Sesalkan Kisruh PPP, Hasyim Muzadi Impikan Koalisi Partai Islam

"Andai PKB, PPP, dan PKS bisa mengusung pasangan capres-cawapres sendiri. Tapi kenyataannya masih banyak masalah," ucap mantan Ketum PBNU.

oleh Anri Syaiful diperbarui 15 Apr 2014, 21:50 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2014, 21:50 WIB
parpol-mesra-4-131210c.jpg
Hasyim Muzadi menyambut kedatangan Jusuf Kalla dengan penuh kemesraan.(Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Haji Hasyim Muzadi menyesalkan kisruh di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Terlebih, kisruh internal itu terjadi justru menjelang suksesi kepemimpinan nasional.

Padahal, ia memimpikan partai-partai berbasis Islam dapat bersatu dalam Pemilu Presiden 9 Juli mendatang. "Andai PKB, PPP, dan PKS bisa mengusung pasangan capres-cawapres sendiri. Tapi kenyataannya masih banyak masalah," kata Hasyim di Jakarta, Selasa (15/4/2014).

Sebagai orang yang pernah aktif di PPP, yakni periode 1973-1986, Hasyim menyarankan agar politisi partai berlambang Kabah itu menahan diri dan menyelesaikan persoalan internal usai Pilpres.

"Kalau sekarang akan masuk angin dengan kepentingan makro di luar PPP. Bahkan, kelompok Islam fobia juga akan tertawa melihatnya," kata kiai kelahiran Tuban, Jawa Timur tersebut.

Kiai berusia 69 tahun ini menambahkan, setiap kemelut di partai politik atau politik praktis, selalu rawan politik uang dan transaksional.

"Itu bisa menghancurkan PPP sendiri dalam jangka panjang, sekalipun pengurusnya bergantian," ucap Hasyim yang pernah maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 silam.

Kemelut di tubuh PPP dipicu ketidakpuasan pengurus, atas hasil partai itu dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014. Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dianggap sebagai penyebab kegagalan PPP meraih target yag ditetapkan, karena hadir dan turut berorasi dalam kampanye Partai Gerindra di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta.

Menurut Hasyim, jika memang Suryadharma dianggap bersalah, maka ada forum untuk mempermasalahkan. Namun, sebaiknya dilakukan setelah pilpres. "Selesaikan semuanya sehabis pilpres secara terhormat dan bermartabat sesuai dengan akhlak Islam, sekalipun dalam muktamar luar biasa," pungkas Ketum PBNU periode 1999-2004. (Ant)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya