Stoicism Adalah Filosofi Teras, Ketahui Manfaatnya untuk Hadapi Hidup Penuh Tekanan

Stoicism adalah sebuah aliran filsafat yang mengajarkan tentang pengendalian diri agar dapat hidup lebih bahagia.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 08 Agu 2022, 16:50 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2022, 16:50 WIB
[Bintang] Jurusan yang Jarang Banget Diminati saat SNMPTN 2015 (Part 3)
Jurusan Filsafat | via: fatiamaresti07.blogspot.com

Liputan6.com, Jakarta Stoicism adalah aliran filsafat atau pandangan hidup yang memiliki tujuan untuk dapat menguasai diri sendiri. Stoicism sering dipandang sebagai aliran filsafat yang relevan dengan permasalahan kekinian. Bahkan, stoicism juga dianggap sebagai solusi untuk menghadapi kehidupan yang penuh dengan tekanan.

Hal yang menjadi ajaran stoicism adalah antara lain tentang penerimaan, termasuk menerima kondisi dan keadaan yang nggak bisa diubah, menerima kondisi yang dapat diubah dan berusaha mengubahnya, serta metode untuk mencari tahu perbedaan di antara keduanya.

Stoicism membagi kehidupan menjadi dua dimensi, yakni dimensi internal dan dimensi internal. Dimensi internal adalah segala sesuatu yang berada dalam kendali penuh diri anda. Contoh sesuatu yang masuk dalam dimensi internal adalah segala sesuatu yang ada dalam diri kita, seperti pola pikir, cara kita merespons sesuatu, dan sebagainya.

Sedangkan dimensi eksternal adalah sesuatu yang berada di luar kontrol kita. Yang termasuk dalam dimensi eksternal antara lain adalah pendapat orang lain, tanggapan orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri kita. Semua itu adalah hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan.

Ajaran stoicism dipercaya dapat mengatasi berbagai permasalahan modern, mulai dari masalah sosial hingga masalah kesehatan mental. Untuk lebih memahami lebih mendalam mengenai stoicism, penting untuk mengetahui seluk beluk aliran filsafat ini mulai dari sejarahnya.

Berikut adalah ulasan lebih mendalam mengenai stoicism, berdasarkan sumber-sumber yang telah dirangkum Liputan6.com pda Senin (8/8/2022).

Sejarah Singkat Stoicism

Dilansir dari Internet Encyclopedia of Philosophy, istilah stoicism berasal dari kata Stoa Poikile, yang berarti teras yang dicat, sebuah pasar terbuka di Athena, sebuah tempat di mana aliran filsafat ini diajarkan dan berkembang. Stoicisme sendiri berkembang setelah penaklukan Aleksander Agung dan dikembangkan pertama kali oleh Zeno dari Citium sekitar 300 SM.

Sejak saat itu, stoicisme berkembang hingga menyebar hingga ke Roma di masa kekaisaran. Di Roma, ajaran stoicisme sempat ditolak di masa kepemimpinan Vespasianus dan Domitianus. Namun perlahan, aliran filsafat tersebut diterima bahkan kaisar-kaisar berikutnya mulai menerapkan ajaran stoicisme. Kaisar Roma yang dikenal hidup dengan aliran filsafat stoicism adalah Marcus Aurelius.

Stoicism terus berkembang bahkan hingga abad ke-21 karena sifatnya yang praktis dan nilai-nilai yang diusung dinilai relevan dengan permasalahan kekinian, termasuk dalam mengatasi berbagai tekanan hidup dan masalah kesehatan mental.

Praktik Stoicism

Ilustrasi Pemikiran Filsafat
Ilustrasi Pemikiran Filsafat (morhamedufmg/Pixabay)

Stoicism menjadi salah satu aliran filsafat yang berkembang dan populer hingga saat ini tidak lain karena prinsip-prinsipnya yang dianggap relevan dengan permasalahan kekinian. Selain itu, stoicism juga merupakan filsafat praktis yang dapat dengan mudah diterapkan dalam kehidupan.

Setidaknya ada 9 praktik stoicism yang bisa diterapkan untuk memiliki kehidupan yang lebih bahagia di tengah banyaknya permasalahan dan tekanan. Praktik stoicism antara lain sebagai berikut.

1. Fokus pada apa yang bisa kita kendalikan.

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, stoicisme membagi kehidupan menjadi dua dimensi, yakni dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal adalah hal-hal yang bisa kita kendalikan dan terkait dengan diri sendiri, termasuk cara kita merespons, mempersepsi, dan memikirkan sesuatu.

Sedangkan dimensi internal adalah hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Hal-hal yang termasuk dimensi eksternal adalah hal yang di luar diri kita dan tidak bisa kita kendalikan, termasuk perilaku orang lain, pendapat orang lain, respons orang lain, serta fenomena alam.

Membedakan hal yang bisa dikendalikan dan tidak adalah salah satu prinsip terpenting dalam stoicisme. Tujuan membedakan dimensi internal dan eksternal agar kita bisa lebih fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan.

Ada banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan di dunia ini, termasuk dalam interaksi sosial di mana kita terlibat di dalamnya. Sayangnya, banyak orang lebih fokus serta menghabiskan banyak waktu dan energi untuk mengurusi hal-hal yang di luar kendali.

Misalnya ketika listrik di rumah mati. Sebagian besar orang pasti akan merasa marah dan frustrasi dengan hal itu. Apalagi banyak pekerjaan yang memerlukan sumber daya listrik. Namun kenyataannya, seberapa besar amarah kita, seberapa besar rasa frustrasi yang kita lepaskan entah dalam bentuk caci maki atau hal lain, itu tidak akan mengubah kenyataan bahwa listrik di rumah mati.

Padahal ada banyak hal yang bisa kita lakukan, yang bisa kita kendalikan, untuk mengubah keadaan, atau setidaknya meringankan penderitaan yang muncul akibat mati listrik, misalnya dengan tidur atau menyalakan lilin. Sebab, lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan.

Fokus pada hal yang bisa kita kendalikan juga berlaku untuk situasi lain. Misalnya saat bermain media sosial, baik Instagram atau Twitter. orang-orang sering terganggu dengan postingan orang lain, entah karena itu karena menyinggung perasaannya atau tidak sesuai dengan keyakinannya.

Orang-orang kemudian marah-marah bahkan hingga terlibat dalam pertengkaran di kolom komentar yang menghabiskan banyak waktu dan energi. Padahal mereka memiliki kendali penuh untuk memanfaatkan sejumlah fitur yang ada di media sosial terkait, seperti unfollow, blok, atau mute, agar tidak menjumpai postingan yang mengganggu.

2. Ambil Tindakan

Fokus pada hal yang bisa kita kendalikan, tidak sama dengan pasif. Hanya saja penting untuk menentukan tindakan apa yang bisa kita lakukan, yang berada di dalam kendali kita. Tindakan yang harus dipilih tentu tidak boleh sembarangan, melainkan harus memiliki tujuan dan nilai yang dipilih dengan cermat. Dengan kata lain, seorang Stoic berusaha untuk mengambil tindakan yang bajik.

Seperti yang dibahas sebelumnya, melampiaskan amarah dan rasa frustrasi dengan memaki jelas tidak bisa mengubah keadaan listrik mati atau koneksi internet terputus. Pada situasi seperti itu, yang bisa kita lakukan adalah mencari sumber penerangan lain atau menyalakan lilin jika listrik mati, atau dengan tenang menelepon customer service dan meminta dikirimkan teknisi ketika jaringan internet mati. Mengambil tindakan juga bisa diartikan sebagai fokus pada solusi.

Aplikasi Stoicism

Ilustrasi percaya diri, tertawa, bahagia
Ilustrasi percaya diri, tertawa, bahagia. (Photo by Brooke Cagle on Unsplash)

3. Berbuat Baik

Stoicism menganggap bahwa perbuatan baik cukup untuk menghasilkan kebahagiaan di semua kesempatan. Melakukan kebajikan akan menghasilkan konsekuensi kebaikan sebagai efek sampingnya. Misi utama stoicism, dengan kata lain, adalah untuk membantu orang lain dan melakukan kebaikan yang lebih besar.

Kaum stoik tidak melakukan kebaikan untuk membuat diri mereka bahagia. Mereka melakukannya karena itu adalah cara hidup yang benar dan alami. Melakukan kebajikan dengan semangat itu, dengan sendirinya akan membuat orang bahagia.

4. Menjadi Teladan

“Jangan sekali-kali menyebut diri Anda seorang filsuf, dan jangan banyak bicara di antara orang-orang yang tidak tahu tentang teorema, tetapi lakukan apa yang mengikutinya. Misalnya, pada jamuan makan, jangan katakan bagaimana seseorang harus makan, tetapi makanlah seperti yang seharusnya Anda makan.” -Epictetus

Orang-orang dalam hidup Anda akan belajar lebih banyak dari mengamati cara hidup Anda daripada berbagai macam teori yang keluar dari mulut Anda. Ini bukan hanya karena meniru orang lain adalah cara alami untuk belajar. Akan tetapi orang-orang cenderung akan menolak nilai-nilai yang ditawarkan jika itu hanya sebatas teori dan kata-kata.

5. Kendalikan Ego

Ego yang dimaksud di sini bukan pengertian ego dalam pengertian Freudian yang berkaitan dengan psikoterapi. ego yang dimaksud di sini adalah keinginan yang tidak sehat akan kepentingan Anda sendiri.

Ego menginginkan pengakuan instan. Perasaan seperti itu jelas tidak baik untuk segala upaya dan pekerjaan yang telah Anda lakukan. Ego bisa mendorong Anda untuk melakukan sesuatu hanya demi pengakuan. Parahnya, itu akan mendorong Anda untuk melakukan sesuatu yang buruk sekalipun.

Ego juga akan membuat Anda merasa apa yang telah Anda upayakan dan kerjakan dengan baik dan tekun adalah hal yang sia-sia, karena tidak mendapatkan pengakuan. Salah satu cara untuk mengendalikan ego adalah melakukan sesuatu atau bekerja dengan tekun, sabar, dan konsisten tanpa perlu mengharapkan pengakuan.

Menjadi Stoik

Efektif Meringankan Stres dan Depresi
Ilustrasi Depresi Credit: pexels.com/EnginA

6. Anda tidak berhak atas apa pun.

Bekerja keras, melakukan segala upaya dengan sabar, rutin, dan konsisten memang memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk dapat mencapai sebuah tujuan. Akan tetapi, akan selalu ada kemungkinan bahwa segala upaya tidak akan mencapai target yang ingin dicapai. Itu sebenarnya adalah hal yang biasa terjadi.

Prinsip untuk selalu fokus pada hal yang bisa kita kendalikan juga berlaku di sini. Artinya, dalam hidup kita harus berusaha sekuat tenaga, berusaha untuk melakukan yang terbaik yang kita bisa.

Segala upaya yang kita lakukan adalah satu-satunya hal yang bisa kita kendalikan. Akan tetapi, kita tidak bisa mengendalikan hasil, apakah target tercapai atau tidak. Ini seperti ungkapan yang sering kita dengar, "Kami hanya bisa berusaha, tapi Tuhan yang menentukan."

Mencapai target dan kesuksesan jelas penting, bekerja keras untuk mencapainya tak kalah penting, tapi kita tidak pernah berhak untuk menentukan hasilnya. Dengan kata lain, hasil selalu ada di luar kendali kita.

7. Merespons Kegagalan

Kegagalan atau hasil yang tak sesuai harapan sering membuat kita merasa kecewa. Namun yang sebenarnya terjadi adalah, kita sering dikecewakan oleh ekspektasi yang kita buat sendiri. Kita selalu berpikir bahwa segala upaya dan kerja keras akan selalu menghasilkan apa yang kita inginkan.

Sebenarnya lebih banyak kerja keras yang menghasilkan sesuatu yang tidak mencapai target. Kabar baiknya adalah, hasil yang tidak sesuai target adalah kondisi yang lebih baik jika dibandingkan dengan situasi di mana Anda memulai.

Salah satu strateginya adalah berlatih tidak mengeluh. Mengeluh membuat pikiran Anda dalam keadaan kesal lebih lama dan tidak seimbang lebih lama. Apa gunanya mengeluh tentang hal-hal di masa lalu yang tidak dapat diubah? Lebih baik habiskan energi Anda untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Ini tidak berarti Anda tidak boleh melakukan evaluasi dan membicarakan kesalahan yang telah diperbuat. Ini berarti bahwa Anda dapat belajar untuk menerimanya dengan mudah dan kemudian mulai bekerja untuk membuat segalanya menjadi lebih baik di masa depan.

Melatih Respons

Depresi atau Gangguan Cemas
Ilustrasi Depresi atau Gangguan Cemas Credit: pexels.com/Ivan

8. Berlatih Merespons

Inti dari Stoicisme adalah praktik merespons daripada bereaksi. Jika yang kita lakukan hanyalah bereaksi, maka kita tidak memiliki kesempatan untuk memilih tindakan sesuai dengan akal dan kebajikan. Kita harus menciptakan celah antara stimulus dan respons untuk melatih kebebasan kita untuk memilih respons.

9. Bersyukur

"Orang yang bijaksana adalah yang tidak berduka untuk hal-hal yang tidak dia miliki, tetapi bergembira untuk hal-hal yang dia miliki." -Epictetus

Penganut stoicism percaya pada pentingnya memperhatikan dan menghargai banyak hal baik dalam hidup yang cenderung kita anggap remeh. Salah satu untuk menumbuhkan rasa syukur adalah apa yang disebut kaum stoik sebagai berlatih kemalangan.

Konsep melatih kemalangan ini beririsan dengan ajaran seperti puasa, bersemedi, dan sebagainya. Dengan berpuasa, seseorang akan diingatkan kembali dengan penderitaan rasa lapar, sehingga ketika dia bisa makan lagi, makan dia akan merasa sangat bersyukur.

Ada banyak contoh berlatih rasa malang, dari yang sederhana sampai yang paling ekstrem. Tentu saja, Anda tidak perlu membuat diri Anda menderita hanya untuk bisa bersyukur, lakukan hal-hal sederhana yang dapat membuat Anda menyadari betapa apa yang sudah Anda miliki adalah hal yang luar biasa.

Manfaat Stoicism

Ilustrasi bersyukur, Islami
Ilustrasi bersyukur, Islami. (Photo by Junior REIS on Unsplash)

Melakukan praktik-praktik stoicism dengan benar diharapkan dapat memberikan manfaat yang bisa kita ambil dalam menjalani kehidupan modern yang penuh dengan tantangan dan tekanan.

Salah satu hal yang bisa mengambil manfaat dari stoicism adalah, kita jadi tidak perlu terganggu dengan apa yang dipikirkan orang lain terhadap diri kita. Sebab, kita sudah mengetahui bahwa pendapat orang lain dan apa yang mereka pikirkan tentang kita adalah hal yang di luar kendali. Mencoba mengetahui dan mengubah persepsi mereka tentang diri kita adalah hal yang sia-sia dan membuang waktu.

Karena stoicism mengajarkan untuk lebih fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan daripada hal yang di luar kendali, kita akan dijauhkan dari perbuatan-perbuatan yang membuang waktu. Hal ini juga membuat kita tidak akan mudah teralihkan.

Selain itu, manfaat mempelajari dan mempraktikkan stoicism adalah akan jarang mengalami kecemasan. Kecemasan lebih merajalela hari ini daripada sebelumnya. Kecemasan membuat seseorang merasa tidak pernah melakukan hal yang benar.

Kecemasan juga membuat orang selalu merasa khawatir tentang masa lalu, mengabaikan masa kini, dan takut akan masa depan. Padahal apa yang terjadi di masa lalu dan di masa depan adalah hal yang di luar kedali.

Sementara itu, stoicisme selalu mengajarkan untuk fokus pada hal yang bisa kita kendalikan saat ini. Jadi, daripada terganggu oleh kesalahan di masa lalu atau mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu terjadi di masa depan, lebih baik melakukan sesuatu saat ini, yang dapat mengurangi risiko atau kemungkinan dari hal buruk yang bisa saja terjadi di masa depan.

Yang jelas, mempraktikkan stoicism akan membuat hidup lebih menyenangkan dan lebih tenang. Selain itu, stoicisme juga menyadarkan tentang betapa hebatnya apa yang telah kita miliki saat ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya