Liputan6.com, Jakarta Di bulan Ramadan, umat Islam yang sudah akil baligh diwajibkan untuk berpuasa. Selama sebulan penuh, kaum muslim dan muslimah diminta berpuasa, menahan lapar dan haus sejak pagi hingga berbuka. Kewajiban ini sebenarnya amat ditunggu oleh seluruh umat Islam karena besarnya pahala yang dijanjikan Allah SWT.
Meski begitu, kewajiban ini tidak berlaku bagi muslimah yang sedang haid. Bahkan merupakan hal yang diharamkan dikerjakan oleh mereka.
Baca Juga
Wanita yang mengalami haid mengalami gangguan secara fisik maupun psikis. Fisiknya akan cenderung lemah dan pikirannya kurang dapat berkonsentrasi. Ada kalanya haid itu dibarengi rasa sakit yang luar biasa.
Advertisement
Selain puasa, wanita haid juga dilarang untuk salat. Hal ini kemudian menjadi keringanan bagi kaum hawa. Jika harus berpuasa, maka hal itu justru terasa berat.
Namun demikian, terdapat sebagian muslimah yang justru merasa menyesal mengalami haid di bulan Ramadan. Bagi mereka, haid telah menghalangi kesempatan untuk beribadah, meski sebenarnya meninggalkan puasa karena haid merupakan ibadah tersendiri jika diniati karena Allah SWT.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Demi bisa puasa sebulan penuh
Belakangan ini, dunia farmasi mengalami kemajuan begitu pesat. Kini bahkan telah ditemukan obat yang dapat digunakan untuk memperlambat haid.
Obat ini memungkinkan perempuan tidak mengalami haid dalam jangka waktu tertentu. Kemudian muncul gagasan mengkonsumsi obat ini dengan tujuan dapat menjalankan puasa Ramadan sebulan penuh.
Lantas, bagaimana hukum puasa akibat mengonsumsi obat pelambat haid?
Advertisement
Hukum mengkonsumsi pelambat haid
Ustaz Syafiq Riza Basalamah, "Lebih baik jangan menunda haid bagi wanita karena tidak ada keadaan darurat untuk menundanya. Namun, sebagian ulama memperbolehkan menunda haid saat haji dan umrah."
Namun, menurut KH Sahal Mahfuz dalam buku Dialog Problematika Umat, sejauh tidak membawa akibat negatif, maka konsumsi obat pelambat haid tidak dipermasalahkan. Demikian pula dengan puasa yang dijalankan tetap sah.
Hal ini merujuk pada kaidah ushul fiqh, 'ashl al madharr at tahrim wa al manafi al hill' yang artinya "sesuatu yang tidak dijelaskan status hukumnya oleh dalil agama, apabila bermanfaat hukumnya diperbolehkan, jika membawa mudharat dilarang".
Â
Sumber : Dream