Liputan6.com, Jakarta Rukun jual beli adalah sesuatu atau unsur yang mesti dipenuhi agar transaksi menjadi sah. Rukun jual beli adalah bagian penting dari hukum ekonomi Islam dan merupakan panduan bagi umat Islam dalam bertransaksi dengan sesama.
Baca Juga
Advertisement
Jual beli dalam Islam perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hal atas sesuatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya dalam perbuatan hukum itu harus terpengaruhi rukun dan syaratnya.
Dengan mengetahui rukun jual beli adalah hal yang sangat penting, agar raksaksi semakin mudah dan sesuai dengan anjuran agama Islam. Selain itu, memahami rukun jual beli juga menjamin transaksi yang halal dan tanpa riba.
Berikut Liputan6.com ulas mengenai pengertian rukun jual beli dalam Islam yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (20/9/2023).
Mengenal Jual Beli dalam Islam
Sebelum memahami rukun jual beli, anda perlu mengenal jual beli dalam Islam terlebih dahulu. Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.
Sedangkan secara istilah, pengertian jual beli dalam Islam adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, jual beli dalam Islam adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang di bolehkan) syara’ yang disepakati. Sementara menurut mahzab Syafi'i, pengertian jual beli merupakan pertukaran harta benda dengan harta benda lain, keduanya dapat dikelola, dan disertai jab kabul sesuai cara yang diperbolehkan syariat.
Advertisement
Rukun Jual Beli Adalah
Secara bahasa, rukun jual beli adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya sebuah transaksi. Secara etimologi, kata rukun berasal dari bahasa Arab yakni rukn yang berarti tiang, penopang dansandaran, kekuatan, perkara besar, bagian, unsur dan elemen.
Menurut istilah rukun diartikan dengan sesuatu yang terbentuk (menjadi eksis) sesuatu yang lain dari keberadaannya, mengingat eksisnya sesuatu itu dengan rukun (unsurnya) itu sendiri, bukan karena tegaknya.
Menurut mazhab Hanafiyah rukun jual beli hanya satu yaitu ijab qabul atau shigat yang menunjukkan atas perpindahan hal milik antara penjual dan pembeli baik dari perkataan ataupun perbuatan. Dan sebagian dari mereka berpendapat bahwa rukun jual beli dalam Islam ada dua yakni ijab qabul dan serah terima.
Sedangkan secara umum, rukun jual beli dalam Islam terbagi menjadi tiga bagian yakni:
- Al-Aqidan (pelaku akad), yaitu dua pihak yang melakukan akad yaitu penjual dan pembeli.
- Al-Ma’qud ‘alaih (yang diakadkan), yaitu alat akad, seperti uang, barang, dan jasa.
- Shighat akad, yaitu ucapan atau isyarat dari penjual dan pembeli yang menunjukkan keinginan mereka untuk melakukan akad secara saling ridha.
Diperlukan shighat, karena transaksi ini melibatkan dua pihak. Sehingga shighat menjadi komunikasi yang menghubungkan kedua subjek akad. Transaksi jual beli harus memenuhi rukun-rukun di atas. Jika salah satu rukunnya tidak terpenuhi, maka tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli.
Syarat Jual Beli
Definisi syarat berkaitan dengan sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada. Dalam Islam, syarat jual beli adalah persyaratan atau ketentuan-ketentuan tertentu yang harus dipenuhi dalam suatu transaksi jual beli agar transaksi tersebut dianggap sah dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (hukum Islam). Syarat-syarat ini dimaksudkan untuk memastikan keadilan, ketelitian, dan transparansi dalam transaksi jual beli. Berikut ini beberapa syarat jual beli dalam Islam, yakni:
1. Adanya rida dari kedua belah pihak
Kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli dalam Islam harus saling rida atas barang atau sesuatu yang dijual. ika barang dagangan diambil tanpa keridaan pemiliknya, maka jual-beli seperti ini batal. Karena penjualnya tidak rida. Demikian juga karena penjualnya belum ridha dengan harganya.
2. pelaku jual-beli adalah orang yang dibolehkan untuk bertransaksi
Artinya adalah orang yang baligh dan berakal sehat. Baik penjualnya maupun pembelinya. Jika pelakunya orang yang safih (dungu), atau anak kecil, atau orang gila, atau hamba sahaya, maka tidak sah jual-belinya.
3. Yang dijual adalah harta yang bermanfaat dan mubah
Barang yang diperjual-belikan haruslah berupa al-maal. Dan suatu hal disebut dengan al-maal, jika ia memiliki nilai manfaat dan mubah (boleh digunakan). al-maal adalah semua yang mengandung manfaat dan mubah. Maka tidak boleh menjual sesuatu yang tidak bermanfaat. Atau, yang bermanfaat namun haram digunakan, seperti khamr.
4. Barangnya dimiliki atau diizinkan untuk dijual
Maka barang yang diperjual-belikan haruslah dimiliki terlebih dahulu atau ia milik orang lain namun diizinkan untuk dijual. Contoh yang tidak memenuhi syarat ini adalah jika seseorang menjual barang yang bukan miliknya. Maka janganlah seseorang menjual kambing milik orang lain, atau rumah milik orang lain, walaupun rumah itu milik ayahnya atau ibunya. Kecuali jika ia dijadikan sebagai wakil dan diizinkan untuk menjualnya.
5. Barang harus bisa diserahkan
Barang yang diperjual-belikan harus bisa diserahkan. Jika tidak bisa diserahkan, maka tidak sah akadnya. Para ulama mencontohkan dengan jual beli unta yang kabur. Secara umum, unta yang kabur itu tidak bisa ditemukan lagi. Terkadang bisa dikejar dengan kuda, namun tidak bisa ditangkap. Andaikan bisa dikejar dengan kuda, biasanya unta akan mengalahkan kudanya. Terkadang unta akan menendangnya sampai terjatuh. Maka para ulama mengatakan: tidak boleh menjual unta yang kabur.
6. Barangnya jelas, tidak samar
Jual beli gharar adalah jual beli yang terdapat unsur ketidak-jelasan. Maka barang yang diperjual-belikan harus jelas. Barang yang dijual harus bisa dilihat atau jelas sifat-sifatnya. Contoh barang yang bisa dilihat seperti unta, dia bisa dilihat dan diperhatikan. Selain itu ada pakaian yang dapat dicoba hingga dibolak-balik.
7. Harganya jelas
Harga barang harus diketahui. Karena harga adalah salah satu dari al-‘iwadh (yang ditukarkan dalam jual-beli). Dan al-‘iwadh itu harus jelas bagi kedua pihak. Maka uang yang harus dibayarkan oleh pembeli haruslah jelas.
Advertisement