5 Kunci Hidup Tenang dan Bahagia Menurut Islam, Salah Satunya Berpikir Rasional

Kunci hidup tenang dan bahagia sering kali terkait dengan pola pikir, pandangan hidup, dan gaya hidup yang dianut seseorang.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 26 Okt 2023, 11:40 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2023, 11:40 WIB
Ilustrasi merenung, tenang, diam, menikmati hidup
Ilustrasi merenung, tenang, diam, menikmati hidup. (Photo by Nicole Geri on Unsplash)  

Liputan6.com, Jakarta Semua orang pasti menginginkan kehidupan yang tenang dan bahagia, hanya saja ada banyak faktor yang menghalangi seseorang gagal mendapatkan kunci hidup tenang dan bahagia. Kunci hidup tenang dan bahagia sering kali terkait dengan pola pikir, pandangan hidup, dan gaya hidup yang dianut seseorang.

Dalam hal ini, Islam, sebagai agama yang melibatkan seluruh aspek kehidupan, menyediakan pedoman yang kuat dan mendalam tentang kunci hidup tenang dan bahagia. Islam tidak hanya memiliki pedoman tentang bagaimana seorang manusia berhubungan dengan Tuhannya, melainkan juga memiliki pedoman hidup yang sangat lengkap.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi ajaran-ajaran Islam yang memberikan pandangan unik tentang kunci hidup tenang dan bahagia. Dari konsep tawakal hingga konsep syukur, mari bersama-sama memahami kunci-kunci esensial yang diajarkan oleh Islam untuk meraih ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk memahami bagaimana kunci hidup tenang dan bahagia menurut pandangan Islam, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (26/10/2023).

Memahami Konsep Tawakal sebagai Kunci Hidup Tenang

Sebagian besar penyebab hidup tidak tenang adalah pola pikir. Sebagian besar orang berpikir bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya sepenuhnya adalah tanggung jawabnya. Sehingga ketika sesuatu tidak berjalan sesuai harapan, sering sekali kita menyalahkan diri sendiri dan pada akhirnya membuat hidup menjadi tidak tenang. Di sinilah tawakal memainkan peran kunci hidup tenang dan bahagia.

Oleh karena itu penting bagi kita untuk memahami konsep tawakal sebagai salah satu kunci hidup tenang dan bahagia menurut Islam. Konsep tawakal, yang disebut dalam al-Qur'an sebanyak 70 kali dalam 31 surah, mencerminkan gagasan penting dalam Islam.

Secara etimologis, kata "tawakal" berasal dari bahasa Arab "at-tawakkul" yang berasal dari akar kata "wakala," yang berarti menyerahkan atau mewakilkan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, tawakal didefinisikan sebagai berserah kepada kehendak Allah SWT dengan sepenuh hati percaya kepada-Nya.

Dalam terminologi Islam, tawakal adalah tindakan menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Ini mencakup keyakinan bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah, dan kita sebagai makhluk-Nya harus bertindak dengan keyakinan, kepercayaan, dan kepasrahan penuh kepada-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Dengan kata lain, tawakal adalah tindakan penghambaan hati kepada Allah.

Menurut Imam al-Ghazali, tawakal adalah menyandarkan diri kepada Allah saat menghadapi kesulitan, dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan kecukupan dan ketenangan hati.

Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauzi, tawakal adalah amalan hati yang menyandarkan segalanya kepada Allah, dengan keyakinan bahwa kita harus tetap berusaha untuk mencapai tujuan, sambil percaya bahwa Allah akan memberikan hasil yang sesuai.

Sementara itu menurut Yusuf al-Qardhawi, tawakal adalah memohon pertolongan Allah dan penyerahan diri secara total, yang merupakan bentuk ibadah.

Menurut Hamzah Ya'qub, tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan rencana, bersandar kepada kekuatan-Nya dalam melaksanakan pekerjaan, dan berserah diri kepada-Nya saat menghadapi kesulitan.

Dengan demikian, tawakal dalam Islam mengajarkan untuk berusaha dan berencana dengan sungguh-sungguh, sambil memiliki keyakinan kuat bahwa hasil akhir sepenuhnya dalam kendali Allah. Ini merupakan kombinasi antara tindakan manusia (usaha) dan keyakinan serta penyerahan kepada Allah (tawakal). Tawakal merupakan cerminan tingginya iman seseorang kepada Allah SWT dan membantu umat Islam untuk menjalani kehidupan dengan ketenangan hati, meskipun tetap berusaha sebaik mungkin.

Memahami Konsep Syukur sebagai Kunci Hidup Tenang dan Bahagia

Ilustrasi bersyukur, Islami
Ilustrasi bersyukur, Islami. (Photo by ekrem osmanoglu on Unsplash)

Syukur dalam Islam adalah suatu konsep penting yang mencakup pengakuan, perbuatan, dan sikap terima kasih kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya. Ini adalah kunci hidup tenang dan bahagia.

Dalam Islam, syukur disebut "asy-syukr" dan memiliki tiga aspek utama. Pertama, ilmu, yang mengharuskan kita untuk memahami bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan memiliki pengetahuan tentang sifat-sifat-Nya.

Kedua, keadaan, yang mengharuskan kita merasa gembira dan bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya, dengan sikap tunduk dan tawadhu'. Ketiga, amal perbuatan, yang mengharuskan kita menggunakan nikmat tersebut untuk berbuat baik dan beribadah kepada Allah serta menjauhi perbuatan yang dilarang-Nya.

Al-Quran juga menekankan pentingnya syukur. Dalam banyak ayat, Allah SWT menjanjikan lebih banyak nikmat bagi mereka yang bersyukur. Ini menunjukkan bahwa dengan bersyukur, kita akan mendapatkan lebih banyak berkah dalam hidup kita. Selain bersyukur kepada Allah, Islam juga mengajarkan untuk bersyukur kepada manusia yang menjadi perantara dalam nikmat Allah kepada kita. Dengan bersyukur kepada Allah dan sesama manusia, kita menciptakan hubungan positif dan memperkaya kehidupan sosial kita.

Syukur juga berlaku untuk penderitaan. Dalam Islam, penderitaan dunia juga harus disyukuri, karena melalui penderitaan tersebut, kita dapat mendapatkan manfaat besar dan pahala. Ketika kita bersabar dan bersyukur dalam menghadapi kesulitan, kita mendekatkan diri kepada Allah dan menghapus dosa-dosa kita.

Dengan demikian, syukur adalah suatu konsep yang holistik dalam Islam, memengaruhi sikap, tindakan, dan cara kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita, serta merupakan kunci hidup tenang dan bahagia.

Ilustrasi salat, sujud, ibadah
Ilustrasi salat, sujud, ibadah. (Photo by Syed Aoun Abbas on Unsplash)

Hakikat kehidupan dalam Islam didasarkan pada dua ayat Al-Quran, yakni Surah Az-Zariyat ayat 56 dan Surah Al-Balad. Surah Az-Zariyat ayat 56 menjelaskan tujuan mendasar penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa makna sejati dari kehidupan adalah pengabdian kepada Allah, dan segala tindakan dan aktivitas dalam hidup ini seharusnya mengarah kepada tujuan itu.

sementara itu, Surah Al-Balad ayat 4 menggambarkan bahwa kehidupan ini akan selalu penuh dengan kesulitan dan ujian. Inilah hakikat kehidupan yang harus dilalui. Kehidupan adalah ujian yang berkelanjutan, dan semua manusia akan mengalami kesulitan dan kesengsaraan selama perjalanan hidup mereka.

Dalam perspektif Islam, memahami hakikat kehidupan ini adalah kunci hidup tenang dan bahagia. Dengan menyadari bahwa kehidupan bukanlah tentang kesenangan duniawi semata, tetapi juga tentang pengabdian kepada Allah dan menghadapi ujian-Nya, seseorang dapat memperoleh ketenangan dalam menghadapi tantangan hidup.

Tidak perlu berharap bahwa kehidupan akan selalu mulus, karena kesulitan adalah bagian alami dari ujian yang diberikan Allah kepada manusia. Namun, dengan keimanan yang kuat dan ketakwaan kepada Allah, seseorang dapat menghadapi kesulitan dengan kesabaran, kekuatan, dan ketabahan.

Ini adalah kunci untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan sejati, bahkan dalam menghadapi rasa sakit dan kepahitan dunia. Dengan demikian, hakikat kehidupan dalam Islam adalah tentang menghayati tujuan penciptaan kita, yaitu beribadah kepada Allah, dan menerima dengan lapang dada ujian-ujian hidup sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan menuju-Nya.

Berhenti Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Ilustrasi Stress
Ilustrasi Stres karena terjerat utang | foto : istimewa

Langkah-langkah untuk berhenti membandingkan diri dengan orang lain merupakan kunci untuk mencapai hidup yang lebih tenang dan bahagia, dan hal ini sesuai dengan ajaran dalam Islam. Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa Allah dalam Al-Quran menjelaskan bahwa setiap individu akan diuji dengan berbagai kebaikan dan keburukan dalam hidup mereka. Hal ini dijelaskan dalam Surah Al-Anbiya ayat 35 yang berbunyi,

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

Artinya: "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami." (QS. Al-Anbiya: 35)

Membandingkan diri dengan orang lain seringkali memunculkan perasaan iri, tidak puas, dan sedih. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki perjalanan hidup yang unik dan berbeda. Tidak ada dua kehidupan yang sepenuhnya sama. Oleh karena itu, menjadikan hidup sebagai perlombaan dengan orang lain hanya akan membuat Anda merasa tertekan dan tidak pernah merasa puas.

Kunci hidup tenang dan bahagia adalah berhenti membandingkan diri dengan orang lain dan fokus pada pencapaian pribadi serta tujuan hidup Anda sendiri. Anda harus memahami bahwa setiap orang diuji dengan cara yang berbeda, dan ujian-ujian ini adalah bagian dari perjalanan spiritual Anda. Menyadari bahwa kebahagiaan dunia hanyalah sementara dan kebahagiaan abadi terletak di akhirat juga membantu Anda melepaskan tekanan untuk selalu berusaha mengejar dunia material.

Ketika Anda fokus pada hubungan Anda dengan Allah, berlapang dada menghadapi ujian hidup, dan bersyukur atas segala yang telah diberikan, Anda akan mencapai ketenangan dan kebahagiaan yang lebih dalam. Kebahagiaan sejati dalam Islam terletak pada hubungan yang kokoh dengan Sang Pencipta.

Ketika Anda memiliki rasa syukur, ketenangan jiwa, dan ikhlas dalam menjalani ujian hidup, Anda akan merasakan kebahagiaan yang tidak tergoyahkan, dan ini akan membantu Anda menghadapi ujian hidup dengan lebih tenang dan mantap. Dengan begitu, Anda akan mencapai ketenangan dan kebahagiaan sejati yang tidak terpengaruh oleh perbandingan dengan orang lain.

Berpikir Rasional sebagai Kunci Hidup Tenang dan Bahagia

Ilustrasi otak dan pikiran manusia
Ilustrasi (iStock)

Berpikir rasional dalam konteks Islam adalah suatu pendekatan penting yang membantu individu mencapai hidup yang tenang dan bahagia. Akal atau akal sehat, menurut ajaran Islam, adalah anugerah dari Allah yang harus digunakan secara bijaksana dalam segala aspek kehidupan. Ini mencakup berpikir secara mendalam dan sistematis, serta menganalisis perbuatan yang baik atau benar.

Penggunaan akal dalam Islam telah mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran yang maju dalam sejarah intelektual Islam. Intelektual Muslim telah menghasilkan karya-karya yang berharga yang masih menjadi referensi dalam literatur keilmuan saat ini.

Penggunaan akal dalam Islam adalah landasan yang sangat penting untuk membentuk pemikiran rasional agamis. Pemikiran rasional agamis memandang bahwa manusia memiliki kebebasan dan akal yang tinggi untuk memahami ajaran agama sesuai dengan zaman dan konteksnya.

Ini memungkinkan umat Islam untuk menciptakan pemahaman ajaran agama yang relevan dengan tantangan zaman modern. Mendorong pendidikan Islam yang kritis dan berbasis rasional adalah langkah penting untuk mencapai pemahaman agama yang lebih mendalam dan bijaksana.

Selain itu, dekonstruksi ulang terhadap ajaran yang lebih inklusif juga perlu dilakukan oleh para cendekiawan Muslim. Ini membantu memastikan bahwa ajaran Islam menjadi tata nilai kehidupan yang dapat mengayomi semua kalangan umat beragama. Kesadaran kolektif umat beragama, termasuk umat Islam, dalam memahami ajaran agama secara menyeluruh juga sangat penting.

Hal ini membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis di tengah keragaman agama dan kepercayaan. Dengan berpikir rasional dan menggunakan akal, umat Islam dapat mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang agama mereka dan menciptakan kehidupan yang lebih tenang dan bahagia, serta mempromosikan kedamaian dan toleransi di masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya