Liputan6.com, Jakarta - Kewalian seseorang tak selalu diumumkan lewat keajaiban, namun kadang justru terungkap lewat kesaksian para tokoh besar yang telah dikenal luas kealimannya. Salah satu kisah yang menonjol datang dari sosok ulama karismatik, Mbah Hamid Pasuruan, yang secara terang-terangan mengakui kewalian Mbah Maimoen Zubair saat masih muda.
Mbah Maimoen (Mbah Moen) dikenal sebagai ulama kharismatik asal Sarang, Rembang. Nama dan pengaruhnya dikenal luas, tidak hanya dalam lingkup pesantren, tetapi juga dalam urusan kebangsaan dan kemasyarakatan.
Advertisement
Kisah tentang pengakuan kewalian ini dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @Fakta_Bray, dikutip Selasa (15/04/2025). Tayangan tersebut memuat penuturan yang bersumber dari sejumlah ulama sepuh yang dekat dengan Mbah Hamid dan Mbah Moen.
Advertisement
Menurut tayangan tersebut, peristiwa yang menjadi sorotan terjadi sekitar tahun 1950, saat KH Maimoen Zubair baru pulang dari menuntut ilmu di Makkah. Saat itu, usianya masih sangat muda, sekitar 22 tahun.
Setibanya di tanah air, Mbah Moen muda sempat singgah ke rumah Kiai Maksum Lasem. Di sana sedang berkumpul para ulama sepuh dari berbagai daerah, termasuk Kiai Hamid Pasuruan.
Para ulama yang hadir saat itu tak henti-hentinya memuji kehebatan Mbah Moen muda. Mereka menyampaikan kesan tentang kealiman, kecerdasan, dan ketawadhuan anak muda tersebut.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pandangan Kiai Hamid tentang Mbah Moen Muda
Semua pujian itu kemudian dirangkum oleh Kiai Hamid dalam satu pernyataan yang membuat para ulama yang hadir terdiam. "Gus Maimun adalah seorang yang cerdas, alim, saleh, ahli tafsir, ahli hadis, ahli fikih, seorang sufi, dan seorang wali dari wali-wali Allah," ucap Kiai Hamid.
Pernyataan ini sontak membuat para ulama yang hadir terkejut. Bukan karena ragu, melainkan karena sosok yang sedang mereka bicarakan baru berusia 22 tahun.
Tak hanya dalam satu kesempatan, pengakuan tentang kewalian Mbah Maimoen juga disampaikan Kiai Hamid di waktu yang berbeda. Kali ini saat kedatangan seorang politikus muda ke kediamannya di Pasuruan.
Politikus muda tersebut datang untuk meminta doa dan arahan terkait problem politik yang sedang dihadapinya. Namun jawaban yang didapatkan justru di luar dugaan.
Dengan tegas, Kiai Hamid berkata, “Ngapain kamu ke sini? Sana pergi ke Kiai Maimun. Dia adalah wali muda.” Kalimat itu menggambarkan keyakinan penuh Kiai Hamid terhadap maqam ruhani Mbah Moen.
Kesaksian seperti ini tentu tidak muncul sembarangan. Apalagi datang dari tokoh sekaliber Kiai Hamid Pasuruan yang dikenal sangat hati-hati dalam memberi pujian atau gelar spiritual kepada seseorang.
Sebagian ulama menyatakan bahwa pengakuan semacam ini justru memperkuat kepercayaan masyarakat kepada sosok Mbah Moen. Bahwa selain kealimannya, ia juga memiliki dimensi kewalian yang jarang diketahui publik secara terbuka.
Advertisement
Pelajaran Berharga dari Kisah Mbah Moen dan Kiai Hamid
Hal yang menarik dari kisah ini adalah kesan bahwa kewalian bukan hanya soal usia atau pengalaman, melainkan soal kualitas jiwa, keikhlasan, dan kedalaman ilmu serta amal.
Mbah Moen dikenal sebagai ulama yang memiliki keluasan ilmu syariat, terutama dalam tafsir, fikih, dan hadis. Namun, sisi tasawuf dan kebijaksanaan hidupnya juga sangat menonjol dalam kehidupan sehari-hari.
Kata-kata dan sikapnya kerap meneduhkan. Banyak murid dan tokoh masyarakat yang merasa mendapat pencerahan hanya dengan mendengar nasihat atau sekadar sowan untuk silaturahmi.
Kewalian seperti ini, dalam tradisi pesantren, sering kali ditandai bukan dengan karomah-karomah yang mencolok, tapi dengan akhlak, kesederhanaan, serta kemampuannya membimbing umat tanpa pamrih.
Kisah pengakuan Kiai Hamid ini kemudian menjadi warisan yang terus diceritakan dari generasi ke generasi, terutama oleh kalangan santri dan pecinta ulama.
Di masa kini, kisah tersebut menjadi pengingat bahwa kemuliaan seseorang bukan dinilai dari status duniawi, melainkan dari pandangan orang-orang saleh yang melihat dengan mata hati yang bersih.
Sebagai tokoh besar yang wafat dengan meninggalkan ribuan murid, Mbah Maimoen tetap dikenang bukan hanya sebagai guru bangsa, tapi juga sebagai sosok yang disegani karena kedalaman iman dan ketajaman ruhani.
Kisah seperti ini juga menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk lebih serius menuntut ilmu, memperbaiki akhlak, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Sebab siapa tahu, dari santri-santri muda hari ini, akan lahir kembali sosok-sosok yang kelak diakui sebagai wali di usia muda, seperti Mbah Moen yang dikenang lewat pengakuan tulus dari Kiai Hamid.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
