Setiap Tahunnya Kota Jakarta Tenggelam Berapa Cm? Bagian Utara Paling Disorot

Setiap tahunnya kota Jakarta tenggelam hingga (6,7) inci atau setara dengan 17 cm.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 12 Jun 2024, 12:40 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2024, 12:40 WIB
Ilustrasi Monas, Jakarta
Ilustrasi Monas, Jakarta. (Photo by Affan Fadhlan on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Setiap tahunnya kota Jakarta tenggelam berapa cm? Menurut laman resmi World Economic Forum (WEF), Jakarta setiap tahun mengalami penurunan permukaan tanah hingga 17 cm per tahun. Fenomena ini telah menjadi perhatian internasional, mengingat Jakarta adalah salah satu kota megapolitan yang cukup besar dan diperhitungkan di dunia. 

Setiap tahunnya kota Jakarta tenggelam berapa cm? Penyebab tenggelamnya Jakarta ini bisa ditarik kembali ke beberapa faktor. Pertama, eksploitasi air tanah yang tidak terkontrol. WEF melaporkan bahwa 60% dari kebutuhan air Jakarta dipenuhi oleh air tanah, di mana dieksploitasi secara berlebihan oleh masyarakat. Ketika air tanah diambil secara berlebihan, tanah akan mengalami penurunan dan menyebabkan kota tenggelam.

Setiap tahunnya kota Jakarta tenggelam berapa cm? Menurut data WEF dan perkiraan, Jakarta telah tenggelam hingga 6,7 inci setiap tahun. Hal ini tentu terjadi karena adanya kerusakan ekosistem dan pengurangan hutan. Pembangunan yang tak terkendali di Jakarta, telah menyebabkan kerusakan ekosistem serta pengurangan hutan. Akibatnya, daya serap tanah terhadap air menjadi berkurang, sehingga air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah, malah menggenangi permukaan kota.

Berikut ini perkiraan kota Jakarta tenggelam setiap tahunnya yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (12/6/2024). 

Setiap Tahunnya Kota Jakarta Tenggelam Berapa Cm?

Ilustrasi Cuaca Jakarta Cerah Berawan
Ilustrasi Cuaca Jakarta Cerah Berawan

Setiap tahun, Jakarta menghadapi tantangan yang semakin serius dengan fenomena penurunan tanah yang terjadi secara signifikan. Dampak dari penurunan tanah ini tidak hanya berdampak pada infrastruktur dan lingkungan fisik, tetapi juga menimbulkan ancaman nyata terhadap kehidupan dan mata pencaharian warga Jakarta.

Menurut laporan dari World Economic Forum (WEF), Jakarta mengalami penurunan tanah dengan laju yang sangat tinggi, mencapai sekitar (6.7) inci setara dengan 17 cm setiap tahunnya. Faktor utama yang menyebabkan fenomena ini adalah praktek pemompaan air tanah yang berlebihan, untuk keperluan pengairan dan kebutuhan air bersih, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan tekanan air tanah di bawah permukaan tanah.

Salah satu wilayah yang paling terdampak oleh fenomena penurunan tanah ini adalah Jakarta Utara, sebuah kawasan penting dengan aktivitas perekonomian dan pelabuhan yang ramai. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), Jakarta Utara telah mengalami penurunan tanah yang signifikan, dengan tingkat penurunan mencapai 2,5 meter dalam kurun waktu hanya 10 tahun terakhir. Ini berarti bahwa beberapa bagian wilayah tersebut mengalami penurunan rata-rata sekitar 25 cm setiap tahunnya, angka yang jauh di atas rata-rata global untuk kota-kota besar di pesisir.

Proyeksi untuk masa depan juga menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Prediksi menunjukkan bahwa jika tren penurunan tanah terus berlanjut, sekitar 95% wilayah Jakarta Utara akan terendam air laut pada tahun 2050. Ini akan berdampak besar pada infrastruktur, perekonomian dan kehidupan sehari-hari warga Jakarta. Namun, penurunan tanah tidak hanya terjadi di Jakarta Utara, tetapi juga tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Menurut laporan, beberapa daerah lain di Jakarta juga mengalami tingkat penurunan tanah yang signifikan, meskipun mungkin dengan laju yang lebih lambat diantaranya:

1. Jakarta Barat: Tanah tenggelam sebanyak 15 cm setiap tahun.

2. Jakarta Timur: Tanah tenggelam sebanyak 10 cm setiap tahun.

3. Jakarta Pusat: Tanah tenggelam sebanyak 2 cm setiap tahun.

4. Jakarta Selatan: Tanah tenggelam sebanyak 1 cm setiap tahun.

Faktor Penyebab

Ilustrasi aktivitas pekerja, kota Jakarta
Ilustrasi aktivitas pekerja, kota Jakarta. (Photo by Adrian Pranata on Unsplash(

Perubahan Iklim

Perubahan iklim juga menjadi faktor signifikan dalam penurunan tanah di Jakarta. Kota-kota pesisir seperti Jakarta sangat rentan terhadap kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim global. Naiknya permukaan air laut disebabkan oleh ekspansi termal dan pencairan es di kutub, yang meningkatkan risiko banjir dan memperparah penurunan tanah. Para ahli merekomendasikan solusi berbasis alam seperti penanaman kembali hutan bakau dan peremajaan waduk, sebagai bagian dari upaya mitigasi untuk melawan efek negatif dari kenaikan permukaan air laut.

1. Eksploitasi Air dan Tanah

Salah satu faktor utama penurunan tanah di Jakarta adalah eksploitasi air tanah yang berlebihan. Ketergantungan yang tinggi pada air tanah sebagai sumber air bersih di tengah keterbatasan akses terhadap air bersih dari pipa, mengakibatkan warga Jakarta harus memompa air dari akuifer. Praktik ini menimbulkan penurunan tanah karena penarikan air mengurangi tekanan di dalam tanah, mengakibatkan kompaksi batuan dan sedimen di atasnya.

Meskipun ada upaya untuk mengatasi masalah ini, seperti kebijakan pemulihan tabel air yang dicanangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2009, namun implementasinya belum efektif. Kebijakan penyimpanan air hujan dalam silinder biopori sebagai alternatif juga belum memberikan hasil maksimal tanpa adanya penegakan yang kuat.

2. Perencanaan yang Buruk

Pembangunan ekonomi yang cepat di Jakarta juga turut berkontribusi pada penurunan tanah. Pertumbuhan populasi yang pesat, terutama di daerah dataran rendah yang padat penduduk, membuat dampak dari eksploitasi air tanah semakin terasa. Urbanisasi yang tidak terkendali tanpa perencanaan yang matang dalam pengelolaan air memperparah masalah ini. Data menunjukkan bahwa jumlah orang yang tinggal di daerah pesisir yang rentan di Indonesia meningkat drastis dalam beberapa dekade terakhir, menyebabkan tekanan lebih lanjut pada sumber daya air tanah. 

 

4. Kombinasi Faktor

Ketiga faktor di atas, saat digabungkan, menjadi pemicu utama penurunan tanah di Jakarta. Pertumbuhan populasi yang cepat meningkatkan permintaan akan air, yang pada akhirnya meningkatkan eksploitasi air tanah. Prediksi masa depan menunjukkan bahwa banyak kota di dunia, termasuk Jakarta, akan menghadapi krisis air pada tahun 2050.

Kombinasi dari eksploitasi air tanah yang berlebihan, perencanaan urbanisasi yang buruk, dan perubahan iklim menciptakan tantangan kompleks yang memerlukan pendekatan multi-faset untuk mitigasi yang berhasil. Upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal, sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini, dan melindungi masa depan Jakarta dari dampak negatifnya.

Beberapa Kota di Dunia yang Terancam Tenggelam

Ilustrasi banjir
Ilustrasi banjir (Dok. Pixabay)

Dhaka, Bangladesh

Bangladesh, sebuah negeri delta yang rentan terhadap kenaikan permukaan laut, menghadapi tantangan yang serius. Meskipun negara ini hanya menyumbang 0,3 persen emisi yang berkontribusi terhadap perubahan iklim, dampak dari naiknya permukaan air laut sangat signifikan. Prediksi menunjukkan bahwa lautan dapat membanjiri 17 persen daratan Bangladesh pada tahun 2050, mengakibatkan sekitar 18 juta warga menjadi pengungsi. 

Venesia, Italia

Venesia, yang sering disebut sebagai "kota air", juga menghadapi ancaman serius dari kenaikan permukaan laut. Meskipun kecepatan tenggelamnya tidak secepat kota-kota lainnya, setiap tahunnya Venesia tenggelam sekitar 0,08 inci (0,2 cm).

Proyek Mose, yang dimulai pada tahun 2003 dan seharusnya selesai pada tahun 2011, bertujuan untuk membangun penghalang banjir yang efektif. Namun, proyek ini mengalami banyak penundaan dan baru selesai pada tahun 2022. Banjir parah yang dialami kota pada tahun 2018, merupakan yang terburuk dalam satu dekade terakhir, menyoroti urgensi untuk menyelesaikan proyek-proyek ini.

Alexandria, Mesir

Alexandria, sebuah kota dengan pantai yang terus menghilang akibat naiknya permukaan air laut, harus mengambil tindakan cepat. Laut Mediterania diperkirakan akan naik setinggi 2 kaki (60,96 cm) pada tahun 2100. Pemerintah Mesir telah memasang beton-beton penghalang air di tepi pantai untuk mencegah banjir lebih lanjut, dan melindungi wilayah daratan dari dampak negatif kenaikan permukaan laut.

Lagos, Nigeria

Lagos, sebagai kota terbesar di Afrika, menghadapi ancaman serius dari kenaikan permukaan laut. Garis pantai yang rendah terus terkikis, sementara naiknya air laut akibat pemanasan global menjadi pemicu utama risiko banjir di kota ini.

Menurut studi dari University of Plymouth pada tahun 2012, kenaikan permukaan laut sekitar 3 hingga 9 kaki (91,44 hingga 274,32 cm) akan memiliki dampak yang sangat buruk terhadap aktivitas manusia di wilayah ini. Prediksi menunjukkan bahwa permukaan air laut global dapat naik hingga 6,6 kaki (201,168 cm) pada akhir abad ini.

Pantai Virginia, AS

Pantai Virginia adalah salah satu daerah dengan tingkat kenaikan permukaan laut tercepat di Pantai Timur. Prediksi dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) menunjukkan bahwa pantai ini akan mengalami kenaikan permukaan laut hingga hampir 12 kaki pada tahun 2100.

Bangkok, Thailand

Bangkok, ibu kota Thailand, menghadapi tantangan serius dengan peningkatan tingkat air laut. Tenggelamnya kota ini terjadi dengan kecepatan lebih dari 1 cm per tahun, dan laporan dari The Guardian bahkan memperkirakan bahwa Bangkok mungkin akan berada di bawah permukaan laut pada tahun 2030. Untuk mengatasi risiko banjir yang semakin meningkat, sebuah firma arsitektur telah membangun taman seluas 11 hektar yang dapat menampung hingga 1 juta galon air hujan, dikenal sebagai Chulalongkorn University Centenary Park.

New Orleans, Louisiana, AS

New Orleans, yang terletak di delta sungai, menghadapi ancaman serius dari kenaikan permukaan laut. Beberapa wilayah kota ini tenggelam dengan kecepatan 2 inci (5,08 cm) per tahun dan diperkirakan akan berada di bawah permukaan air pada tahun 2100. Kerentanan terhadap banjir semakin tinggi, karena beberapa bagian kota berada 15 kaki (4,5 meter) di bawah permukaan laut. Lokasinya yang strategis di delta sungai memperparah risiko banjir akibat kenaikan permukaan laut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya