Liputan6.com, Jakarta Kerusuhan Mei 1998 adalah salah satu peristiwa yang menghantui sejarah Indonesia. Dimulai dari krisis moneter yang melanda pada tahun 1997-1998, keadaan ekonomi yang buruk menimbulkan gelombang pengangguran massal dan inflasi yang meroket, membuat biaya hidup menjadi tak terjangkau bagi banyak orang. Pada 13 hingga 15 Mei 1998, negara ini diguncang oleh kekerasan massal, demonstrasi, dan kerusuhan sipil yang meluas di berbagai wilayahnya. Ini bukan hanya sekadar kerusakan fisik, tetapi juga gejolak sosial yang menghantui keseluruhan negara.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Penyebab kerusuhan Mei 1998 bukanlah hal yang sederhana. Krisis ekonomi yang terjadi sebelumnya telah merusak kehidupan banyak orang, menciptakan ketidakpuasan yang mendalam terhadap pemerintahan saat itu. Kondisi ini memicu ledakan protes dan kemarahan yang memuncak dalam aksi demonstrasi besar-besaran. Pada saat yang sama, keprihatinan akan pelanggaran hak asasi manusia semakin memanas, dengan laporan-laporan tentang kekerasan dan penindasan yang semakin menguat.
Akibat dari kerusuhan Mei 1998 tak hanya terbatas pada kerusakan fisik dan sosial yang terjadi saat itu. Peristiwa ini juga mencatatkan sejarah dengan turunnya Presiden Soeharto, yang telah berkuasa selama 32 tahun, serta runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Ini adalah momen penting dalam sejarah Indonesia yang menandai perubahan besar dalam arah politik dan sosial negara ini, meskipun bayang-bayang tragedi dan trauma masih terasa hingga hari ini.
Berikut ini Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber kronologi dan apa saja penyebab kerusuhan Mei 1998 yang merupakan salah satu peristiwa kelam atas pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, Rabu (7/9/2022).
Penyebab Kerusuhan Mei 1998
Kerusuhan Mei 1998 merupakan salah satu bab kelam dalam buku sejarah Hak Asasi Manusia di Indonesia. Kejadian tragis ini terjadi selama periode 13 hingga 15 Mei 1998, merambah kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surakarta, menimbulkan kerusakan yang tak terhitung jumlahnya, terutama terhadap bisnis dan properti yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa.
Dalam kerusuhan tersebut, banyak toko dan perusahaan dijarah dan dirusak oleh massa yang marah, meninggalkan pemandangan kehancuran yang mengesankan. Jakarta, sebagai pusat kejadian, mungkin menjadi lokasi yang paling parah terkena dampak, dengan berbagai kekerasan dan penjarahan yang terjadi di berbagai sudut kota.
Berbagai faktor dianggap sebagai pemicu utama kerusuhan ini. Terdapat beberapa faktor yang diyakini menjadi penyebab Kerusuhan Mei 1998, yaitu:
- Krisis finansial Asia atau krisis moneter pada tahun 1997-1998.
- Merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Orde Baru.
- Maraknya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
- Tragedi Trisakti.
Kerusuhan Mei 1998 tidak hanya merupakan cerita tentang kekerasan fisik semata, tetapi juga mencerminkan kompleksitas masalah sosial, ekonomi, dan politik yang mengguncang Indonesia pada masa itu. Peristiwa ini menjadi cambuk bagi negara untuk memperbaiki sistemnya dan memastikan perlindungan yang lebih baik terhadap hak-hak asasi manusia bagi semua warga negaranya.
Untuk mengetahui bagaimana kerusuhan Mei 1998 dapat terjadi, berikut ini kronologi terjadinya kerusuhan Mei 1988 yang diperkirakan menewaskan lebih dari seribu orang dan kerugian materi senilai lebih dari Rp 3,1 triliun.
Advertisement
Kronologi Kerusuhan Mei 1998
Sebelum Tanggal 12 Mei 1998
Penyebab kerusuhan Mei 1998 yang memicu terjadinya kerusuhan massal ini adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997. Akibat adanya krisis moneter, nilai mata uang yang sebelumnya berkisar pada angka Rp2.000 turun drastis hingga menjadi sekitar Rp14.000.
Hal ini membuat banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan pegawai yang dipecat dan munculnya pengangguran massal di berbagai wilayah di Indonesia, hal ini juga menyebabkan naiknya harga berbagai bahan pokok yang semakin mencekik masyarakat. Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.
Selain itu maraknya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di masa pemerintahan orde baru membuat masyarakat dan mahasiswa kian geram, hal ini kemudian membuat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Dan memunculkan kerusuhan di berbagai wilayah di Indonesia.
Tanggal 12 Mei 1998
Hingga akhirnya pada 12 Mei 1998 terjadilah Tragedi Trisakti. Tragedi Trisakti merupakan peristiwa penembakan terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Presiden kedua RI Soeharto turun dari jabatannya.
Tragedi Trisakti ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta serta menyebabkan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Mahasiswa yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.
Keempat mahasiswa ini tewas tertembak peluru tajam di organ vital mereka. Hal ini kemudian membuat sejumlah besar mahasiswa kembali akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung DPR/MPR. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, nyatanya hasil autopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam yang mengenai organ vital.
Kronologi Kerusuhan Mei 1998
Tanggal 13 Mei 1998
Disebabkan oleh kematian mahasiswa Trisakti, kekerasan massal makin menyebar dan terjadi di seluruh Jakarta pada hari berikutnya yaitu pada tanggal 13 Mei 1998. Department store Matahari di kawasan timur Jatinegara dan Yogya Plaza di Klender dibarikade dan sengaja dibakar massa.
Massa juga menyerang Glodok di bagian barat laut kota, di mana kawasan komersial Pecinan Jakarta rusak parah. Beberapa pemilik toko dilaporkan membayar preman lokal untuk melindungi mereka dari kekerasan karena pasukan keamanan sebagian besar tidak ada.
Properti yang dimiliki oleh orang Indonesia Tionghoa adalah target yang paling umum diserang oleh massa akibat tumbuhnya diskriminasi terhadap orang Indonesia keturunan Tionghoa. Berbagai aksi perusakan dan pembakaran bangungan serta kendaraan bermotor terjadi.
Tanggal 14 Mei 1998
Hari berikutnya pada tanggal 14 Mei 1998, aksi kerusuhan yang awalnya hanya terjadi di Jakarta, kian meluas ke kota-kota lainnya, seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Pembakaran, pengrusakan serta penjarahan dilakukan oleh massa pada etnis Tionghoa yang pada saat itu mengalami diskriminasi dan kerugian paling parah.
Diskriminasi pada etnis Tionghoa-Indonesia ini diyakini karena mereka dianggap memiliki loyalitas kepada China dan Indonesia, sebuah tanda bahwa mereka tidak memiliki patriotisme nasional dan dicap sebagai pengkhianat bangsa.
Tidak hanya di area sekitar Jakarta, kerusuhan juga turut terjadi di berbagai kota besar di Indonesia. Mulai dari Surakarta, Medan, Surabaya, Palembang, Sumatera Selatan, Yogyakarta dan dan daerah lain di di Indonesia, yang mana kerusuhan tersebut juga membuat beberapa kota lumpuh total.
Tanggal 15 Mei 1998
Presiden Soeharto yang mengetahui peristiwa Kerusuhan Mei 1998 bergegas kembali ke Tanah Air dari Kairo pada hari sebelumnya yaitu pada tanggal 14 Mei 1998. Kembalinya presiden memunculkan isu bahwa Presiden Soeharto bersedia untuk mundur dari jabatannya sesuai dengan tuntutan demonstran. Namun berita tersebut langsung ditampik oleh Menteri Penerangan Alwi Dahlan.
Sayangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soeharto sudah hilang dan kerusuhan belum dapat mereda hingga tanggal 15 Mei 1998 masih terjadi kerusuhan di beberapa daerah. Walau sudah mulai mereda. Seminggu kemudian, tepatnya tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengalihkan kekuasaannya kepada BJ Habibie.
Advertisement
Dampak Kerusuhan Mei 1998
Peristiwa Mei 1998 merupakan titik balik penting dalam sejarah Indonesia yang mengakibatkan dampak yang luas dan mendalam bagi berbagai aspek kehidupan di negara ini.
Pertama-tama, korban jiwa dan kerugian materi yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut sangatlah besar. Ribuan nyawa melayang, bangunan-bangunan hancur, dan tindakan penjarahan serta pembakaran menjadi pemandangan umum yang mengguncang masyarakat. Dampak ini tidak hanya dirasakan secara fisik, tetapi juga meninggalkan luka batin yang mendalam bagi keluarga korban dan seluruh masyarakat yang terdampak.
Selain itu, perubahan politik yang signifikan terjadi sebagai akibat langsung dari kerusuhan Mei 1998. Keruntuhan rezim otoritarian yang dipimpin oleh Soeharto, yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade, membawa konsekuensi besar bagi arah politik Indonesia. Pengunduran diri Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 menjadi momentum penting dalam sejarah politik Indonesia, dengan kekuasaannya dialihkan kepada BJ Habibie.
Peristiwa ini juga menjadi pemicu bagi terjadinya reformasi politik yang meliputi berbagai aspek, seperti perubahan sistem politik, peningkatan kebebasan pers, penyelenggaraan pemilihan umum yang lebih demokratis, dan upaya penghapusan beberapa aspek otoritarianisme dalam pemerintahan. Reformasi ini membawa angin segar bagi demokrasi di Indonesia, menghadirkan lebih banyak ruang partisipasi politik bagi masyarakat.
Di samping itu, perubahan sosial juga terjadi sebagai hasil dari peristiwa Mei 1998. Kesadaran masyarakat terhadap hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan partisipasi politik mengalami peningkatan signifikan. Masyarakat menjadi lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah dan lebih aktif dalam menyuarakan aspirasi dan kepentingan mereka.
Namun, proses pencarian keadilan atas peristiwa Mei 1998 masih menjadi perjuangan yang berkelanjutan. Meskipun dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki masalah tersebut, namun kontroversi dan ketidakjelasan mengenai penyebab serta pelaku dari peristiwa tersebut masih menyisakan tantangan yang perlu diatasi.