Liputan6.com, Jakarta Apa itu stunting merupakan suatu kondisi serius dapat yang memengaruhi pertumbuhan anak di bawah usia lima tahun. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat stunting yang cukup tinggi, menunjukkan bahwa masalah ini perlu mendapat perhatian lebih lanjut.
Baca Juga
Advertisement
Apa itu stunting dapat dijelaskan sebagai gangguan pertumbuhan yang disebabkan oleh gizi buruk, terutama jika terjadi dalam jangka waktu yang lama. Faktor risiko utama stunting mencakup malnutrisi pada ibu hamil dan anak selama masa pertumbuhan. Dalam hal ini, peran gizi yang adekuat pada tahap awal kehidupan sangat krusial, karena kurangnya nutrisi dapat menghambat pertumbuhan anak secara signifikan.
Salah satu gejala yang paling mencolok dari stunting adalah tinggi badan anak yang lebih pendek dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Meskipun postur tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, stunting menunjukkan adanya keterlambatan pertumbuhan yang membutuhkan perhatian serius dari pihak terkait, termasuk keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Berikut ulasan lebih lanjut tentang apa itu stunting dan pengaruhnya pada pertumbuhan anak yang Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (1/2/2024).
Mengenal Stunting dan Pengaruhnya pada Tumbuh Kembang Anak
Stunting merupakan masalah serius yang muncul akibat kurang gizi kronis yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Dampak utamanya adalah gangguan pertumbuhan fisik anak, yang dapat mengakibatkan tinggi badan yang lebih pendek atau kondisi kerdil. Namun, lebih dari sekadar dampak fisik, stunting juga memiliki konsekuensi serius terhadap perkembangan kognitif anak.
Dilansir dari laman paudpedia.kemdikbud.go.id, stunting dapat menyebabkan gagal tumbuh pada anak, ditandai dengan perkembangan fisik yang terhambat, terutama tinggi badan yang kurang optimal. Selain itu, pengaruh stunting terhadap perkembangan kognitif anak juga menjadi perhatian penting. Menurut LIPI, stunting pada tahap awal kehidupan anak dapat menyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan kognitif, yang kemudian mempengaruhi perkembangan motorik dan intelektual.
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung mengalami penurunan fungsi intelektual, kesulitan memproses informasi, dan kesulitan berkomunikasi. Ini tentu saja mempengaruhi proses belajar di sekolah dan di rumah, serta membuat mereka kesulitan dalam berinteraksi dan bermain dengan rekan sebaya. Pemusatan perhatian, memori, dan proses pembelajaran anak-anak yang mengalami stunting menjadi terganggu, sebagian besar karena kekurangan gizi yang mempengaruhi kinerja otak.
Peran lingkungan sangat besar dalam mencegah stunting, seperti kesadaran masyarakat untuk memberikan asupan gizi yang tepat pada 1000 hari pertama kehidupan bayi. Pentingnya ASI eksklusif selama 6 bulan juga menjadi faktor krusial dalam mencegah stunting. Tingkat pemahaman orang tua, terutama ibu, selama masa kehamilan juga memengaruhi risiko anak mengalami stunting.
Faktor lingkungan memegang peranan dominan dalam kejadian stunting, mencapai hingga 90%, sedangkan faktor keturunan hanya sekitar 10%. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan kerja keras dari semua pihak, termasuk orang tua, petugas kesehatan, dan lingkungan, untuk memberikan dukungan kepada ibu hamil dan balita guna memenuhi kebutuhan gizi mereka. Upaya bersama ini diharapkan dapat mengoptimalkan perkembangan kognitif anak-anak, menciptakan generasi yang sehat dan berkualitas di masa depan.
Advertisement
Penyebab dan Faktor Risiko Stunting
Stunting sebagai masalah kurang gizi kronis, memiliki beragam penyebab dan faktor risiko yang dapat berdampak pada pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak. Beberapa penyebab utama stunting melibatkan kurangnya asupan gizi kronis dalam jangka waktu yang lama pada masa kanak-kanak. Berikut penyebab dan faktor risiko stunting.
1. Ibu Hamil Kekurangan Asupan Gizi
Stunting dapat dimulai sejak bayi berada dalam kandungan, terutama jika ibu hamil mengalami kekurangan asupan gizi. Kondisi ini dapat menghambat pertumbuhan janin dan meningkatkan risiko stunting.
2. Pola makan tidak seimbang
Pola makan yang tidak seimbang, dengan kurangnya konsumsi sayuran, buah-buahan, dan protein, dapat menyebabkan anak kekurangan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan optimal.
3. Perawatan yang Tidak Memadai Pasca Melahirkan
Kesehatan ibu setelah melahirkan juga memainkan peran penting. Kurangnya perawatan pasca melahirkan dapat menyebabkan kelelahan kronis pada ibu, menghambat kemampuannya memberikan ASI yang memadai.
4. Gizi Anak Tidak Terpenuhi
Kekurangan nutrisi seperti protein, zinc, dan zat besi pada anak dapat menjadi faktor utama penyebab terhambatnya pertumbuhan fisik mereka.
5. Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh yang kurang efektif, terutama terkait dengan praktik pemberian makanan kepada anak, dapat menjadi faktor risiko stunting. Kurangnya perhatian terhadap asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak dapat meningkatkan risiko stunting.
6. Infeksi Berulang
Anak dengan imunitas lemah cenderung mengalami infeksi berulang, yang dapat menghambat pertumbuhan mereka dan berkontribusi pada stunting.
7. Sanitasi yang Kurang Baik
Keterbatasan akses air bersih dan kondisi sanitasi yang buruk dapat meningkatkan risiko stunting. Infeksi yang tidak tertangani akibat sanitasi yang kurang baik dapat menghambat pertumbuhan anak.
8. Kurangnya Akses ke Layanan Kesehatan
Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan yang memadai, termasuk pemeriksaan rutin, imunisasi, dan perawatan kesehatan anak, dapat menghambat deteksi dan penanganan dini terhadap masalah pertumbuhan anak.
9. Kehamilan Tidak Sehat
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, meningkatkan risiko stunting pada anak yang lahir.
10. Pemberian ASI Tidak Eksklusif
Kurangnya asupan ASI dalam enam bulan pertama kehidupan dapat menyebabkan kekurangan nutrisi pada bayi, meningkatkan risiko stunting.
Pencegahan Stunting
Pencegahan stunting merupakan langkah krusial dalam memastikan pertumbuhan dan perkembangan optimal anak-anak. Berikut beberapa program dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting.
1. Masa Kehamilan
Pencegahan stunting dimulai sejak masa kehamilan. Pemeriksaan kehamilan secara berkala, asupan makanan yang kaya kalori, protein, dan mikronutrien, serta pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit menjadi langkah penting. Persalinan di fasilitas kesehatan juga menjadi faktor yang berkontribusi pada pencegahan stunting.
2. Masa Balita
Program pencegahan stunting pada usia balita fokus pada pemantauan kesehatan selama 1.000 hari pertama kehidupan bayi. ASI eksklusif selama 6 bulan di awal kehidupan, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita, stimulasi perkembangan anak, dan imunisasi yang diterapkan oleh pemerintah menjadi upaya penting.
3. Fase Remaja Putri
Remaja putri yang mengidap anemia memiliki risiko tinggi terkena stunting saat hamil. Pencegahan melibatkan pemberian makanan bergizi tinggi zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Pemeriksaan kesehatan rutin dan penanganan medis yang sesuai juga diperlukan untuk mengatasi anemia secara dini.
4. Gaya Hidup Sehat
Gaya hidup sehat, termasuk pola makan seimbang, vaksinasi rutin, aktivitas fisik, dan pemeriksaan kesehatan, menjadi faktor penting dalam mencegah stunting pada anak-anak.
5. Pemberian Makanan Tambahan di Usia 6–24 Bulan
Makanan tambahan yang berbasis protein hewani seperti ikan, ayam, daging, dan susu dapat membantu memperbaiki kondisi stunting pada anak.
6. Edukasi Mengenai Pernikahan dan Mencegah Pernikahan Dini
Pernikahan dini dapat memicu stunting karena dapat berdampak pada kesehatan ibu yang kemudian mempengaruhi kehamilan. Edukasi mengenai pernikahan dan kesehatan reproduksi dapat menjadi langkah pencegahan stunting yang efektif.
7. Konseling Gizi
Program konseling gizi, yang dilakukan di puskesmas dan rumah sakit daerah, membekali keluarga dengan pengetahuan tentang gizi yang sehat. Ini melibatkan peningkatan akses kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui, serta penyediaan makanan sehat untuk ibu hamil, balita, dan anak sekolah.
Â
Â
Advertisement