5 Fakta Terkait Presiden Korea Selatan Nyatakan Darurat Militer, Bikin Gempar

Korsel goyah: Darurat militer Presiden Yoon menuai kecaman, parlemen menolak, dan stabilitas politik di ujung tanduk.

oleh Shani Ramadhan Rasyid diperbarui 04 Des 2024, 09:39 WIB
Diterbitkan 04 Des 2024, 09:39 WIB
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol saat mengumumkan status darurat militer pada Selasa (3/12/2024) malam.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol saat mengumumkan status darurat militer pada Selasa (3/12/2024) malam. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Jakarta Deklarasi darurat militer oleh Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, pada 3 Desember 2024 menjadi berita besar yang mengguncang stabilitas politik negeri ginseng tersebut. Pengumuman yang awalnya ditujukan untuk menangkal ancaman terhadap demokrasi ini justru menuai kecaman luas, baik dari parlemen, masyarakat, maupun komunitas internasional.

Langkah ini menimbulkan kontroversi di tengah ketegangan antara Presiden Yoon dan oposisi politik yang menguasai parlemen. Tidak hanya itu, reaksi publik yang beragam memperlihatkan kegelisahan terhadap masa depan demokrasi di Korea Selatan.

Namun, dalam waktu singkat, status darurat militer tersebut dicabut. Peristiwa ini memicu pertanyaan besar tentang kepemimpinan Presiden Yoon dan stabilitas politik di Korea Selatan.

Deklarasi Darurat Militer oleh Presiden Yoon

Pada 3 Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol secara mengejutkan mendeklarasikan darurat militer. Dalam pidatonya yang disiarkan secara nasional, Yoon menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk menangkal ancaman dari "kekuatan anti-negara pro-Korea Utara".

Deklarasi ini memicu ketegangan, karena darurat militer terakhir kali diterapkan di Korea Selatan 44 tahun lalu. Langkah ini dianggap sebagai langkah ekstrem untuk mengatasi oposisi yang mendominasi parlemen.

Respons Parlemen dan Penolakan Dekrit

Hanya dalam hitungan jam, Majelis Nasional Korea Selatan menggelar rapat darurat untuk membahas langkah Presiden Yoon. Sebanyak 190 anggota parlemen yang hadir memberikan suara bulat untuk menolak deklarasi tersebut.

Situasi sempat memanas ketika pasukan lintas udara mengepung gedung parlemen. Namun, parlemen berhasil bersidang hingga akhirnya Yoon mencabut status darurat militer pada 4 Desember dini hari.

Reaksi Publik dan Internasional

Deklarasi ini memicu respons keras dari masyarakat Korea Selatan. Ribuan orang berkumpul di luar gedung parlemen, menyerukan pencabutan status darurat militer dan bahkan pemakzulan Presiden Yoon.

Di tingkat internasional, deklarasi ini memunculkan kekhawatiran tentang stabilitas politik dan ekonomi Korea Selatan. Diplomat Barat menilai langkah ini dapat merusak citra Korsel di mata dunia.

Konteks Politik di Balik Keputusan Yoon

Sejak menjabat pada 2022, Presiden Yoon kerap bersitegang dengan oposisi dan menghadapi kritik atas gaya kepemimpinannya yang otoriter. Ia sering menggunakan narasi melawan "kekuatan pro-komunis" untuk membenarkan kebijakannya.

Konflik ini diperburuk oleh skandal yang melibatkan pejabat tinggi di pemerintahan Yoon serta ketidakpuasan publik terhadap kebijakan ekonominya. Popularitas Yoon merosot tajam hingga titik terendah.

Masa Depan Politik Korea Selatan

Dengan dicabutnya status darurat militer, masa depan Presiden Yoon tetap menjadi tanda tanya. Beberapa analis politik menilai langkah ini dapat mempercepat proses pemakzulan.

Stabilitas politik Korea Selatan kini berada di ujung tanduk, dengan tekanan yang datang dari masyarakat, parlemen, dan komunitas internasional. Presiden Yoon harus menghadapi tantangan besar untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan demokrasi tetap terjaga.

Apa alasan Presiden Yoon mendeklarasikan darurat militer?

Presiden Yoon mengklaim langkah ini diambil untuk melawan ancaman dari "kekuatan anti-negara pro-Korea Utara".

Bagaimana respons parlemen terhadap darurat militer?

Parlemen Korea Selatan dengan suara bulat menolak deklarasi tersebut dan memaksa Presiden Yoon mencabutnya.

Apa dampak deklarasi darurat militer terhadap demokrasi Korsel?

Langkah ini memicu kekhawatiran tentang erosi demokrasi dan meningkatkan ketegangan politik di negara tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya