Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan antara sistem pemilu terbuka atau tertutup menjadi topik yang semakin penting untuk dipahami di tahun politik. Paham kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem pemilihan ini penting bagi pemilih dan pemimpin politik untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam mengembangkan demokrasi yang efektif.
Mampu memahami esensi dari pemilu terbuka atau tertutup, masyarakat dapat menghargai konsekuensi politik dari setiap sistem pemilihan yang mereka dukung.
Mengetahui perbedaan antara pemilu terbuka dan tertutup adalah langkah awal untuk memahami bagaimana sistem pemilihan ini dapat mempengaruhi dinamika politik sebuah negara. Pemilu terbuka menekankan pada partisipasi langsung dan representasi individual, sementara pemilu tertutup menyoroti peran partai politik dalam menentukan calon anggota legislatif.
Advertisement
Adanya pemahaman kelebihan dan kekurangan pemilu terbuka atau tertutup memungkinkan pemilih untuk membuat keputusan yang lebih sadar dan bermakna. Pemilih yang teredukasi dapat menilai implikasi jangka panjang dari setiap sistem pemilihan, termasuk dampaknya terhadap representasi politik, stabilitas politik, dan akuntabilitas pemerintah.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang lebih baik pemilu terbuka atau tertutup, Senin (19/2/2024).
Pemilu Proporsional Terbuka
Dalam sejarah pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia, terdapat variasi antara sistem proporsional terbuka dan tertutup sebagai metode pemilihan anggota legislatif. Saat ini, Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka, sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 168 UU No.7 Tahun 2017.
Sistem pemilu terbuka memungkinkan pemilih untuk memberikan suara baik kepada partai politik maupun calon individu yang mereka dukung. Memberikan keleluasaan dalam menentukan representasi di parlemen.
Dalam sistem pemilu proporsional terbuka, pemilih memiliki kebebasan untuk langsung memilih calon legislatif yang diinginkan, yang kemudian akan mewakili mereka di lembaga legislatif. Kata lainnya, pemilih memiliki otonomi penuh dalam menentukan perwakilan mereka tanpa terikat pada daftar calon tertentu.
Secara esensial, sistem pemilu terbuka dapat diartikan sebagai sistem di mana pemilih memiliki kewenangan penuh untuk mencoblos calon legislatif. Juga memberikan nuansa partisipatif yang tinggi dalam proses demokratis.
Sejak penerapan sistem proporsional terbuka pada pemilu tahun 2004, Indonesia telah mempertahankan pendekatan ini dalam pemilihan umum berikutnya, termasuk pemilu 2009, 2015, 2019, dan yang terbaru pada pemilu 2024. Keberlanjutan penerapan sistem ini mencerminkan kesadaran akan kebutuhan untuk menjaga prinsip inklusivitas dan partisipasi aktif pemilih dalam proses demokrasi.
Kelebihan Pemilu Terbuka
- Representasi yang Lebih Inklusif: Diselenggarakannya pemilu terbuka, pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon individual, bukan hanya memilih partai politik. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk lebih baik merepresentasikan keragaman opini dan kepentingan di dalam parlemen.
- Akuntabilitas yang Lebih Tinggi: Calon anggota parlemen dalam sistem terbuka cenderung lebih akuntabel kepada pemilih, karena mereka harus memperjuangkan dukungan langsung dari konstituen mereka. Ini mendorong pertanggungjawaban individu dan transparansi dalam kinerja anggota parlemen.
- Meningkatkan Persaingan Politik: Adanya pemilihan calon secara individual, pemilu terbuka bisa mendorong persaingan politik yang sehat antara calon-calon dari berbagai latar belakang, menghasilkan perwakilan yang lebih beragam dan kompeten di parlemen.
Kekurangan Pemilu Terbuka
- Potensi Fragmentasi Politik: Pemilihan calon individu dalam sistem terbuka dapat mengakibatkan fragmentasi politik, di mana suara pemilih terbagi di antara banyak calon independen atau dari partai-partai kecil. Hal ini bisa menghasilkan parlemen yang penuh dengan fraksi kecil yang sulit bekerja sama untuk mencapai konsensus.
- Dominasi Tokoh Populer atau Kaya: Calon dengan popularitas yang tinggi atau memiliki sumber daya finansial yang besar dapat mendominasi pemilu terbuka. Hal ini bisa mengurangi kesempatan bagi calon dari latar belakang yang lebih terbatas untuk bersaing secara adil.
- Kurangnya Keterwakilan Partai Kecil: Dalam pemilu terbuka, partai politik kecil atau baru mungkin kesulitan mendapatkan perwakilan di parlemen karena keterbatasan sumber daya dan dukungan politik. Hal ini dapat mengurangi pluralitas politik dan kesempatan bagi suara minoritas untuk didengar.
Advertisement
Pemilu Proporsional Tertutup
Melansir dari Garuda Kemdikbud RI, sistem pemilu tertutup pernah diterapkan di Indonesia pada beberapa periode sejarah, seperti pemilu tahun 1955, pemilu orde baru (tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997), dan pemilu tahun 1999. Namun, baru pada pemilu tahun 2004, Indonesia beralih ke sistem proporsional terbuka. Pada sistem pemilu proporsional tertutup, pemilih hanya dapat mencoblos nama partai politik tertentu, dan partai yang menentukan nama-nama calon yang menduduki kursi anggota dewan.
Kata lainnya, pemilih memilih partai, bukan calon individual, dan daftar caleg tidak ditampilkan pada surat suara, melainkan diumumkan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
FISIP Universitas Indonesia memberikan penjelasan teknis tentang sistem pemilu tertutup, di mana pemilih hanya dapat memilih tanda gambar partai. Sistem ini diterapkan selama masa orde baru dari tahun 1971 hingga 1997, di mana jumlah partai dibatasi hanya tiga saja. Daftar caleg tidak disertakan dalam surat suara, tetapi diumumkan di TPS.
Selanjutnya, calon anggota parlemen ditentukan oleh internal partai politik (parpol) dan disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut ini menjadi penentu kursi yang akan diduduki oleh calon yang berhasil meraih suara tertinggi.
Hal ini juga merujuk pada buku Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD RI 1945 dan Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021. Surat suara dalam sistem ini hanya menampilkan logo partai tanpa daftar nama calon legislatif. Calon anggota lembaga legislatif, dalam hal ini, ditentukan oleh nomor urut, sehingga perolehan suara tertinggi pada urutan pertama akan menentukan siapa yang mendapatkan kursi. Sebagai contoh, jika sebuah partai mengajukan enam orang, namun hanya meraih dua suara, dua orang di urutan pertama akan mendapatkan kursi berdasarkan jumlah suara yang diperoleh.
Kelebihan Pemilu Tertutup
- Pengurangan Fragmentasi Politik: Jumlah partai politik yang dibatasi dengan sistem tertutup, pemilu tertutup dapat mengurangi fragmentasi politik yang mungkin terjadi. Hal ini dapat membantu memperkuat partai politik yang ada dan memperjelas platform politik masing-masing partai.
- Stabilitas Politik: Lebih sedikit partai politik yang bersaing, pemilu tertutup bisa menciptakan stabilitas politik yang lebih besar. Kekuatan politik terkonsentrasi pada partai utama, yang memungkinkan untuk pembentukan koalisi yang lebih stabil di parlemen.
- Kejelasan Pilihan Pemilih: Pemilih tidak perlu memilih dari daftar calon yang panjang, karena daftar calon legislatif ditentukan oleh partai politik. Hal ini bisa membuat pemilih lebih mudah memahami platform dan visi dari masing-masing partai.
Kekurangan Pemilu Tertutup
- Kurangnya Representasi Pluralistik: Sistem pemilu tertutup cenderung menghasilkan parlemen yang kurang mewakili keragaman opini dan kepentingan masyarakat. Calon yang terpilih mungkin tidak benar-benar mencerminkan beragamnya pandangan politik dan sosial di masyarakat.
- Dominasi Partai Politik: Dalam pemilu tertutup, kekuatan penentuan calon anggota parlemen berada di tangan partai politik. Hal ini dapat memperkuat dominasi partai politik yang sudah mapan, sementara partai-partai kecil atau baru mungkin kesulitan mendapatkan perwakilan di parlemen.
- Kurangnya Akuntabilitas Individu: Dalam sistem tertutup, calon anggota parlemen ditentukan oleh partai politik, bukan oleh pemilih secara langsung. Ini dapat mengurangi tingkat akuntabilitas individu terhadap pemilih, karena calon lebih berhutang budi pada partai politik daripada pada konstituennya.
Mana yang Lebih Baik?
Perdebatan mengenai sistem pemilu, baik pemilu terbuka maupun tertutup memiliki pendukung dan kritikusnya masing-masing. Pemilu terbuka memberikan kebebasan untuk memilih calon secara langsung, sementara pemilu tertutup menetapkan daftar calon oleh partai politik. Pemilu terbuka sering dianggap lebih demokratis karena memberi kesempatan lebih besar bagi individu untuk terlibat dalam proses politik.
Namun, pemilu tertutup dapat meminimalkan fragmentasi politik dengan membatasi jumlah partai politik yang ikut serta, sehingga memberikan stabilitas politik yang lebih besar.
Pemilu terbuka menempatkan kekuasaan pemilihan langsung di tangan rakyat, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik. Setiap pemilih memiliki pengaruh langsung dalam menentukan siapa yang akan mewakili mereka di parlemen. Kelemahan pemilu terbuka adalah potensi untuk fragmentasi politik yang ekstensif, di mana banyak calon independen dan partai kecil bersaing, menghasilkan parlemen yang pecah belah dan sulit untuk mencapai konsensus.
Di sisi lain, pemilu tertutup memiliki potensi untuk mengurangi fragmentasi politik dengan membatasi jumlah partai politik yang berpartisipasi. Ini dapat menciptakan parlemen yang lebih stabil dengan fokus pada partai-partai utama dan platform politik yang jelas. Namun, kritik terhadap pemilu tertutup adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas, karena pemilihan calon terutama ditentukan oleh partai politik, bukan langsung oleh pemilih.
Pemilu terbuka sering dianggap sebagai pilihan yang lebih inklusif, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi calon independen dan partai kecil untuk bersaing secara adil. Ini mencerminkan semangat demokrasi yang lebih luas, di mana setiap suara dihargai dan setiap individu memiliki kesempatan untuk terlibat dalam proses politik. Namun, pemilu terbuka juga memerlukan tingkat pendidikan politik yang tinggi dan kesadaran akan calon-calon yang bersaing, agar pemilih dapat membuat keputusan yang informan.
Pemilihan antara pemilu terbuka dan tertutup mana yang lebih baik, sering kali bergantung pada konteks politik, budaya, dan kebutuhan masyarakat setempat. Tidak ada sistem yang sempurna, dan setiap negara harus mempertimbangkan karakteristik uniknya sendiri ketika memilih sistem pemilihan umum yang paling sesuai. Paling penting adalah menciptakan proses pemilihan yang adil, transparan, dan memperkuat fondasi demokrasi, di mana suara setiap warga negara dihargai dan diwakili dengan baik di parlemen.
Advertisement