Liputan6.com, Jakarta Teori tabula rasa yang secara harfiah berarti "kertas kosong," adalah pandangan epistemologi yang menyatakan bahwa manusia dilahirkan tanpa isi mental bawaan. Artinya, mereka tidak memiliki pengetahuan, konsep, atau predisposisi bawaan, dan segala hal yang mereka pelajari dan pahami berasal dari pengalaman dan persepsi yang mereka dapatkan melalui indra-indra mereka.
Baca Juga
Advertisement
Salah satu pemikir utama di balik teori tabula rasa adalah John Locke, seorang filsuf pada abad ke-17. Locke menyatakan bahwa pikiran manusia pada dasarnya adalah "kertas kosong" yang tidak memiliki aturan atau struktur bawaan untuk memproses informasi. Segala informasi dan aturan untuk memprosesnya hanya dapat ditambahkan melalui pengalaman indrawi.
Pendukung teori tabula rasa percaya bahwa pengalaman memainkan peran sentral dalam membentuk kepribadian, perilaku sosial, emosi, dan kecerdasan individu. Hal ini menekankan bahwa tidak ada faktor bawaan yang secara signifikan menentukan sifat dan perilaku manusia; sebaliknya, semuanya dipengaruhi oleh pengalaman hidup. Berikut ulsan lebih lanjut tentang teori tabula rasa yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (9/5/2024).
Teori Tabula Rasa John Locke
Teori tabula rasa John Locke yang dipaparkan dalam karyanya "Some Thoughts Concerning Education" (1692) menyoroti pentingnya pendidikan dalam membentuk karakter individu. Locke memandang manusia pada saat lahir sebagai "kertas putih" yang kosong dari ide-ide bawaan, dengan segala pengetahuan dan karakteristik yang mereka miliki berkembang melalui pengalaman hidup.
Androne dalam penelitiannya “Notes on John Locke’s views on education” menjelaskan bahwa Locke menolak konsep ide-ide bawaan, menyatakan bahwa pikiran manusia pada dasarnya adalah kosong dan semua pengetahuan berasal dari pengalaman melalui indra dan refleksi. Hal ini memperkuat pemikiran bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan perilaku individu.
Antonius, menyoroti bahwa Locke melihat pentingnya lingkungan dalam pembentukan pengetahuan dan bahasa anak. Anak-anak meniru orang dewasa di sekitar mereka untuk memperoleh pengetahuan dan bahasa, sehingga lingkungan memiliki pengaruh besar dalam perkembangan anak.
Thuy dalam penelitian berjudul “John Locke’s Educational Ideology with Educational Innovation in Vietnam Today, Journal of Advances in Education and Philosophy” menambahkan bahwa Locke percaya pendidikan membawa individu kepada pemahaman yang mendalam tentang kehidupan, mengingat bahwa tidak ada ide bawaan tentang dunia. Locke memandang pendidikan sebagai kunci bagi kesempurnaan perkembangan manusia dari sisi kemanusiaan dan akalnya.
Konsep tabula rasa Locke menekankan bahwa individu lahir tanpa pengetahuan bawaan dan lingkungan serta pendidikan memainkan peran sentral dalam membentuk karakter, pengetahuan, dan bahasa mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya pendidikan dalam membimbing anak-anak menuju perkembangan yang positif dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Advertisement
Apakah Konsep Tabula Rasa Sama dengan Konsep Fitrah dalam Islam?
Konsep tabula rasa dalam pemikiran John Locke memperkenalkan gagasan bahwa manusia lahir dalam keadaan kosong tanpa bawaan apapun, seperti kertas putih yang tak bernoda. Pandangan ini menekankan bahwa pengalaman dan lingkungan memainkan peran kunci dalam membentuk karakter dan pengetahuan individu seiring berjalannya waktu.
Dalam Islam, konsep fitrah juga memiliki aspek yang mirip dengan tabula rasa dalam hal penciptaan sesuatu yang pertama kali atau tanpa bentuk sebelumnya. Fitrah dalam Islam sering diartikan sebagai keadaan yang suci dan bersih, tanpa noda. Namun, ada perbedaan esensial antara konsep tabula rasa dan fitrah.
Pemahaman fitrah dalam Islam tidak sama dengan tabula rasa dalam hal bahwa fitrah mengandung potensi kebaikan intrinsik yang tertanam dalam diri manusia, khususnya potensi untuk bertauhid dan taat kepada Allah. Ini berarti bahwa meskipun manusia lahir dalam keadaan fitrah yang bersih, mereka membawa potensi yang mendalam untuk mengenal dan berhubungan dengan Sang Pencipta.
Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Muhammad Naquib al-Attas, seorang filsuf dari Malaysia, yang menyatakan bahwa agama dan pengetahuan instrinsik yang ada dalam jiwa manusia merupakan bagian integral dari fitrah penciptaan. Dengan demikian, fitrah manusia dalam Islam tidaklah netral seperti dalam konsep tabula rasa, melainkan membawa potensi dan kecenderungan yang mendukung keberagamaan dan ketaatan kepada Allah.
Dalam konteks ini, QS. Al Rum ayat 30 juga menguatkan bahwa fitrah manusia adalah untuk memeluk agama tauhid, yaitu agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa fitrah dalam Islam tidak hanya sekadar kekosongan yang kemudian diisi oleh pengalaman dan lingkungan, tetapi mengandung potensi dan arah yang jelas menuju pengenalan dan penghambaan kepada Allah.
Penerapan Teori Tabula Rasa pada Bidang Pendidikan
Teori tabula rasa yang diusung oleh John Locke memiliki dampak yang signifikan dalam bidang pendidikan. Konsep bahwa manusia lahir dalam keadaan kosong dan pengetahuan mereka dibentuk melalui pengalaman, pengamatan, dan interaksi dengan lingkungan sekitar, menjadi dasar bagi pemikiran pendidikan empiris.
Penerapan teori tabula rasa dalam pendidikan menyoroti beberapa aspek penting berikut.
1. Mengelola Pengalaman Melalui Pendidikan
Locke menyatakan bahwa pengalaman inderawi harus dikelola dengan bijak melalui proses pendidikan. Pendidikan di sini menjadi sarana untuk memandu individu dalam memahami, menafsirkan, dan mengelola pengalaman hidup mereka.
2. Tujuan Pendidikan
Locke merumuskan empat tujuan pendidikan yang meliputi membangun kesejahteraan hidup, mengembangkan kecerdasan, membentuk karakter dasar, dan memelihara sistem pemerintahan serta pengelolaan masyarakat sosial. Pendidikan diarahkan untuk memberikan modalitas yang dibutuhkan individu untuk berkontribusi secara positif dalam masyarakat.
3. Menghapuskan Kebodohan
Locke menekankan bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam menghapuskan kebodohan, sehingga individu dapat mengembangkan diri dan pengetahuannya untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan.
4. Membentuk Karakter dan Tanggung Jawab
Pendidikan diarahkan untuk membentuk karakter dasar manusia, mengembangkan potensi, serta meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab pribadi dan sosial. Ini termasuk pengembangan moralitas, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan.
5. Memelihara Sistem Pemerintahan dan Masyarakat
Locke menganggap pendidikan sebagai alat untuk memelihara sistem pemerintahan yang efektif dan pengelolaan masyarakat yang harmonis. Pendidikan yang baik dapat membantu masyarakat memahami konsep kesetaraan, keadilan, dan prinsip-prinsip fundamental lainnya.
Penerapan teori tabula rasa dalam pendidikan menekankan pentingnya pengalaman, pengembangan karakter, dan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman empiris. Hal ini juga menggarisbawahi peran penting pendidikan dalam membentuk individu yang bertanggung jawab, beretika, dan mampu berkontribusi dalam membangun masyarakat yang berkelanjutan.
Advertisement