Dihantui Trauma, Pria Ini Minta Dokter Potong Dua Jari Tangannya

Pria tersebut merasa dua jari itu bukan miliknya.

oleh Ibrahim Hasan diperbarui 14 Apr 2024, 12:10 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2024, 12:10 WIB
Ilustrasi asam urat di jari
Ilustrasi asam urat di jari. (Image by pressfoto on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Seorang pria asal Quebec telah menjadi sorotan publik setelah meminta dokter untuk mencabut jari keempat dan kelima di tangan kirinya. Langkah drastis ini terjadi karena dia menderita Gangguan Identitas Integritas Tubuh (BIID), sebuah kondisi langka di mana seseorang merasa bahwa bagian tubuhnya bukanlah miliknya.

Dilansir dari Oddity Central, laporan kasus ini baru-baru ini diterbitkan oleh Nadia Nadeau dari Departemen Psikiatri di Université Laval. Meskipun identitas pria ini tidak disebutkan namanya dalam laporan tersebut, namun kisahnya telah menarik perhatian banyak orang.

Pria tersebut telah mengalami trauma pikiran sejak masa kanak-kanak, merasa bahwa dua jari terakhir di tangan kirinya bukan miliknya. Rasa tidak nyaman ini bukanlah hal yang sepele bagi pria tersebut. 

Sebaliknya, hal itu menyebabkan dia mengalami kesakitan fisik, mudah tersinggung, gangguan ketangkasan, dan bahkan mimpi buruk yang terus-menerus menghantuinya. Berikut Liputan6.com merangkum fenomena aneh ini melansir dari Oddity Central, Minggu (14/4/2024). 


Sempat Coba Potong Jadi Pakai Alat Pancung

Jari Tangan Bengkak
Ilustrasi Jari Tangan Bengkak Credit: pexels.com/Doung

Dr. Nadeau, yang menulis laporan tersebut, mencatat bahwa pria tersebut bahkan pernah mencoba berbagai cara untuk mengatasi masalahnya. Ketika bekerja di pabrik penggergajian kayu, pria tersebut pernah mempertimbangkan untuk membuat alat pancung kecil untuk memotong jari-jarinya sendiri. 

Namun, dia menyadari bahwa tindakan menyakiti diri sendiri tidaklah solusi yang aman, dan itu dapat berdampak buruk pada hubungan sosialnya, reputasinya, dan tentu saja, kesehatannya.

Walaupun pria ini merasa malu untuk berbagi kesusahannya dengan keluarga, dia sering kali berfantasi untuk melepaskan jari-jarinya sendiri. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Dr. Nadeau, ini hanyalah reaksi dari keputusasaan yang dialaminya.

Meski telah ditawarkan berbagai jenis pengobatan non-invasif seperti terapi perilaku kognitif, antidepresan, antipsikotik, dan terapi pemaparan, namun tidak satupun yang terbukti berhasil. Ini menjadi tantangan bagi kedokteran modern dalam menangani kasus yang sangat langka dan kompleks seperti BIID.


Dokter Setujui Potong Jari

Ilustrasi Operasi Sunat
Kontes Sunat Online Oleh Ratusan Dokter (Sumber: Ilustrasi Pexels/Pixabay)

Setelah evaluasi psikiatris, pria tersebut dianggap mampu untuk meminta amputasi sukarela dan dirujuk ke departemen ortopedi. Keputusan ini tentu saja tidak diambil dengan sembarangan, melainkan setelah mempertimbangkan berbagai aspek dan opsi pengobatan yang tersedia.

Pasca operasi, pria tersebut merasakan perubahan yang signifikan dalam kehidupannya. Mimpi buruk dan tekanan emosional yang selama ini mengganggunya mulai menghilang. Dr. Nadeau mencatat bahwa pasien kini memiliki rencana hidup yang lebih konstruktif, mengurangi kemarahan, dan meningkatkan kesejahteraan bersama keluarga dan di tempat kerja.

Tidak ada penyesalan yang diungkapkan oleh pria tersebut, dan dia kini menjalani kehidupan yang bebas dari kekhawatiran tentang jari-jarinya. Baginya, amputasi bukanlah hanya sekadar prosedur medis, tetapi merupakan langkah yang memungkinkannya hidup selaras dengan identitasnya yang sejati.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya