Nama Asli Sunan Muria Adalah Raden Umar Said, Ketahui 4 Karyanya

Raden Umar Said adalah panggilan yang diberikan oleh Ayah Sunan Muria ketika beliau masih berusia belia.

oleh Laudia Tysara diperbarui 03 Nov 2023, 12:30 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2023, 12:30 WIB
[Bintang] Ciri Orang Kembali Fitrah Menurut Wali Songo
Sunan Muria | Dok. Bintang.com/Ardini Maharani

Liputan6.com, Jakarta - Nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Said. Beliau adalah salah satu dari sembilan wali songo, yaitu sembilan tokoh Islam awal yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa, Indonesia. Sunan Muria hidup pada abad ke-15 dan merupakan putra dari Sunan Kalijaga, salah satu tokoh terkemuka dalam kelompok wali songo.

Sunan Muria dikenal sebagai seorang ulama dan sufi yang memiliki pendekatan dakwah yang unik. Dia menggunakan metode berdakwah yang mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam berbagai aspek kebudayaan Jawa. Salah satu contoh pendekatan tersebut adalah melalui kesenian, seperti Tembang Macapat, yang menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan kepada masyarakat.

Selain itu, Sunan Muria juga dikenal karena memahami dan menghormati adat-istiadat setempat, seperti adat Kenduri, dan memadukannya dengan ajaran Islam. Menggunakan pendekatan yang moderat dan inklusif ini, Sunan Muria berhasil memenangkan hati masyarakat Jawa dan menyebarkan agama Islam dengan damai.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang nama asli Sunan Muria dan karya-karyanya, Jumat (3/11/2023).


Raden Prawoto atau Raden Umar Said

Kawasan Gunung Muria, dengan komplek makam dan masjid Sunan Muria
Kawasan Gunung Muria, dengan komplek makam dan masjid Sunan Muria. (Dok: Instagram @misbah.munir.69)

Sunan Muria, seorang Wali Songo yang lahir di Jawa Tengah, memainkan peran yang sangat penting dalam penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Dalam buku berjudul Sejarah Wali Songo oleh Zulham Farobi menunjukkan bahwa Sunan Muria dikenal sebagai tokoh penyebar Islam terutama di wilayah Gunung Muria, yang berlokasi di pantai utara Jepara.

Di sini, jejak dakwahnya mencapai daerah yang luas, termasuk Tayu, Pati, Juana, Kudus, dan bahkan di lereng Gunung Muria.

Di antara para Wali Songo, Sunan Muria dikenal sebagai sosok yang menjadi wali termuda. Keunikan lain dari beliau adalah kecenderungannya untuk berdakwah di tempat-tempat terpencil yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Inilah mengapa, Sunan Muria memilih sebuah bukit di utara Kudus sebagai titik pusat dakwahnya, yang sekarang dikenal sebagai "Gunung Muria."

Siapa nama asli Sunan Muria? Dalam buku berjudul Sunan Muria (Raden Umar Said) karya Yoyok Rahayu Basuki memberikan informasi lebih mendalam tentang nama asli Sunan Muria dan sosoknya. Nama asli Sunan Muria atau dikenal sebagai kecil beliau adalah Raden Prawoto.

Buku ini membuka jendela untuk menggali lebih lanjut tentang pribadi Sunan Muria, yang sebenarnya memiliki nama asli Raden Prawoto. Namun, dalam sejarah, beliau lebih dikenal dengan sebutan Raden Umar Said sebagai nama aslinya. Raden Umar Said adalah panggilan yang diberikan oleh Ayah Sunan Muria ketika beliau masih berusia belia.

Sebagai sosok yang memegang peranan sentral dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa, penelitian dalam buku ini mengulas sejumlah aspek dari kehidupan dan warisan Sunan Muria yang begitu berharga. Selain membahas nama asli dan sebutan pribadi beliau, buku ini juga menyajikan gambaran yang lebih mendalam tentang perjuangan dan dedikasi Sunan Muria dalam menyebarkan ajaran Islam di daerah-daerah yang luas di Pulau Jawa.

Asal-usul keluarga Sunan Muria juga menjadi objek studi menarik, karena beliau adalah putra pertama dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Dewi Saroh adalah saudara perempuan dari Sunan Giri, yang merupakan putra dari Syekh Maulana Ishaq. Sehingga, Sunan Muria termasuk dalam lingkungan kekeluargaan yang dekat dengan Sunan Giri.

Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri dari Sunan Ngudung. Hal ini menjadikan Sunan Muria memiliki hubungan keluarga dengan Sunan Kudus, sebab Sunan Kudus adalah putra dari Sunan Ngudung (Raden Usman Haji). Interkoneksi hubungan keluarga ini menunjukkan kerumitan dan kekentalan ikatan antara tokoh-tokoh penting dalam sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa.


Karya-Karya dari Sunan Muria

Saat Warga dan Berebut Air Bekas Cucian Piring Peninggalan Sunan Gunung Jati
Kerabat serta abdi dalem Keraton Kasepuhan Cirebon saat menggelar tradisi siraman panjang. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Ada empat karya Sunan Muria yang dijelaskan dalam buku berjudul Walisongo: Sunan Kalijaga yang ditulis oleh Lilis Suryani. Di antaranya:

1. Tembang Macapat

Tembang Macapat adalah salah satu karya pertama yang digunakan oleh Sunan Muria sebagai sarana berdakwah dalam rangka menyebarkan ajaran agama Islam. Sunan Muria dikenal sebagai seorang ulama dan wali yang memiliki metode berdakwah yang unik, salah satunya adalah melalui berbagai kesenian Jawa.

Sunan Muria menggunakan tembang macapat ini sebagai alat untuk mengajak umatnya untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam. Melalui lirik-lirik yang dipadu dengan melodi yang indah, tembang macapat menjadi sarana yang memikat untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan dan moral kepada masyarakat Jawa.

Tembang macapat tidak hanya berfungsi sebagai media berdakwah, tetapi juga sebagai sarana hiburan dan ekspresi seni. Hal ini menunjukkan kebijaksanaan Sunan Muria dalam menyebarkan ajaran agama Islam dengan memahami budaya dan tradisi lokal.

Melalui Tembang Macapat, Sunan Muria telah menciptakan sebuah jembatan antara nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan, yang berlanjut hingga saat ini. Karya ini tidak hanya memberikan wawasan keagamaan, tetapi juga menginspirasi seni dan budaya Jawa secara keseluruhan.

2. Pakis Haji

Pakis haji adalah tanaman yang dipercaya sebagai tumbuhan yang berasal dari kesaktian Sunan Muria. Umumnya tumbuhan pakis haji ini digunakan untuk mengusir tikus. Para peziarah bisa melihat pakis haji yang dijual di area sekitar makam Sunan Muria.


3. Adat Kenduri

Sunan Muria mengikuti jejak ayahnya, Sunan Kalijaga, dalam berdakwah dengan gaya yang moderat dan mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam berbagai tradisi kebudayaan Jawa. Salah satu contoh yang mencolok adalah penggunaan adat Kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga.

Sunan Muria mempraktikkan adat Kenduri dengan pendekatan yang tidak mengharamkan sebagian tradisi tersebut. Misalnya, penggunaan tradisi seperti "nelung dina" hingga "nyewu" tidak diharamkan oleh Sunan Muria.

Adat Kenduri adalah bagian penting dalam budaya Jawa, dan Sunan Muria dengan bijaksana menggabungkannya dengan nilai-nilai Islam. Hal ini menunjukkan bagaimana Sunan Muria memahami budaya setempat dan menggunakannya sebagai sarana dakwah untuk memperluas pemahaman agama Islam di kalangan masyarakat Jawa.

4. Buah Parijoto

Selanjutnya, ada buah parijoto yang menjadi bagian penting dari warisan dan karya Sunan Muria. Parijoto adalah buah berukuran sebesar kacang tanah, dengan warna merah muda saat masih mentah, dan berubah menjadi hitam saat matang. Buah ini memiliki rasa asam yang khas, tetapi yang lebih penting, buah parijoto memiliki kandungan gizi yang baik, sehingga cocok untuk dikonsumsi oleh ibu hamil.

Parijoto bukan hanya sebagai sumber gizi, tetapi juga memiliki nilai historis dan simbolis dalam budaya Jawa. Sunan Muria telah mempersembahkan buah ini sebagai salah satu karya warisannya. Ini menggarisbawahi bagaimana Sunan Muria tidak hanya berperan sebagai seorang ulama dan pembawa ajaran agama Islam, tetapi juga sebagai pemelihara budaya dan tradisi lokal, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Jawa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya