Liputan6.com, Jakarta - Penundaan pemilu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari masalah keamanan hingga kondisi alam yang tidak terduga. Faktor-faktor ini bisa mengganggu kelancaran proses pemilihan dan memaksa penundaan untuk memastikan keamanan serta keselamatan pemilih.Â
Baca Juga
Di Indonesia, pertimbangan untuk menunda pemilu seringkali muncul akibat beberapa kondisi. Seperti force majeure, seperti gangguan keamanan, bencana alam, atau situasi darurat yang dapat mengganggu tahapan pemilihan.
Advertisement
Penundaan pemilu bisa berdampak luas terhadap proses demokrasi dan kepercayaan publik terhadap institusi politik. Kehadiran pemimpin yang tidak terpilih secara sah dan demokratis dapat menimbulkan keraguan serta ketidakpuasan di antara warga. Penundaan juga bisa mengganggu kestabilan politik dan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pemilu.
Beberapa kasus penundaan pemilu yang pernah terjadi di berbagai negara menunjukkan kompleksitas serta implikasi dari keputusan tersebut. Kasus-kasus ini memberikan gambaran tentang bagaimana faktor-faktor seperti keamanan, teknis pemungutan suara, dan kondisi politik mampu memengaruhi jadwal pemilihan umum.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang penyebab penundaan pemilu yang bisa terjadi di Indonesia, dampak, dan kasus yang pernah terjadi di dunia, Rabu (27/12/2023).
Penyebab Penundaan Pemilu
Penundaan pemilu di Indonesia dapat dipicu oleh kejadian force majeure seperti kerusuhan, bencana alam, atau gangguan keamanan yang mempengaruhi kelancaran tahapan-tahapan pemilu. Faktor-faktor ini bisa memberikan dampak signifikan terhadap proses demokrasi, mengganggu kesiapan infrastruktur, keamanan, serta jalannya proses pemilihan umum.
- Kerusuhan
- Bencana Alam
- Gangguan Keamanan
- Gangguan Lainnya
Dasar hukum untuk penundaan pemilu di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 8/2012), yang memberikan landasan bagi otoritas pemilu untuk menghadapi kondisi darurat yang membutuhkan penundaan.
Dalam situasi-situasi seperti itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) memiliki peran sentral untuk menetapkan dan melaksanakan seluruh tahapan pemilu. Keputusan penundaan, baik itu dalam bentuk pemilu susulan untuk menyelesaikan tahapan yang terhenti maupun pemilu lanjutan untuk melanjutkan proses yang terganggu, menjadi tanggung jawab utama KPU/KPUD.
Mereka memiliki kewenangan dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menindaklanjuti keadaan darurat yang membutuhkan penundaan pemilu.
Penting untuk dicatat bahwa penundaan pemilu merupakan langkah yang diambil dalam keadaan darurat untuk memastikan kelancaran proses demokrasi. Dasar hukum yang jelas dan peran KPU/KPUD yang kuat menjadi kunci dalam menangani situasi tersebut.
Advertisement
Prosedur Penundaan Pemilu
Penetapan penundaan pemilu di Indonesia dilakukan oleh KPU/KPUD sesuai dengan wewenang masing-masing. KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, atau KPU pusat dapat menunda pemilu atas usul dari tingkat yang lebih rendah.
Dasar hukum untuk prosedur ini terdapat dalam UU 8/2012 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2016 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (Peraturan KPU 12/2016). Selain itu, juga diatur dalam UU N0. 7 tahun 2017 Pasal 431 dan Pasal 432.
Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan
Ketika terjadi penundaan dalam tahapan pemilu di Indonesia, dua konsep utama yang muncul adalah pemilu lanjutan dan pemilu susulan. Pemilu lanjutan terjadi ketika beberapa tahapan dalam proses pemilu terhenti atau tidak bisa dilaksanakan.
Dalam hal ini, pemilu lanjutan dirancang untuk melanjutkan atau menyelesaikan tahapan yang terbengkalai sehingga proses pemilu bisa dilanjutkan dengan lancar.
Misalnya, jika ada gangguan keamanan atau bencana alam yang menghentikan proses pemilu di suatu wilayah, pemilu lanjutan akan berfokus untuk menuntaskan tahapan yang tertunda, seperti pemungutan suara atau penghitungan suara yang belum dilaksanakan.
"Dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu lanjutan," bunyi Pasal 431 ayat 1.
Di sisi lain, pemilu susulan terjadi jika keseluruhan tahapan pemilu, dari awal hingga akhir, tidak dapat dilaksanakan.
Dalam situasi ini, seluruh proses pemilu harus diulang dari tahap awal. Hal ini bisa terjadi jika gangguan atau kejadian darurat yang terjadi sangat signifikan sehingga tidak memungkinkan untuk melanjutkan atau menyelesaikan tahapan-tahapan yang tertunda.
"Dalam hal di sebagian atau seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu susulan," bunyi pasal 432 ayat 1.
Pemilu susulan ini menjadi langkah ekstrem ketika situasi yang dihadapi begitu parah sehingga semua proses pemilu harus diulang kembali untuk memastikan keabsahan dan keadilan dalam proses demokrasi.
Â
Dampak Penundaan Pemilu
1. Ancaman terhadap Demokrasi dan Hak Rakyat
Penundaan pemilu 2024 berpotensi mengancam proses demokrasi Indonesia secara keseluruhan. Ini dapat menjadi preseden berbahaya yang menggugurkan hak konstitusional rakyat untuk memilih pemimpin secara berkala.
Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 mengatur bahwa pemilihan umum harus dilakukan setiap lima tahun sekali. Ini menunjukkan bahwa penundaan pemilu tidak hanya merusak konsistensi konstitusi, tetapi juga membatasi hak-hak demokratis warga negara.
2. Potensi Kepemimpinan Otoritarian dan Kecenderungan Inkonsistensi
Penundaan pemilu dapat menciptakan celah bagi pemimpin yang otoriter untuk bertahan lebih lama di kekuasaan. Ini memberikan potensi ancaman terhadap keseimbangan kekuasaan dan menggerus prinsip rotasi kekuasaan yang penting dalam sebuah demokrasi.
Terlebih lagi, ini juga mencerminkan inkonsistensi dan rendahnya komitmen partai politik dalam menjalankan amanat demokrasi. Mereka mungkin menggunakan situasi tersebut untuk mengubah keputusan politik yang telah dibuat.
Dasar hukum dari argumen ini terletak pada Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, yang mengatur jangka waktu pemilihan umum secara spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa penundaan pemilu bukan hanya tindakan yang mengancam proses demokrasi, tetapi juga bertentangan dengan ketentuan konstitusional yang jelas.
3. Potensi Reaksi Publik dan Dampak pada Reformasi
Penundaan pemilu juga berpotensi memunculkan reaksi negatif dari publik. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan dan kemarahan di masyarakat, terutama mereka yang memiliki kepentingan kuat pada prinsip demokrasi.
Tindakan ini bisa menciderai semangat reformasi Indonesia yang bertujuan untuk menegakkan demokrasi yang kuat dan inklusif.
Dasar hukum untuk hal ini berkaitan dengan semangat reformasi yang tertanam dalam konstitusi Indonesia. Prinsip-prinsip ini mencerminkan keinginan untuk menegakkan demokrasi yang kuat, yang tentunya tidak sejalan dengan usulan penundaan pemilu yang menciderai semangat tersebut.
Advertisement
Kasus Penundaan Pemilu yang Pernah Terjadi
1. Pemilu di Afghanistan (2019)
Pemilihan umum di Afghanistan pada 2019 mengalami beberapa penundaan di beberapa daerah akibat serangan-serangan dari kelompok bersenjata, masalah teknis terkait logistik, dan ketidakstabilan keamanan. Sejumlah tempat pemungutan suara ditutup karena ancaman kekerasan, yang membuat KPU setempat harus menunda pemungutan suara di beberapa wilayah.
Situasi ini menunjukkan bahwa faktor keamanan yang memburuk menjadi salah satu alasan utama penundaan pemilu.
2. Pemilu di Kenya (2017)
Di Kenya pada 2017, Pemilu Umum Presiden ditunda di beberapa daerah karena gangguan teknis yang berkaitan dengan sistem komputer dan keamanan. Penundaan ini memunculkan kontroversi besar karena dinilai sebagai upaya untuk mengurangi tingkat partisipasi pemilih.
Sejumlah masalah teknis seperti masalah dengan sistem penghitungan suara serta ancaman terhadap keamanan pemungutan suara menjadi penyebab penundaan yang cukup signifikan.
3. Pemilu di Nigeria (2015)
Pada 2015, pemilihan presiden di Nigeria mengalami penundaan selama enam minggu. Alasannya adalah situasi keamanan yang buruk di beberapa wilayah di negara itu karena terorisme oleh kelompok Boko Haram. Keputusan penundaan ini dilakukan untuk memberikan perlindungan lebih kepada warga serta memastikan keamanan dan keselamatan dalam proses pemungutan suara.
Tiga kasus di atas menunjukkan bahwa penundaan pemilu dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang meliputi keamanan, masalah teknis dalam sistem pemilihan, serta ketidakstabilan politik yang dapat mengganggu proses pemungutan suara secara keseluruhan.