Waspadai Dampak Fatal Kekurangan Gizi pada Anak

Ada konsekuensi bila anak tidak mendapatkan gizi yang cukup

oleh Fariza Noviani Abidin diperbarui 25 Feb 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2024, 07:00 WIB
Ilustrasi Stunting
Ilustrasi Kekurangan Gizi pada Anak. Foto: Ade Nasihudin Liputan6.com (9/11/2020).

Liputan6.com, Jakarta - Masa kanak-kanak merupakan periode emas bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan kognitif. Pada masa ini, anak-anak membutuhkan asupan gizi yang optimal untuk menunjang perkembangan otak, organ tubuh, dan sistem imun. Namun nyatanya, kekurangan gizi pada anak masih menjadi ancaman serius di Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengangkat isu ini melalui podcast yang diunggah pada kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI pada Kamis, 12 Februari 2024 lalu dengan mengundang Dr. dr Tan Shot Yen, M. Hum sebagai Ahli Gizi Masyarakat. 

Pada podcast tersebut, Dr. Tan menyebutkan bahwa hasil survei status gizi anak Indonesia menunjukkan terdapat 21,6% anak terdiagnosa stunting, 17,1% kurang gizi, 2,7% wasting dan 3,5% mengalami overweight atau kelebihan berat badan.

Anak-anak dengan kekurangan gizi berisiko mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, dan prestasi akademik rendah. Selain itu, mereka juga lebih rentan terhadap penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung di usia dewasa.

Kekurangan gizi pada anak merupakan masalah serius yang dapat menyebabkan berbagai dampak fatal. Salah satu langkah penting untuk mencegah dan mengatasinya adalah dengan mengenali jenis-jenis kekurangan gizi yang paling terjadi pada anak"

  • Stunting

Menurut WHO atau World Health Organization, stunting merupakan gangguan gizi kronik yang terjadi pada anak. Padahal di awal-awal kehidupannya anak memerlukan gizi yang baik. 

"80% otak manusia itu sudah selesai dibentuk saat anak mencapai usia 2 tahun dan disempurnakan hingga mereka berusia 5 tahun. Jadi stunting ini memang masalah besar di negera kita," ucap Tan.

 

Jenis Lain Gangguan Gizi pada Anak

 

Tan menyebutkan fenomena wasting sebagai ketidakcocokan antara berat badan anak dengan tinggi badan. Wasting juga dapat merujuk pada kondisi anak yang berat badannya menurun seiring waktu hingga total berat badannya jauh di bawah standar kurva pertumbuhan atau berat badan berdasarkan tinggi badannya rendah (kurus) dan menunjukkan penurunan berat badan (akut) dan parah.

Pemicu wasting biasanya dikarenakan anak terkena diare sehingga berat badannya turun drastis tapi tinggi badannya tidak bermasalah. Wasting tidak dapat dianggap sepele sebab jika penanganannya terlambat bisa berakibat fatal.

  • Defisiensi Mikronutrien

Selain kekurangan kalori dan protein, defisiensi mikronutrien juga merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi yang sering terjadi pada anak. Mikronutrien, seperti zat besi, vitamin A, dan zinc, sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan kognitif anak.

"Misalnya, kekurangan zat besi pada anak akan mengakibatkan mudahnya si anak terjangkit infeksi. Ujung-ujungnya nafsu makan anak akan memburuk dan enggak mau makan apa-apa," jelas Tan pada podcast Kementerian Kesehatan RI.

 

Dampak Gangguan Gizi pada Tumbuh Kembang Anak

Kekurangan gizi pada anak dapat membawa dampak serius bagi tumbuh kembang anak. Dampak ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik, tetapi juga mental, kognitif, dan sosial.

Menurut UNICEF yang dilansir pada UNICEF Indonesia, berikut merupakan dampak-dampak kekurangan gizi pada tumbuh kembang anak:

  • Sistem Imunitas yang Rendah

Anak yang mengalami gizi buruk akan cenderung memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Hal ini membuat mereka lebih mudah terserang penyakit infeksi seperti diare, batuk pilek, dan pneumonia.

Bahkan, balita yang didiagnosa kekurangan gizi yang terserang penyakit infeksi akan mengalami kondisi yang lebih parah dan lebih sulit untuk sembuh dibandingkan anak dengan gizi baik.

  • Gangguan Pertumbuhan Fisik

Kekurangan asupan zat gizi pada anak dapat menghambat pertumbuhan fisiknya, termasuk pertumbuhan tinggi badan. 

Dampak ini terjadi karena anak dengan kekurangan gizi tidak mendapatkan cukup energi dan zat gizi makro (protein dan karbohidrat) serta zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang penting untuk pertumbuhan tulang dan jaringan tubuh lainnya. Kekurangan ini dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak, termasuk tinggi badan.

  • Gangguan Perkembangan Otak

Zat gizi merupakan kunci penting dalam mendukung perkembangan otak balita. Anak yang mengalami kekurangan gizi akan mengalami risiko tidak optimalnya perkembangan otak, kemampuan belajar, serta produktivitas kerja di masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa gizi yang baik sangat penting untuk memastikan perkembangan balita yang optimal dan mencegah berbagai konsekuensi negatif di masa depan.

  • Kematian

Dari semua bentuk masalah gizi pada anak, wasting, khususnya gizi buruk, memiliki risiko kematian yang paling tinggi. Risiko kematian anak gizi buruk hampir 12 kali lebih tinggi dibandingkan anak gizi baik. Hal ini disebabkan oleh sistem imunitas tubuh mereka yang rendah. Bila mereka menderita penyakit infeksi, kondisinya akan lebih parah dan lebih sulit untuk sembuh, sehingga dapat menyebabkan kematian.

Bagaimana Cara Mencegah Anak Terkena Gangguan Gizi?

Kekurangan gizi pada anak dapat membawa dampak serius bagi tumbuh kembang mereka. Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan pemberi untuk mengetahui cara mencegah anak terkena gangguan gizi.

Tan menyebutkan pentingnya gizi seimbang untuk optimalnya pertumbuhan dan perkembangan anak serta mencegah anak terkena berbagai macam gangguan gizi.

"Anak-anak yang masih dalam taraf tumbuh dan kembang mereka fokus nya pada protein hewani, tetapi protein hewani saja tidak cukup jadi harus ada kecukupan proporsional antara makanan pokok, sayur, buah, dan tentu saja protein," jelas Tan.

Selain itu, kualitas bahan pangan yang dikonsumsi oleh anak juga harus terjamin baik. Terlebih bagi anak yang sudah memasuki masa sekolah, dimana mereka memiliki potensi yang lebih besar untuk mengonsumsi jajanan kemasan yang tinggi akan gula, garam dan juga lemak. Oleh karena itu, orangtua harus dapat mengarahkan mereka pada makanan-makanan yang berkualitas.

"Kualitas makanan itu juga berasal dari makanan yang masih segar. Usahakan makanan-makanan itu didapatkan secara murah dan gampang ya, jadi availability dan affordibility,' lanjut Tan.

Selanjutnya, cara pengolahan dari bahan pangan itu sendiri juga harus diperhatikan dengan baik. Tan menyinggung kebiasaan serta kesukaan mayoritas orang Indonesia pada makanan yang diolah dengan cara digoreng.

"Sebetulnya, ikan goreng itu bukan makanan yang sehat, Anda tahu engga? Karena omega 3-nya berubah menjadi trans fat," ungkap Dr. Tan.

Tan menyarakan cara pengolahan lain yang juga melibatkan rempah-rempah Indonesia agar kandungan gizi di dalam makanan tidak berkurang atau bahkan tergantikan dengan zat yang berbahaya.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya