Pria Indonesia Ini Raih Penghargaan Tertinggi dari Putri Anne Kerajaan Inggris

Sosok Wendi Tamariska yang menerima penghargaan tertinggi Whitley Award 2019 lewat program Konservasi Orangutan Gunung Palung.

oleh Yunisda Dwi Saputri diperbarui 10 Mei 2019, 12:40 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2019, 12:40 WIB
Wendi Tamariska meraih penghargaan tertinggi Whitley Award 2019
Wendi Tamariska meraih penghargaan tertinggi Whitley Award 2019 (Sumber: Dok. Pribadi Wendi Tamariska)

Liputan6.com, Jakarta Isu lingkungan menjadi salah satu perhatian penting masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang nyaman. Tak hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk anak cucu di masa depan sebagai generasi penerus bangsa.

Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban masyarakat untuk bahu membahu menjaga kelestarian lingkungan. Berbagai cara dapat dilakukan asalkan ada tekad yang kuat. Bahkan, perubahan kecil pun punya peranan khusus untuk perubahan yang lebih besar.

Seperti yang dilakukan Wendi Tamariska dari Yayasan Palung yang sudah lama bergelut di bidang konservasi dan lingkungan. Pria yang akrab disapa Wendi itu belum lama ini meraih penghargaan Whitley Award 2019 atas dedikasinya menjaga kelestarian lingkungan.

Tak tanggung-tanggung, penghargaan tertinggi di bidang lingkungan tersebut ia terima langsung dari Putri Anne Kerajaan Inggris. Acara yang bertajuk Whitley Fund for Nature itu digelar di Gedung The Royal Geographical Society di London, Rabu (1/5/2019).

Berhasil melindungi populasi orangutan dan hutan hujan di Kalimantan Barat

Wendi Tamariska meraih penghargaan tertinggi Whitley Award 2019
Wendi Tamariska meraih penghargaan tertinggi Whitley Award 2019 (Sumber: Dok. Pribadi Wendi Tamariska)

Wendi sebagai putra bangsa berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Pasalnya, ia dianggap sukses melindungi populasi orangutan serta hutan hujan di bentang alam kawasan Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat.

Melalui program mata pencarian berkelanjutan (SL), Wendi mendorong masyarakat lokal memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk dijadikan penghasilan alternatif. Program kerjanya itu sudah ia rintis sejak tahun 2010 silam.

Selain itu, Wendi juga mengajak masyarakat mengeksplor bakatnya melalui hasil alam berupa pandan. Banyak pengrajin tikar pandan yang ia kumpulkan untuk berkreasi membuat anyaman seperti tas, tempat tisu, tikar, dompet, tempat menyimpan alat tulis dan sebagainya. Para pengrajin tikar pandan tersebut awalnya bekerja sebagai penambang batu.

Tak hanya sampai di situ, Wendi bahkan berhasil mengajarkan pola tanam ramah lingkungan kepada para petani lokal. Tujuannya tak lain adalah untuk mengolah lahan untuk ditanami berbagai tanaman dengan tanpa merusak alam.

Satu-satunya peraih penghargaan dengan latar belakang sarjana

Wendi Tamariska meraih penghargaan tertinggi Whitley Award 2019
Wendi Tamariska meraih penghargaan tertinggi Whitley Award 2019 (Sumber: Dok. Pribadi Wendi Tamariska)

Ketiga programnya itu lantas bisa dibilang sukses karena ia berhasil mengeksplor sumber daya alam sekaligus sumber daya manusia di Kalimantan Barat untuk tujuan mulia. Berkat usahanya, Wendi didapuk menjadi satu dari enam orang yang berhak mendapat penghargaan Whitley Awad 2019 dari sekitar 100 nominator yang berasal dari 55 negara di dunia.

Yang lebih hebat lagi, Wendi adalah satu-satunya penerima penghargaan yang datang dari latar belakang pendidikan S-1 nya. Pasalnya, kelima nominator selain dirinya punya gelar profesor dan doktor yang disematkan pada nama mereka.

Dalam acara tersebut, semua penerima penghargaan berkesempatan untuk berpidato. Wendi sendiri mengaku merasa terhormat menerima penghargaan tertinggi tersebut. Pada awal pidatonya, Ia menceritakan bahwa ia termotivasi untuk memperbaiki keadaan lingkungan tempat tinggalnya yang berubah seiring perkembangan zaman.

Pidato Wendi Tamariska

Wendi Tamariska meraih penghargaan tertinggi Whitley Award 2019
Wendi Tamariska meraih penghargaan tertinggi Whitley Award 2019 (Sumber: Dok. Pribadi Wendi Tamariska)

Pria kelahiran Kalimantan tersebut merasa sedih ketika dirinya kembali ke rumah setelah merantau di kota menjadi seorang guru. Pohon-pohon besar yang tadinya memenuhi tanah kelahirannya kian berkurang, tak terkecuali populasi orangutan.

Kejadian tersebut tak lain karena adanya ekspansi proyek minyak kelapa sawit, pertambangan, serta illegal logging. Melihat kondisi tersebut, Wendi pribadi merasa sedih dan terkejut. Dia takut anak cucunya kelak hanya mampu mendengar cerita tentang wujud orangutan, tanpa bisa melihatnya secara langsung.

Saya yakin bahwa kunci untuk melindungi hutan hujan Indonesia dari kerusakan lebih lanjut adalah dengan dukungan dari pemerintah serta kerja sama dengan masyarakat lokal. Itulah mengapa saya bekerja sama dengan para penebang ilegal dengan mengajarkan mereka cara mencari uang tanpa harus merusak hutan,” ungkap Wendi dalam pidatonya.

Rencana program kerja terbaru Wendi Tamariska

Di akhir pidatonya, Wendi berencana untuk memperluas program kerjanya dengan merambah komunitas baru yang kurang mendapat perhatian dari segi ekonomi dan pendidikan melalui dukungan Whitley Fund for Nature.

Sebagai penutup, Wendi mengutarakan bahwa ia ingin mendedikasikan program kerjanya itu untuk keluarga, Taman Nasional Gunung Palung, dan juga masyarakat lokal Borneo Barat. Selengkapnya, berikut adalah video pidato Wendi Tamariska dalam acara Whitley Award 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya