Apa yang Terjadi di Rengasdengklok? Ini Momen Menuju Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Apa yang terjadi di Rengasdengklok sangat berkaitan dengan momen bersejarah, yakni Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 13 Jun 2023, 12:55 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2023, 12:20 WIB
Ilustrasi Soekarno Hatta dan rumah di Rengasdengklok
Sukarno, Hatta, dan rumah tempat mereka "diamankan" di Rengasdengklok

Liputan6.com, Jakarta Apa yang terjadi di Rengasdengklok sangat terkait dengan momen bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia, yakni Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Rengasdengklok sendiri merupakan nama suatu daerah di Jawa Barat. Di sanalah para pemuda di zaman perjuangan meraih kemerdekaan menyandera Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.

Penyanderaan tersebut tidak dilakukan tanpa alasan. Sebab sebelumnya sempat terjadi perbedaan pendapat di antara para golongan muda dan tua mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Perbedaan pendapat itulah yang mendorong golongan muda menculik Soekarno dan Mohammad Hatta, dan membawa mereka berdua ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat pada 16 Agustus 1945.

Lalu apa yang terjadi di Rengasdengklok? Di sana para pemuda mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, mengingat pada saat itu sudah tersebar kabar bahwa Jepang telah kalah dari tentara sekutu.

Kira-kira itulah apa yang terjadi di Rengasdengklok. Namun, untuk mengetahui kronologinya secara detail, berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (13/6/2023).

Berita tentang Kekalahan Jepang

Secara kronologis, apa yang terjadi di Rengasdengklok tidak terlepas dari kabar kekalahan Jepang dari tentara sekutu. Pada 14 Agustus 1945, Kaisar Hirohito mengumumkan bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah Kota Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh Amerika Serikat.

Kabar kekalahan Jepang tersebut pun bocor hingga diketahui oleh sejumlah pemuda Indonesia. Kemudian pada tanggal 15 Agustus 1945, para pemuda yang dipimpin oleh Chaerul Saleh berdiskusi dengan Tan Malaka. Salah satu hasil dari diskusi tersebut adalah untuk mendesak Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan malam itu juga, atau paling lambat 16 Agustus 1945.

Pada waktu itu, Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman yang merupakan golongan tua saja baru kembali dari Dalat, Vietnam. Kunjungan ke Vietnam ini dalam rangka memenuhi undangan Marsekal Muda Terauchi yang merupakan Panglima Jepang yang bertugas membawahi kawasan Asia Tenggara. Oleh sebab itu, Soekarno, Hatta dan Radjiman belum mengetahui berita tentang Jepang yang menyerah pada Sekutu.

Sjahrir kemudian menemui Soekarno dan Hatta dengan membawa hasil rapat pemuda pada 15 Agustus 1945. Awalnya Soekarno menolak keras permintaan Sjahrir karena Soekarno masih menunggu keputusan Jepang. Soekarno dan Hatta masih mempunyai keinginan untuk membicarakan segala sesuatu mengenai pelaksanaan proklamasi dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang sudah dibentuk.

Ini sangat berbeda dengan golongan pemuda yang berpendapat bahwa PPKI dibentuk dengan andil dari Pemerintah Kolonial Jepang, membicarakan kemerdekaan dengan PPKI berarti menyerahkan nasib kemerdekaan Indonesia pada penjajah. Para pemuda menginginkan kemerdekaan terjadi lebih cepat tanpa bantuan Jepang.

Namun, karena terus didesak oleh Sjahrir, Soekarno berjanji mengumumkan proklamasi pada tanggal 15 Agustus setelah pukul lima sore. Sjahrir pun menginstruksikan kepada pemuda yang bekerja di kantor berita Jepang untuk bergerak cepat.

Sjahrir mendeteksi ketidakseriusan Soekarno dalam memerdekakan Indonesia pada saat itu. Pada pukul lima sore 15 Agustus 1945, ribuan pemuda telah menunggu dan bersiap-siap mendengar kabar proklamasi dari Soekarno dan Hatta. Tetapi, pada pukul enam kurang beberapa menit Soekarno mengabarkan penundaan proklamasi.

Penculikan Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta

Melihat Jejak Pengasingan Sukarno - Hatta di Rumah Rengasdengklok
Foto presiden pertama Indonesia di Rumah Pengasingan Sukarno dan Mohammad Hatta di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Kamis (16/8). Rumah ini menjadi tempat penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Merasa kecewa dengan keputusan Soekarno yang ingin menunda proklamasi, para pemuda pun merasa kecewa dan marah. Pada malam itu pula, kira-kira pukul 10 malam, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Bahkan Wikana mengancam Soekarno jika tidak mengumumkan kemerdekaan saat itu juga, maka akan terjadi pertumpahan darah esok harinya.

Akhirnya Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan tokoh golongan tua  lainnya, seperti Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Hasilnya masih sama, penolakan untuk kemerdekaan saat itu juga. Hingga pada akhirnya, golongan muda mengambil keputusan untuk menculik Soekarno dan Hatta ke tempat terpencil yang jauh dari ibu kota.  

Keputusan itulah yang mendorong golongan muda untuk menculik kedua tokoh tersebut, usai melakukan rapat yang diadakan oleh para pemuda pada tanggal 16 Agustus 1945 dini hari. Rapat tersebut dihadiri oleh Soekarni, Jusuf Kunto, dr. Mawardi dari barisan Pelopor dan Shodanco Singgih dari Daidan Pembela Tanah Air (PETA) Jakarta.

Tugas untuk menculik Soekarno dan Hatta diberikan kepada Singgih dibantu oleh Cudanco Latief Hendraningrat yang menyediakan beberapa perlengkapan militer. Fatmawati, istri Soekarno menggambarkan para golongan muda yang menjemput suaminya dengan berpakaian seram, terlihat membawa pistol dan sebagian membawa sebilah pisau.

Pada pukul 03.00 dini hari Soekarno dan Hatta dijemput paksa oleh sekelompok pemuda dan kemudian dibawa ke Rengasdengklok, yang dianggap ideal sebagai tempat pengasingan sementara. Adapun alasan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok karena tempat tersebut dianggap dapat menghindarkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang.

Setelah sampai di rumah milik Djiaw Kie Song, apa yang terjadi di Rengasdengklok selanjutnya adalah negosiasi antara para pemuda dengan Soekarno dan Hatta, agar bersedia melakukan proklamasi kemerdekaan sesegera mungkin.

Soebardjo Menyusul ke Rengasdengklok

Foto Achmad Soebardjo
Achmad Soebardjo, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Kabinet Sukiman / Sumber: https://commons.wikimedia.org/

Apa yang terjadi di Rengasdengklok selanjutnya adalah Achmad Soebardjo yang juga anggota PPKI kemudian menyusul dan menjadi penengah antara Soekarno dan para pemuda. Sebelum menyusul ke Rengasdengklok, Soebardjo mendapat laporan dari sekretarisnya bahwa Sukarno dan Hatta hilang dari Jakarta.

Achmad Soebardjo berhasil meyakinkan golongan muda untuk membiarkan Soekarno dan Hatta pulang, sehingga bisa proklamasi keesokan harinya.Setelah itu Soebardjo menelpon Markas Angkatan Laut Jepang untuk memberitahu Laksamana Muda Tadashi Maeda bahwa Soekarno-Hatta hilang.

Soebardjo khawatir Soekarno-Hatta diculik penguasa militer Jepang dan keselamatannya terancam, karena itulah Soebardjo meminta bantuan Maeda. Lalu Maeda memerintahkan Nishijima mencari informasi.

Nishijima mendatangi Wikana di rumahnya dan bertanya tentang keberadaan Sukarno-Hatta. Wikana terlihat gugup dan gelisah ketika menjawab ketidaktahuannya mengenai keberadaan Sukarno-Hatta.

Akibat desakan dari Nishijima, Wikana mengatakan gerakan kemerdekaan harus diperjuangkan, bukan sebagai upah yang diterima dari orang lain, meskipun harus dicapai dengan kekerasan.

Wikana menyatakan akan mendatangkan Soekarno-Hatta asalkan keselamatan mereka terjamin Maeda. Maeda akan mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kemudian Soebardjo membujuk mengembalikan Soekarno-Hatta ke Jakarta dengan memberikan jaminan bahwa kemerdekaan Indonesia akan segera terlaksana.

Setibanya di Rengasdengklok, Soebardjo menjadi wakil dari golongan tua untuk bernegosiasi dengan golongan muda. Sementara itu, golongan muda diwakili oleh Wikana. Kedua golongan tersebut sepakat proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan di Jakarta.

Soebardjo menjanjikan kepada golongan muda yang berada di Rengasdengklok bahwa Proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 paling lambat pukul 12.00 WIB.

Dengan jaminan proklamasi kemerdekaan tersebut, Soekarno Hatta diizinkan kembali ke Jakarta. Dan akhirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Soekarno dengan didampingi Hatta pada Jumat, 17 Agustus 1945. Jadi itulah, apa yang terjadi di Rengasdengklok.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya