Liputan6.com, Jakarta - Mengumandangkan takbir Idul Fitri di luar hari raya merupakan fenomena yang cukup umum terjadi di masyarakat. Praktik ini dilakukan oleh sebagian umat Islam sebagai bentuk penghormatan dan kegembiraan menyambut Hari Raya Idul Fitri.
Bagaimana hukum mengumandangkan takbir Idul Fitri di luar hari raya? Ada beragam pandangan ulama tentang hukumnya.
Hukum mengumandangkan takbir Idul Fitri di luar hari raya adalah beberapa menganggapnya sebagai amalan yang dianjurkan di akhir Ramadhan, karena dapat meningkatkan kebersyukuran dan mempererat silaturahmi antar sesama muslim.
Advertisement
Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa mengumandangkan takbir di luar waktu yang ditetapkan, seperti pada malam hari raya atau sebelumnya, tidak disyariatkan dan bisa menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang hukum mengumandangkan takbir Idul Fitri di luar hari raya tersebut, Rabu (27/3/2024).
Mengumandangkan Takbir Idul Fitri di Luar Hari Raya
Mengumandangkan takbir Idul Fitri sebelum hari raya itu tiba adalah suatu fenomena yang kerap terjadi di beberapa komunitas muslim. Maka, penting untuk memahami hukum mengumandangkan takbir Idul Fitri di luar hari raya sebagai bagian dari praktik keagamaan.
Menurut hasil bahtsul masail yang diadakan oleh Pengurus Cabang Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kabupaten Jombang, mengumandangkan takbir di luar hari raya sebagai pujian tidak boleh dilakukan jika menimbulkan persepsi bahwa hal itu adalah bagian dari syariat agama.
Ini menunjukkan bahwa pengumandangan takbir harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan kesadaran akan konteks sosialnya.
Hukum mengumandangkan takbir Idul Fitri di luar hari raya memiliki landasan yang jelas dalam ajaran agama Islam. Misalnya saja, menurut hasil bahtsul masail yang disampaikan, mengumandangkan takbir di luar hari raya, seperti setelah sholat Idul Adha, hukumnya sunnah hingga sebelum Maghrib akhir hari tasyriq.
Meskipun sunnah, pengumandangan takbir pada konteks di luar hari raya Idul Adha ini memiliki batasan waktu yang harus diperhatikan, yaitu sampai sebelum Maghrib pada hari terakhir dari tiga hari tasyriq.
Dalam pandangan agama Islam, mengumandangkan takbir di luar hari raya adalah suatu bentuk kegiatan yang dibolehkan asal tidak menimbulkan persepsi lain. Ini hasil bahtsul masail yang dimaksudkan:
"Mengumandangkan takbir sebagai pujian hukumnya tidak boleh bila menimbulkan persepsi bagi orang awam bahwa hal itu disyariatkan. Lalu, setelah sholat ‘Idul Adlha hukumnya sunnah sampai sebelum Maghrib akhir hari tasyriq (termasuk takbir muqoyyad) yang pelaksanaannya setelah sholat, baik shalat fardu maupun shalat sunnah. Saat penyembelihan hukumnya sunnah (bagi penyembelih). Mengumandangkan takbir bagi selain penyembelih hukumnya sunnah saat melihat hewan kurban."
Advertisement
Hukum Mengumandangkan Takbir Idul Fitri
Menurut kitab Fathul Qarib, melafalkan takbir pada malam hari raya Idul Fitri atau sebelumnya hukumnya adalah sunnah. Kesunnahan ini ditujukan bagi semua umat Islam, tanpa memandang jenis kelamin, status sebagai mukim atau musafir, serta tempat berada, baik di rumah, masjid, jalanan, ataupun pasar.
Perintah untuk melafalkan takbir dimulai sejak terbenamnya matahari pada malam hari raya dan berlanjut hingga pelaksanaan sholat Idul Fitri. Namun, takbir setelah sholat Idul Fitri atau pada malamnya, meskipun tidak disunnahkan oleh sebagian ulama, masih dianggap sunnah menurut pandangan An-Nawawi yang tertulis dalam Al-Azkar.
Hukum asalnya, takbir dapat dilantunkan mulai dari waktu Maghrib hingga sebelum sholat Idul Fitri, dan sebaiknya dilafalkan secara berkesinambungan. Meskipun demikian, hanya sebagian ulama yang menyatakan bahwa melafalkan takbir atau takbiran setelah sholat Idul Fitri tidak disunnahkan.
Menggemakan takbir pada malam Idul Fitri juga termasuk amalan yang dianggap sebagai upaya untuk menghidupkan Hari Kemenangan dan memiliki keutamaan tersendiri. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya, Allah akan menghidupkan hatinya pada saat hati-hati orang sedang mengalami kematian.
“Barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya, Allah akan menghidupkan hatinya di saat hati-hati orang sedang mengalami kematian." (HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itu, mengumandangkan takbir pada malam Idul Fitri tidak hanya menjadi bagian dari tradisi keagamaan, tetapi juga merupakan amalan yang dianjurkan dalam agama Islam untuk mendapatkan keberkahan dan keutamaan dari Allah SWT.
Sunnah di Hari Raya Idul Fitri
Selain mengumandangkan takbir Idul Fitri, merangkum dari buku berjudul Fiqh Al-'Ibadat oleh Syaikh Alauddin Za'tari, buku Ihya 345 Sunnah Nabawiyah oleh Raghib As-Sirjani, dan buku Al-Jami' fii Fiqhi An-Nisa' oleh Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, ini sunnah lainnya di hari raya Idul Fitri:
- Makan sebelum melaksanakan sholat Idul Fitri: Rasulullah SAW tidak pernah melaksanakan sholat Idul Fitri tanpa memakan beberapa buah kurma terlebih dahulu. Hal ini menekankan pentingnya mengisi perut sebelum melaksanakan ibadah pada hari yang penuh kegembiraan ini.
- Berangkat ke tempat pelaksanaan sholat Idul Fitri: Sunnah bagi umat Islam adalah pergi ke tanah lapang untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, dan tabi'in, untuk merasakan kebersamaan dalam menjalankan ibadah pada hari yang fitri ini serta meningkatkan rasa persaudaraan antar sesama muslim.
- Mendirikan sholat Idul Fitri: Mendirikan sholat Idul Fitri adalah sunnah yang sangat ditekankan. Sholat ini terdiri dari dua rakaat, dengan takbir sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua. Waktu pelaksanaan sholat Idul Fitri adalah ketika matahari telah naik setinggi dua tombak. Melaksanakan sholat Idul Fitri menjadi bagian penting dalam merayakan hari raya sebagai ungkapan syukur dan ibadah kepada Allah SWT.
- Menempuh jalan berbeda di hari Idul Fitri: Sunnah Rasulullah SAW adalah menempuh jalan yang berbeda saat pergi menuju tempat pelaksanaan sholat Idul Fitri. Hal ini menunjukkan pentingnya interaksi sosial dan kebersamaan dalam merayakan hari besar Islam serta memberikan pelajaran tentang pentingnya memperluas lingkaran kebersamaan dan persaudaraan.
- Mandi: Sunnah mandi pada hari raya Idul Fitri adalah untuk membersihkan diri dan menyiapkan diri secara spiritual. Mandi dilakukan mulai dari tengah malam sebelum sholat Idul Fitri hingga akhir siang hari raya. Ini didasarkan pada hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW biasa mandi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
- Mengenakan wewangian dan pakaian terbaik: Sunnah Rasulullah SAW adalah mengenakan pakaian terbaik dan memakai wewangian pada hari raya Idul Fitri. Ini mencerminkan kebahagiaan dan rasa syukur atas nikmat Allah SWT. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menggunakan pakaian terbaik dan memakai wewangian terbaik yang mereka miliki.
- Saling mengunjungi di hari Idul Fitri: Sunnah yang sangat dianjurkan pada hari raya Idul Fitri adalah saling berkunjung dan bersilaturahmi antar sesama muslim. Ini mencerminkan nilai-nilai solidaritas, kasih sayang, dan persatuan dalam komunitas muslim serta mempererat tali persaudaraan di antara mereka.
Â
Advertisement