Gunung Api Purba Nglanggeran Kembali Didaki, Upaya Bangkit Saat Pandemi

Penerapan New Normal, aktivitas perekonomian di wisata Gunung Api Purba Nglanggeran mulai membaik.

oleh Laudia Tysara diperbarui 16 Nov 2020, 22:15 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2020, 22:15 WIB
Puncak Gunung Api Purba. | Foto: Laudia Tysara
Puncak Gunung Api Purba. | Foto: Laudia Tysara

Liputan6.com, Jakarta Jalanan terasa lenggang, cuaca mendung meski tak kunjung hujan. Banyak petani masih sibuk mencangkul di ladang. Ibu-ibunya sibuk menggendong hasil tanam dari perkebunan. Beginilah suasana kawasan Ekowisata Gunung Api Purba, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terasa begitu asri, menyejukkan, dan menenangkan.

Ada banyak bebatuan besar di sekitar pekarangan. Tinggi batunya rata-rata hampir setara dengan bangunan rumah yang ada. Jika ditelusuri dari urutan ukuran batuannya, akan ada penampang batu yang lebih besar. Kali ini berukuran 5 kali lipat lebih besar dari rumah penduduk sekitar. Inilah Gunung Api Purba yang konon aktif 70 juta tahun lalu.

Gunung Api Purba kembali didaki setelah ditutup dari Maret sampai Juni karena pandemi COVID-19. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran dengan Dinas Pariwisata DIY berkolaborasi memutuskan simulasi New Normal pada 16 Juni 2020. Lalu pada 1 Juli 2020 dilakukan uji coba pembukaan wisata Gunung Api dengan menerapkan protokol kesehatan. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya bangkit dari Pandemi agar roda perekonomian desa bisa kembali diperbaiki.

Protokol Kesehatan Wisata Gunung Api Purba

Simulasi protokol kesehatan di loket pembayaran Gunung Api Purba, Nglanggeran. | Foto: gunungapipurba.com
Simulasi protokol kesehatan di loket pembayaran Gunung Api Purba, Nglanggeran. | Foto: gunungapipurba.com

“Prit.. Pritt.. Prittttt..,” peluit petugas parkir berdenging di telinga seketika. Seolah menjadi sebuah pertanda, kehadiran wisatawan disambut dengan suka cita. Mobil yang parkir di tepian jalan bisa dihitung dengan sepuluh jari tangan. Helm motornya, ada sekitar 20 pasang.

Ada antrian bersela lebih kurang 1 meter mengular panjang menuju loket pembayaran. “Untuk berapa orang?,” tanya petugas pembayaran. Kali ini metode pembayaran wisata Gunung Api Purba tak hanya berbentuk tunai. Bahkan di era New Normal ini lebih direkomendasikan pembayaran menggunakan dompet digital seperti OVO, Gopay, Link Aja, dan yang lainnya.

Tugas baru juga diemban petugas dan pengelola di masa New Normal ini. Salah satunya petugas parkir, ia tidak hanya memberi tiket parkir tetapi mendapat misi tambahan khusus. Mengarahkan pengunjung menggunakan masker, face shield, dan cuci tangan. Sementara petugas yang lain mengarahkan antrian dan mengecek suhu badan dengan Thermo Gun. Meski membutuhkan waktu lebih lama dari sekadar melepas helm dan jaket, prosesnya terasa menyenangkan karena tak berdesak-desakan.

Pengunjung Gunung Api Purba Dibatasi

Papan alur pelayanan New Normal di Gunung Api Purba. | Foto: Laudia Tysara
Papan alur pelayanan New Normal di Gunung Api Purba. | Foto: Laudia Tysara

Berdasarkan data dari petugas pemasaran Gunung Api Purba, pengunjung paling banyak pada hari libur. Pada bulan Januari dan Februari 2020, jumlah pengunjung pada hari libur bisa mencapai angka 907 orang. Sementara data bulan Oktober 2020, pengunjung hari libur hanya mencapai angka 552 orang. Bukan tanpa alasan, jumlah pengunjung yang hanya 500-an ini disesuaikan dengan SOP New Normal.

“SOP kami setiap harinya membatasi dengan maksimal 500 orang pengunjung. Kami juga hanya menerima wisatawan yang sifatnya on the spot, dalam artian satu hari kunjungan saja,” Jelas Ketua Pokdarwis Nglanggeran, Mursidi.

Angka ini sudah menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan bagi pemasukan pariwisata Gunung Api Purba. Meski kini setiap hari Senin seluruh kawasan Gunung Api Purba harus ditutup untuk penyemprotan disinfektan. Menurut keterangan Mursidi, hal ini dijadikan upaya menjaga penduduk yang rentan terinfeksi dari wisatawan luar kota.

Aktivitas Perekonomian Membaik

Area parkir wisata Gunung Api Purba saat New Normal. | Foto: Laudia Tysara
Area parkir wisata Gunung Api Purba saat New Normal. | Foto: Laudia Tysara

Gunung Api Purba Nglanggeran ditutup bulan Maret 2020. Tepat sebelum New Normal ditetapkan, aktivitas pendakian oleh wisatawan mandek total. Dampaknya, penduduk di kawasan ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran mengalami keterpurukan ekonomi.

Kejenuhan sudah pasti dihadapi oleh semua orang, tak terkecuali wisatawan dan pengurus kawasan wisata Nglanggeran. Hal ini kemudian memunculkan inovasi wisata virtual Gunung Api Purba pada bulan Mei 2020 lalu. Inisiasinya dilakukan oleh Tim Pemasaran Gunung Api Purba dengan Pirtual Projek Universitas Padjajaran.

“Virtual Tour dibuat agar wisatawan tetap bisa menikmati wisata Gunung Api Purba dari rumah secara visual,” ujar Ketua Pokdarwis Nglanggeran, Mursidi.

Kegiatan wisata virtual ini nyatanya belum begitu mendongkrak perekonomian. Solusi keduanya adalah penerapan New Normal seperti sekarang. Inovasi kali ini dilakukan Pokdarwis dan Dinas Pariwisata DIY. Pencapaiannya, aktivitas perekonomian wisata sudah mulai membaik. Para petugas kawasan wisata sudah bertugas meski belum semuanya.

“Kalau semua pegawai memang belum, masih sekitar 60 persen. Paling tidak wisatawan sudah ada yang membelanjakan uangnya di warga masyarakat. Dampak yang kami dapatkan adalah pemberdayaan masyarakatnya. Begitu juga pegawai lain sudah bisa mendapatkan penghasilan dari kegiatan wisata ini,” jelasnya.

 

 

Dampak bagi Para Pedagang di Gunung Api Purba

Pedagang bakso kuah Gunung Api Purba, Hadi | Foto: Laudia Tysara
Pedagang bakso kuah Gunung Api Purba, Hadi | Foto: Laudia Tysara

Menurut keterangan Mursidi tak hanya petugas parkir dan pegawai Gunung Api Purba yang merasakan dampak New Normal. Warga desa kawasan Gunung Api Purba pun ikut merasakannya, meski belum pulih seperti sediakala. Menurutnya, paling tidak sudah ada wisatawan yang menjajakan uangnya di pedagang kawasan wisata.

"Waktu ditutup sepi nggak ada orang, Mbak. Setelah dibuka ya masih sama aja, belum meningkat banget. Itupun untungnya cuma bisa buat jajan aja. Beda waktu belum ada pandemi, omzetnya bisa sampai 200-an itu kotor," ujar pedagang siomay Gunung Api Purba, Kambi.

Menengok ke sebelah pedagang siomay, ada kerumunan wisatawan yang datang-pergi sampai pedagangnya tertutupi. Rupanya ada bakso goreng kuah khas Gunung Kidul.

"Dulu waktu dibuka langsung jualan di sini, kalau sebelumnya ya berhenti jualan dan kerja motongin kayu. Sekarang walaupun kelihatan ramai tapi penghasilan tetep menurun, pengunjungnya sepi. Sebelum pandemi minim ya 250 ribu, kalau sekarang 100 pun nggak sampai," jelas penjual bakso goreng kuah Gunung Api Purba, Hadi.

Tak hanya siomay dan bakso kuah, penjual camilan di sekitar Gunung Api Purba juga cukup banyak meski keluhan mereka juga sama, penghasilan belum naik seperti sebelum masa pandemi COVID-19.

"Kalau sebelum Corona itu ramai banget, Mbak. Omzet sehari bisa sampai satu juta. Sekarang pembeli kebanyakan dari warga, pengunjung mungkin khawatir dan dari rumah sudah bawa," kata pemilik salah satu toko kelontong di Gunung Api Purba, Evin.

Peran Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketua Pokdarwis Nglanggeran, Mursidi. | Foto: Laudia Tysara
Ketua Pokdarwis Nglanggeran, Mursidi. | Foto: Laudia Tysara

Penerapan New Normal di kawasan Ekowisata Gunung Api Purba tak hanya inisiasi pengelola dan pegawainya. Melainkan didukung pula oleh Dinas Pariwisata DIY. Dinas Pariwisata mengambil peran dalam pendampingan. Mulai dari kegiatan simulasi jelang New Normal, pelatihan, dan lain sebagainya.

“Pertama mendampingi kaitannya dengan simulasi, utamanya tentang protokol COVID-19 sebagai penyedia pelayanan kepada wisatawan. Lalu komunikasi bila terjadi kasus atau hal-hal yang tidak diinginkan,” Jelas Ketua Pokdarwis Nglanggeran, Mursidi.

Meskipun kasus positif COVID-19 di kawasan Ekowisata Gunung Api Purba masih belum ada, kelompok rentan infeksi masih tetap menjadi kekhawatiran mereka. Maka dari itu, pengelola wisata berharap komitmen penerapan protokol COVID-19 tetap dijalankan. Begitu juga Dinas Pariwisata tetap mendampingi dan memberikan pelatihan.

“Untuk saat ini kasus masih zero (belum ada). Harapan kami, tentunya keadaan COVID-19 ini cepat berakhir. Kemudian kegiatan wisata pulih seperti sedia kala, perekonomian dan pemberdayaan masyarakat kembali berjalan,” tambahnya.

Pendakian Gunung Api Purba

Pemandangan puncak Gunung Api Purba dari bawah. | Foto: Laudia Tysara
Pemandangan puncak Gunung Api Purba dari bawah. | Foto: Laudia Tysara

Siapkan tekad menuju puncak dan legakan napas agar tak terengah. Minum air putih yang banyak, perut dikenyangi, dan jangan masukkan ponsel. Genggam erat-erat untuk mengabadikan batuan purba yang akan terlihat menjuntai indah ke angkasa. Batuan ini masih terlihat gagah nan perkasa meski sudah jutaan tahun usianya.

Ada satu trekking pendakian yang tidak boleh dilewatkan. Menuju puncak dengan pemandangan lebih elegan dan menawan. Mulai masuki tangga panjang yang lebarnya hanya bisa dilewati satu badan saja. Pijakannya terbuat dari ranting kayu yang dipaku. Semakin ke ujung akan semakin sempit, tetap berhati-hati dan jangan sampai terjepit.

Angin bertiup kencang, sejuk, dan menenangkan. Bendera merah putih pun berkibar dengan gagahnya. Jika melihat dari sisi yang lain, kawasan wisata Gunung Api Purba akan terlihat jelas. Begitu juga pemandangan kota Yogya dan tower-tower tinggi yang berjajar rapi.

Jika penasaran dengan puncak yang lebih tinggi, lanjutkan pendakiannya. Pada puncak tertinggi Gunung Api Purba, wisatawan bisa melihat Embung Nglanggeran. Embung Nglanggeran merupakan tadah hujan buatan yang digunakan untuk mengairi lahan pertanian penduduk sekitar.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya