaningful participation bukan sekadar kata tapi merupakan hasil dari putusan MK tentang keterlibatan dan partisipasi bermakna dari masyarakat terdampak dan yang berkepentingan.
“Bahkan lima organisasi profesi ini bukan cuma terdampak dan berkepentingan tapi adalah aktor yang melakukan tugas pemenuhan hak layanan kesehatan.”
Alasan Berikutnya
Alasan ketiga gugatan ini adalah dalam proses pembentukan UU ini tidak memiliki fitur formil putusan-putusan MK.
“Jadi putusan MK sebagai fitur resmi harus menjadi unsur formil dalam perumusan sebuah UU termasuk UU kesehatan.”
Keempat, adanya penghambatan dari proses pembahasan dan pembentukan UU ini. Hal ini terbukti dengan adanya surat edaran yang diberikan kepada ASN untuk tidak terlibat dalam pembahasan RUU Kesehatan.
“Yang kelima, pembahasan UU ini harus memenuhi format dan bentuknya, dan ini nanti akan kita elaborasi. Dan yang juga tak kalah penting adalah adanya langkah ‘sung sang’ dalam arti UU-nya belum disahkan tapi aturan turunannya sudah diindikasikan,” papar Joni.
Advertisement