Niat Membayar Utang Puasa Ramadan, Ketahui Hukum dan Ketentuannya

Jangan sampai melewatkan utang puasa.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 07 Mar 2022, 19:15 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2022, 19:15 WIB
Hukum Puasa Rajab
Ilustrasi Kitab Suci Al Qur’an Credit: unsplash.com/Laily

Liputan6.com, Jakarta Puasa Ramadan 2022 akan datang dalam kurun sebulan. Selain mempersiapkan kehadiran bulan suci ini, membayar utang puasa menjadi kewajiban yang harus dituntaskan.

Dalam keadaan tertentu, umat Islam boleh meninggalkan puasa Ramadan. Dengan catatan, puasa ini wajib diganti di hari lain selain bulan Ramadan. Mengganti puasa Ramadan wajib hukumnya.

Mengganti puasa Ramadan disebut juga puasa Qadha. Niat membayar utang puasa Ramadan ini tentunya berbeda dengan niat puasa Ramadan biasa. Ini sebabnya penting mengetahui niat membayar utang puasa Ramadan yang benar.

Berikut niat membayar utang puasa Ramadan dan ketentuannya, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin(7/3/2022).

Ketentuan membayar utang puasa

Ilustrasi Ramadan
Ilustrasi Ramadan (Photo by Ahmed Aqtai from Pexels)

Ketentuan membayar utang puasa dapat dilihat jelas dalam firman Allah pada Q.S. Al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi:

"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Membayar utang puasa atau mengqadha puasa Ramadan wajib dilaksanakan sebanyak hari puasa yang telah ditinggalkan saat Ramadan. Dalam tafsiran ayat Q.S. Al-Baqarah ayat 184, barang siapa yang sakit sehingga tidak sanggup berpuasa, atau dalam perjalanan lalu tidak berpuasa, maka ia wajib mengganti puasa sebanyak hari yang ia tidak berpuasa itu pada hari-hari yang lain.

Dan bagi orang yang berat menjalankannya karena sakit berat yang tidak ada harapan sembuh atau karena sangat tua, wajib membayar fidyah atau pengganti yaitu memberi makan kepada seorang miskin untuk satu hari yang tidak berpuasa itu.

Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan lalu memberi makan kepada lebih dari seorang miskin untuk satu hari tidak berpuasa, maka itu lebih baik baginya. Dan untuk yang tetap berpuasa, maka pilihan untuk tetap berpuasa itu lebih baik dibandingkan dengan memberikan fidyah, jika mengetahui keutamaan berpuasa menurut Allah.

Niat membayar utang puasa

Ilustrasi Ramadan
Ilustrasi Ramadan (sumber: iStock)

Berikut adalah niat membayar utang puasa:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”

Golongan orang yang boleh tidak berpuasa Ramadan

Ilustrasi Ramadan
Ilustrasi Ramadan (sumber: iStockphoto)

Ada empat golongan yang diperbolehkan untuk tidak menjalankan ibadah puasa Ramadan serta satu golongan yang dilarang berpuasa. Meski diperbolehkan untuk tidak berpuasa, empat golongan ini tetap wajib mengganti puasanya di kemudian hari. Berikut empat golongan yang diperbolehkan meninggalkan puasa:

Orang sakit

Orang sakit yang diizinkan tidak berpuasa adalah orang sakit yang apabila menjalankan puasa, dapat memperparah kondisi yang bersangkutan. Meski tidak berpuasa, namun orang tersebut harus membayar puasanya tersebut.

Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 185,

"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."

Orang yang sedang dalam perjalanan jauh

Apabila seseorang yang melakukan perjalanan jauh saat berpuasa, diizinkan untuk tidak berpuasa apabila kondisinya berat dan menyulitkan. Namun, orang tersebut wajib mengganti puasanya di kemudian hari. Nabi Muhammad bersabda dalam hadis riwayat Muslim,

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, "Siapa ini?" Orang-orang pun mengatakan, "Ini adalah orang yang sedang berpuasa." Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah suatu yang baik seseorang berpuasa ketika dia bersafar."

Golongan orang yang boleh tidak berpuasa Ramadan

Ramadan
Ilustrasi Ramadan | pexels.com/@naimbic

Orang lanjut usia

Orang tua yang tidak mampu menjalankan puasa diberi kelonggaran untuk tidak berpuasa. Sebagai gantinya, orang tersebut diwajibkan untuk membayar fidyah yaitu dengan memberi makan fakir miskin setiap kali orang tersebut tidak berpuasa. Adapun ukuran satu fidyah adalah setengah sho', kurma atau gandum atau beras, yaitu sebesar 1,5 kg beras.

Allah berfirman dalam Al-Baqarah ayat 184,

"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin."

Wanita hamil dan menyusui

Apabila ibu yang sedang mengandung dan menyusui tidak mampu berpuasa, Allah meringankan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari. Sementara satu golongan yang dilarang untuk berpuasa adalah wanita dalam keadaan haid dan nifas. Wanita yang haid dan nifas dilarang berpuasa selama masa haid dan nifas tersebut. Namun, mereka juga tetap harus mengganti puasa di kemudian hari.

Nabi bersabda dalam hadis riwayat Ahmad,

"Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya